PIAGAM penghargaan yang diserahkan oleh Ketua Umum MURI, Jaya Suprana diterima oleh Pemimpin Redaksi majalah Historia, Bonnie Triyana di museum MURI, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 8 Agustus 2014.
“Ini merupakan apresiasi terhadap upaya kami menghadirkan kisah sejarah seberimbang mungkin. Selama ini sejarah di Indonesia banyak direkayasa demi kepentingan kekuasaan. Kami berupaya mengembalikan hal itu menjadi milik publik kembali,” kata Bonnie.
Acara tersebut memang tak khusus untuk Historia, kendati saat itu cuma Historia yang menerima penghargaan. Dalam acara itu hadir perwakilan dari kedutaaan besar Georgia, Ukraina, Polandia, dan Amerika Serikat. Georgia sedang merayakan hari kemerdekaannya. Setelah menyaksikan beberapa pentas kesenian, penghargaan diberikan di pengujung acara. Ada beberapa tokoh pers hadir, antara lain Ninok Leksono dari Kompas dan Paul Himawan dari Sinar Harapan.
Usai menyerahkan piagam penghargaan, Jaya Suprana menceritakan kisah pertemuannya dengan majalah Historia dan kenapa majalah ini patut mendapat penghargaan rekor MURI.
Suatu hari dirinya melihat majalah Historia dipajang di toko buku. Tapi dia hanya berlalu. Hirau tak hirau. “Saya pikir itu hanya fatamorgana,” katanya.
Dalam kesempatan berikutnya, Jaya kembali melihat majalah Historia saat bertandang ke kantor redaksi Sinar Harapan. “Saya kaget, ternyata Indonesia punya majalah sejarah. Saya baca dong, jangan-jangan isinya ngawur. Ternyata bagus sekali. Saya senang sekali. Saya banyak belajar.”
Jaya mengaku lebih kaget lagi ketika mengetahui ternyata majalah itu dikelola anak-anak muda. “Saya betul-betul kaget. Saya nggak habis pikir ada sekelompok anak muda yang melawan arus. Makanya saya anggap ini perlu dihargai. Dan saya undang seluruh awak redaksinya untuk menerima penghargaan ini,” ungkapnya.
Kepada awak redaksi Historia yang hadir malam itu, Jaya menyatakan, “Kalian semua orang gila,” seraya memberi isyarat tanda kutip dengan jarinya. “Kalian tahu kenapa penghargaan ini saya berikan di hadapan perwakilan duta-duta besar negara sahabat. Itu ada yang dari Amerika, Georgia dan lain sebagainya. Biar mereka tahu bahwa kita punya sejarah. Bahwa kita adalah bangsa yang menghargai sejarah.”
Menurut Jaya, tanpa memahami sejarah kita tidak tahu siapa diri kita. “Nanti majalah Historia akan masuk dalam galeri. Sudah lihat galeri itu?” ujarnya sembari menunjuk ke ruang galeri MURI. “Itu adalah prestasi superlatif bangsa Indonesia. Saya mengajak bangsa ini untuk bangga terhadap hasil karya anak bangsanya.”
Museum Rekor-Dunia Indonesia atau MURI didirikan Jaya Suprana dan PT Jamu Jago pada 27 Januari 1990 di Semarang, Jawa Tengah. Lembaga yang mencatat data prestasi superlatif bangsa Indonesia ini mulanya bernama Museum Rekor Indonesia, berganti jadi Museum Rekor Dunia-Indonesia pada 14 Agustus 2005 saat peresmian galeri MURI di kawasan wisata Candi Borobudur.
Kami, seluruh awak redaksi majalah Historia, dengan segala kerendahan hati berterima kasih atas apresiasi dan segala puja-puji yang dihatur Pak Jaya. Masih banyak yang perlu kami pelajari dan perbaiki agar Historia lebih baik lagi. Kepada seluruh pembaca, terima kasih atas dukungannya selama ini.