Masuk Daftar
My Getplus

Akhir Riwayat Rumah Cantik

Saksi bisu berbagai zaman, yang tersisa kini hanya puing dan penyesalan.

Oleh: Ahmad Makki | 02 Des 2011

CAK Ipul mendadak kangen tanah air saat melihat foto di sebuah tabloid terbitan Indonesia. Ia kagum dengan kisah rumah indah bergaya art deco yang kerap digunakan syuting film berbagai keperluan. Saat itu Cak Ipul merantau ke Malaysia, mengadu nasib sebagai TKI. Bertahun kemudian, setelah pulang, dia tak menyangka kalau rumah indah yang dikaguminya lewat sebuah foto itu selalu dilintasinya saat menjajakan soto di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Satu hari, perempuan tua yang mendiami rumah tersebut memanggil Cak Ipul yang tengah lewat. Sari Sudhiono, demikian panggilan perempuan itu sebagaimana dikenal Cak Ipul, menawarkan tukang soto ini mangkal di trotoar depan rumahnya. “Tapi ibu minta tolong bukakan gerbang kalau ada tamu. Maklum, kaki ibu sudah tak kuat buat mondar-mandir terus,” demikian kata Sari, seperti ditirukan Cak Ipul.

Julukan Rumah Bunga atau sering juga disebut Rumah Cantik, telah lama digunakan untuk menyebut rumah bergaya Belanda di Jalan Cik Di Tiro No. 62 itu. Meski berkali-kali berpindah tangah pemilik, rumah yang dibangun pada 1932 itu dipertahankan bentuknya. Sari selalu telaten merawat bunga yang menyemarakkan pelataran rumah itu.

Advertising
Advertising

Kawasan Menteng dikenal sebagai pemukiman elit. Menurut sejarawan JJ Rizal, kawasan ini awalnya merupakan lahan pertanian yang dimiliki para tuan tanah Arab, yang menjadi lahan penyokong kebutuhan buat kota Batavia lama (Oud Batavia) yang dikelilingi benteng dan parit. Saat kota dipindahkan ke Weltevreden, sekarang Jakarta Pusat, area ini dikembangkan sebagai pemukiman elit bagi komunitas Eropa di Hindia Belanda.

Pascakemerdekaan, khususnya setelah kepulangan orang-orang Belanda ke negerinya awal 1950-an, pemukiman di Menteng ditinggalkan sebagian besar penghuninya. Sebagian aset dikuasai pemerintah dan diperjualbelikan kepemilikannya dengan surat izin khusus tinggal (VB, vestinginsbewijs). Sari sendiri mulai menempati rumah itu sejak tahun 1958, setelah sebelumnya ditempati oleh keluarga Belanda dan berpindah tangan ke sebuah keluarga berkebangsaan Swiss. Sayang, dua nama pemilik sebelum Sari tak tercatat dalam arsip Pemprov DKI, sebagaimana dikatakan Ian Iskandar, pegawai Pemprov DKI yang mengawasi bangunan cagar budaya Jakarta.

Selama ini Rumah Cantik kerap dikagumi orang-orang yang berlalu-lalang di kawasan tersebut. Dulu, pagar yang tembus pandang memamerkan tanaman bunga aneka warna, serta gaya bangunan kuno yang dipertahankan sejak pertama kali dibangun. Sari Sudhiono memang rajin merawat rumah itu. Ketelatenannya membuat Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirdja memberi penghargaan kepada Sari Sudhiono. Pemprov DKI pun telah menetapkan rumah itu sebagai sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi Undang-Undang.

Namun kini, keindahan rumah itu tak bisa lagi disaksikan. Pemilik barunya melakukan pembongkaran yang menyebabkan bentuk asli rumah itu tak bisa dikenali lagi. Menurut Ian Iskandar, sejak 2009 rumah itu telah beralih tangan ke pemilik baru. Sementara pembongkaran bangunan telah dilakukan sekitar tujuh bulan lalu. Aktivitas pembongkaran baru berhenti saat  aparat Pemprov DKI beserta Satpol PP yang mendatangi lokasi tersebut. “Pembongkaran ini melanggar SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-bangunan Bersejarah di DKI Jakarta,” kata Ian Iskandar kepada Majalah-Historia.com. Berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor  11/2010 tentang perawatan bangunan yang termasuk cagar budaya, pembongkaran cagar budaya semacam ini diancam hukuman penjara paling singkat satu tahun, atau denda paling sedikit Rp. 500 juta, maksimal Rp. 5 miliar.

Cak Ipul  mengatakan sejak lama Sari Sudhiono memang mengeluhkan mahalnya biaya Pajak Bumi dan Bangunan rumahnya yang mencapai Rp. 16 juta/tahun. Meski sempat beberapa kali diberi keringanan oleh pejabat terkait, namun sepertinya jumlahnya tetap terlalu besar bagi Sari. Sebelum dijual, untuk menutupi biaya tersebut, Sari sempat beberapa kali mengontrakkan sebagian rumah tersebut. Selain itu Sari mendapat tambahan biaya dari menyediakan rumahnya untuk berbagai aktivitas syuting. 

Kini rumah tersebut hanya tersisa tembok dan rangka atap. Kusen-kusen yang dulu masih ditumpuk telah raib. Beragam jenis bunga yang tumbuh di pekarangan dan kerap menimbulkan decak kagum pelintas tak lagi terurus bersamaan tumbuhnya rerumputan liar yang merambati halaman depan. Rumah Cantik kini tinggal kenangan.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky Eks Pesindo Sukses Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung