Masuk Daftar
My Getplus

Belajar Berontak dari Bung Karno

Berjuang, apalagi untuk negara, adalah tantangan. Kalah dan menang adalah harga yang harus dibayar dari perjuangan itu sendiri.

Oleh: Aryono | 16 Feb 2017
Budiman Sudjatmiko. (Micha Rainer Pali/Historia).

DIBESARKAN dari keluarga nasionalis, sejak kecil, Budiman Sudjatmiko sudah bersinggungan dengan nama Bung Karno. Ketika bersekolah, dia pun mulai mempelajari sosok dan pemikiran Bung Karno melalui buku maupun diskusi-diskusi.

Siapa tak kenal Sukarno? Kusno, nama kecilnya, lahir 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur. Setelah mendapat gemblengan dari guru politiknya, Tjokroaminoto, Sukarno muda mulai terlibat dalam dunia pergerakan. Namanya mencuat setelah mendirikan Partai Nasional Indonesia. Karena sikap politiknya, Sukarno berkali-kali keluar-masuk bui. Bersama Mohammad Hatta, dia dikenal dengan Bapak Proklamator. Lebih dari itu, dia adalah sosok pemersatu bangsa. Tak heran jika banyak orang mengidolakannya, termasuk Budiman Sudjatmiko.

Sempat menjadi ketua umum Partai Rakyat Demokratik, yang di masa Orde Baru dicap komunis, Budiman dikenal sebagai politisi muda Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Advertising
Advertising

Bagaimana pengalaman pertama mengenal sosok Sukarno?

Semasa kecil, adik kakek saya panggil Pak Karno meski nama aslinya Tumin. Sebab, dia sering menggendong saya untuk memperlihatkan foto Bung Karno. Saat masih kecil pula, bapak kasih lihat foto Bung Karno dengan anak-anaknya. Foto ini, lengkap dengan tanda tangan Bung Karno, didapat setelah bapak mengirim surat kepada Bung Karno dan dibalas dengan kiriman foto tersebut.

Baca juga: Catatan Seorang Aktivis: PRD dan Penggulingan Soeharto (1)

Baru ketika SD saya baca koleksi buku kakek dan bapak tentang tokoh Sukarno. Semasa SMP saya mempelajari tulisan dan pemikiran Bung Karno. Setelah itu saya sering berdiskusi dengan tokoh PNI lama dari Majenang, Jawa Tengah. Kami sering mendengarkan pidato-pidato Bung Karno.

Hal itu pula yang mendorong Anda masuk PDI-P?

Sepulang dari Inggris tahun 2004, saya bertemu Bu Mega di Bali. Dia menyapa saya, “Wah ini Budiman yang dulu memberontak.” Saya menjawab, “Bu Mega, saya belajar menjadi pemberontak yang revolusioner itu dari Bung Karno lho. Belajar pidato, mendirikan partai, bagaimana mengorganisir, bergaul dengan buruh dan tani, ya dari Bung Karno.”

Ditambah, secara garis keluarga, saya dibesarkan dari lingkungan nasionalis, dalam hal ini PNI di Banyumas dan Cilacap. Bapak dulu aktif di Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) di Purwokerto.

Apa yang menarik dari sosok Sukarno?

Sosok Sukarno menarik. Masa hidupnya adalah satu hal yang utuh. Semasa remaja, dengan bimbingan Tjokroaminoto, dia berinteraksi dengan kegiatan revolusioner dan usaha-usaha prorakyat. Di rumah Tjokro dia bergaul dengan Alimin, Muso, dan Kartosuwirjo –meski di kemudian hari menjadi lawan politiknya. Inilah yang membuatnya belajar dan membentuk pikiran-pikirannya.

Baca juga: Catatan Seorang Aktivis: PRD dan Penggulingan Soeharto (2)

Hal menarik lainnya: kepekaan sosial yang kemudian membawanya bertemu dengan sosok petani Marhaen.

Adakah ucapan-ucapan Sukarno yang melekat?

Perjuangan Indonesia bukan sekadar melawan asing, melainkan melawan penindasan manusia atas manusia, bukan sekadar bangsa atas bangsa. Maka, Bung Karno menginginkan kemerdekaan harus dinikmati seluruh rakyat, untuk kebaikan rakyat, bukan untuk segelintir orang. Namun faktanya, masih banyak yang belum menikmati kemerdekaan. Apa yang dicita-citakan Bung Karno belum selesai. Dan saya akan coba mewujudkannya, tentu dengan kondisi dan tantangan yang berbeda dari zaman Sukarno.

Apa kelemahan Sukarno?

Pertama, Bung Karno mewariskan pemikiran, namun terlambat dia kodifikasi, rumuskan menjadi doktrin utuh. Kedua, ketika menjadi presiden, dia tak pernah mengurusi partai. Dia hanya fokus mengurusi negara, berpikir mengelola negara. Bahkan terkesan Bung Karno meninggalkan PNI, partai yang didirikan dan dibesarkannya. Sehingga pemikirannya tentang kepartaian tak dapat diterjemahkan dengan baik oleh generasi penerusnya. Pemikirannya bisa dikatakan terputus.

TAG

Sukarno

ARTIKEL TERKAIT

Nasib Pelukis Kesayangan Sukarno Setelah 1965 Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Supersemar Supersamar Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Kemaritiman Era Sukarno Obrolan Tak Nyambung Sukarno dengan Eisenhower D.I. Pandjaitan Dimarahi Bung Karno