Masuk Daftar
My Getplus

Detik-Detik Usai Proklamasi

Ada dua permintaan yang datang kepada Sukarno-Hatta setelah dibacakannya teks proklamasi. Sebuah fakta sejarah yang jarang diulas sejarah kita hari ini.

Oleh: Hendi Johari | 20 Agt 2020
Hatta, Sukarno, dan Dokter Muwardi saat menerima kedatangan Barisan Pelopor asal Penjaringan. (Dutch Docu Channel).

Foto tua yang dikeluarkan Dutch Docu Channel itu berbicara banyak. Dari arah belakang, terlihat Mohammad Hatta, Sukarno dan Dokter Muwardi (Pimpinan Barisan Pelopor) tengah menerima penghormatan dari sekelompok pemuda (sebagian besar bersenjata bambu runcing). Dikatakan oleh saluran penyedia tayangan lama tentang sejarah Belanda di situs YouTube tersebut bahwa foto itu diambil saat momen setelah pembacaan proklamasi pada 17 Agustus 1945.

Di buku otobiografi Sukarno (Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia) dan otobiografi Mohammad Hatta (Memoir) soal itu memang tak diceritakan. Kisah itu muncul justru dalam buku-nya Sudiro (eks pembantu urusan umum-nya Sukarno) berjudul Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945.

Dituturkan oleh Sudiro, setelah upacara pembacaan proklamasi selesai, Bung Karno dan Bung Hatta bergegas masuk ke dalam kamar. Namun baru saja mereka memasuki kamar, tetiba dari arah Gambir terdengar suara derap barisan dan nyanyian sekelompok pasukan. Beberapa saat kemudian, datanglah sekira 100 anggota Barisan Pelopor dari Penjaringan pimpinan S. Brata.

Advertising
Advertising

“Mereka rupanya sangat kecewa karena terlambat datang…” kenang Sudiro

Di halaman rumah Bung Karno Brata kemudian menghentikan barisan. Dengan kondisi basah kuyup bermandikan keringat, dia lantas berteriak lantang meminta Bung Karno untuk membacakan proklamasi sekali lagi. Alasannya, mereka datang jauh-jauh berjalan kaki memang berniat hanya ingin mendengarkan proklamasi dibacakan.

Baca juga: Lima Hal Menarik Seputar Malam Perumusan Naskah Proklamasi

Mendengar alasan Brata, Bung Karno dan Bung Hatta kemudian keluar dari kamar. Rupanya mereka berdua tak sampai hati membiarkan anak-anak muda yang dengan semangat tinggi ingin menyaksikan dan mendengarkan proklamasi kemerdekaan bangsanya.

Kendati dalam keadaan sedikit demam, Bung Karno berbicara di depan mikrofon. Dengan suara nada suara lunak namun mengandung ketegasan, dia menyatakan bahwa pembacaan proklamasi tidak bisa diulang.

“Karena proklamasi hanya diucapkan satu kali saja, tetapi akan berlaku untuk selama-lamanya,” kata Bung Karno.

Brata tidak puas hanya mendengarkan penjelasan Bung Karno. Dia lantas meminta Hatta untuk memberikan amanat singkat . Permintaan itu diluluskan oleh Bung Hatta. Bukti otentik dari kejadian itu terekam dalam dua lembar foto hasil jepretan Mendoer bersaudara dari IPPHOS yang saat ini menjadi koleksi sebuah museum di Belanda.

Baca juga: Di Bawah Simbol Banteng

Fakta sejarah kedua terjadi manakala upacara proklamasi sama sekali telah selesai dan Bung Karno sudah akan istirahat di kamarnya. Sementara Hatta sudah pulang ke rumahnya di Jalan Miyakodori (sekarang Jalan Diponegoro).

Dalam otobiografinya, Bung Karno mengisahkan saat dirinya duduk di atas kursi dengan kepala pada kedua belah tangannya, tetiba terdengar suara pintu kamar diketuk. Ketika dibuka ternyata itu adalah Sudiro.

“Dia melaporkan ada lima opsir Jepang telah menyerondong masuk kamar tengah. Mereka meminta untuk bicara denganku…” kenang Bung Karno.

Dalam bukunya, Sudiro masih ingat Bung Karno lantas mengganti piyama dengan pakaian yang sebelumnya dipakai untuk membacakan proklamasi. Begitu melihat Sukarno datang, salah seorang dari orang-orang Kenpeitai (Polisi Militer Jepang) itu setengah berteriak berkata:

“Kami diutus oleh Gunseikan Kakka untuk melarang Sukarno Kakka mengucapkan proklamasi!”

“Proklamasi sudah saya ucapkan,” jawab Sukarno dalam nada tenang.

“Sudahkah?”

“Ya sudah…” jawab kembali Sukarno.

Bung Karno masih ingat wajah pemimpin utusan itu nampak marah. Tanpa disadarinya, tangan orang Jepang itu naik ke pinggang dan dia akan melangkah hendak mengancam Bung Karno.

Baca juga: Mencari Mikrofon Proklamasi

Namun aksi itu tidak terjadi, manakala komandan Kenpeitai itu melihat sekeliling: ratusan anggota Barisan Pelopor nampak sudah memegang senjata tajam-nya masing-masing seolah siap menerkam mereka. Tanpa permisi, mereka kemudian meninggalkan Pegangsaan Timur.

Usai orang-orang Jepang itu pergi, Sukarno lantas mengeluarkan seruan untuk membentuk Barisan Berani Mati. Itu harus dilakukan mengingat prokalmasi kemerdekaan harus dipertahankan sekuat-kiatnya, jika perlu dengan menggunakan kekerasan dan senjata.

Seruan itu langsung disambut baik. Orang-orang Indonesia kemudian banyak yang mendaftarkan diri untuk masuk dalam barisan sukarelawan tersebut.

TAG

proklamasi

ARTIKEL TERKAIT

Respons Sekutu Usai Proklamasi Belanda Melarang Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia Akhirnya Belanda Mengakui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Kontroversi Pengakuan Belanda atas Kemerdekaan Indonesia Siapa Pemilik Rumah Proklamasi? Sukarni dan Proklamasi Setelah Minta Maaf, Akankah Belanda Akui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia? Mayoritas Responden Tuntut Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Pecah Kongsi Pemuda Pasca Proklamasi Dana Awal Pendirian Republik