Masuk Daftar
My Getplus

Di Balik Sketsa Wajah Diponegoro

Seorang pelukis Eropa mengidentifikasi rupa sang pangeran selama menjadi tahanan di Batavia.

Oleh: Martin Sitompul | 15 Nov 2018
Kiri: Lukisan Diponegoro dalam pameran "Kamar Diponegoro". Kanan: Adrianus Johannes Bik. Sumber: Gemeente Velsen, Noord Holland (Bik), Foto: Martin Sitompul/Historia (sketsa Diponegoro).

CORETAN di kanvas itu memuat sesosok pria bersorban. Sebilah keris terselip dengan gagah di bagian depan tubuhnya. Siapakah gerangan dia? 

“Ini adalah lukisan Diponegoro yang sangat hidup sekali,” ujar Peter Carey, sang pemandu dalam pameran pendahuluan “Kamar Diponegoro” di Museum Sejarah Jakarta, Kota Tua, Jakarta Pusat, 12 November 2018. Carey paham betul seluk-beluk lukisan itu. Sejarawan asal Inggris tersebut menulis tiga jilid biografi Diponegoro berjudul Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855.

Di balik lukisan potret diri Diponegoro yang terkenal itu adalah Adrianus Johannes Jan Bik. Dia lahir di Dunkirk, Prancis, 13 Januari 1790. Bik merintis kariernya di bidang seni sebagai pelukis piring porselen. Pada 1821, Bik merantau ke Hindia, negeri koloni kerajaan Belanda. Bersama adiknya, Jannus Theodorus, Bik merupakan seniman yang paling terdidik di Hindia Belanda.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kamar panas untuk Diponegoro

Ketika bertugas di Batavia, Bik menjabat sebagai hakim kota. Pada saat yang sama, Pangeran Diponegoro ditahan di Batavia setelah berhasil ditangkap secara licik di Magelang. Bik-lah yang mengawasi Diponegoro selama mendekam di Balai Kota (Stadhuis) antara 8 April sampai 3 Mei 1830.

Menurut Peter Carey, di sela-sela masa penahanan, Bik minta izin untuk melukis Diponegoro. Sketsa itu dibuat di kamar penahanan Diponegoro tak lama sebelum Diponegoro berangkat menuju Sulawesi. Mahir sebagai pelukis porselen, Bik terlatih untuk menggarap objek seninya secara cepat dan efektif.   

“Bik adalah seorang seniman yang matang sebagai pelukis porselen. Jadi dia bisa kerja dengan sangat kilat untuk menangkap kepribadian Diponegoro,” tutur Carey.

Mata uang Rp1.000 bergambar Pangeran Diponegoro tahun 1975.

Yang menarik, Bik melukiskan Diponegoro dengan detail berikut ciri keagungan sang pangeran. Lukisan Bik mencitrakan Diponegoro sebagai ulama sekaligus panglima perang. Padahal, Diponegoro kala itu berstatus tahanan politik kelas kakap.

Dalam lukisan, Diponegoro mengenakan pakaian ratu adil sebagai seorang pemimpin perang sabil. Kepalanya yang bersorban putih tampak seperti baru saja cukur rambut. Di jidatnya terdapat paras nabi (titik hitam). Pipinya terlihat cekung sebab Diponegoro dalam pemulihan penyakit malaria tropis.

Baca juga: Restorasi Lukisan Penangkapan Diponegoro

Bik sendiri tetap berkiprah sebagai hakim hingga 1839. Dia kemudian menekuni bisnis perkebunan tebu dan menjadi kaya raya. Pada 1847, Bik kembali ke Belanda dan menetap di Amsterdam. Setelah Bik meninggal pada 1872, lukisan Diponegoro dihibahkan oleh keponakannya ke Rijkmuseum, Belanda.

Karya Bik ini menjadi salah satu lukisan Diponegoro yang paling populer di samping “Penangkapan Diponegoro” karya Raden Saleh. Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengadaptasi potret Diponegoro karya Bik untuk dijadikan gambar mata uang rupiah. Seri pertama dicetak tahun 1952 untuk pecahan Rp100. Seri kedua dicetak tahun 1975 untuk pecahan Rp1000.*

TAG

diponegoro

ARTIKEL TERKAIT

Ke Mana Perginya Barisan Sentot Pengikut Diponegoro? Jenderal "Jago Perang" Belanda Meregang Nyawa di Pulau Dewata Tongkat Kiai Cokro Diponegoro Revolusi Sosial, Artikel Sneevliet, dan Surat Pangeran Hendrik Detik-detik Menegangkan Saat Belanda Menjebak Diponegoro Sang Penangkap Diponegoro Tongkat Kiai Cokro, Pusaka Pangeran Diponegoro untuk Perjalanan Spiritual Pelana dan Tombak Pangeran Diponegoro Punya Cerita Selayang Pandang Keris Kiai Nogo Siluman Klewang Pangeran Diponegoro di Gudang Museum Belanda