SEJAK dikenalkan tenis meja oleh ayahnya, Ali Umar Syechabubakar, Rossy Pratiwi Syechabubakar langsung jatuh cinta. Antusiasmenya untuk menjadi atlet nasional terus tumbuh. Berbagai turnamen kampung diikutinya.
Jalan Rossy terbuka lebar begitu bergabung dengan klub PTM (Persatuan Tenis Meja) Sanjaya Gudang Garam, Kediri. Meski harus berpisah dari kedua orangtuanya lantaran mesti tinggal di asrama, Rossy tetap bersemangat menggembleng diri (Baca: Rossy Sang Srikandi). “Alhamdulillah, orangtua mendukung saya menekuni jadi atlet,” ujarnya kepada Historia.
Dukungan orangtua menjadi modal berharga Rossy untuk membunuh kehidupan monoton selama di klub. “Kita tidak seperti anak-anak yang lain main atau gimana. Kita hanya latihan, belajar (sekolah), latihan,” sambungnya. Saban hari, Rossy hanya latihan pagi jam 5, lalu sekolah sampai jam 1 siang, dan lanjut latihan dari jam 3 sore sampai jam 7 malam.
Keterbiasaan itu membuat Rossy tak kaget ketika mengikuti latihan berat Pelatnas PTMSI (Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia) dalam rangka persiapan SEA Games 1987 dan 1993. Pelatih asal Korea Utara Kang Nung-ha tak hanya menggojlok fisik tapi juga mental. “Orangnya galak, terutama soal disiplin. Latihannya juga berat. Tapi ya ada hasilnya,” kata Rossy menjelaskan mantan pelatihnya.
Rossy terus merengkuh prestasi di berbagai ajang baik nasional, regional, maupun internasional. Dua kali dia mewakili Indonesia di olimpiade, Barcelona 1992 dan Atlanta 1996.
Kecintaannya pada tenis meja membuat Rossy nekat mengabaikan anjuran dokter yang mengoperasi usus buntunya menjelang olimpiade 1992. “Kata dokter, ‘Kamu jangan macam-macam (langsung aktivitas fisik) ya.’ Saya di rumahsakit seminggu, pemulihan di rumah juga seminggu. Setelah itu, saya pilih latihan. Hanya dua minggu persiapan latihan. Syukur enggak ada apa-apa dan alhamdulillah, walau saya enggak izin dokter, saya lolos untuk Olimpiade Barcelona,” kata Rossy mengenang.
Meski gagal membawa pulang medali, Rossy dipercaya menjadi pembawa obor olimpiade. “Saya ikut bawa obor dengan berlari sepanjang rute 500 meter sama pelari Ethel (Hudzon). Saya sendiri nggak tahu kenapa bisa dipilih. Waktu itu saya dan Ethel dipanggil untuk mewakili kontingen dari Indonesia, itu saja. Tentu bangga rasanya,” sambung Rossy.
Setelah pensiun dan sudah memiliki empat putri yang acap dia sebut “Fantastic Four”, Rossy tetap bergelut di dunia tenis meja. Pada 2011, dia melatih timnas putri Indonesia di SEA Games 2011 Jakarta-Palembang. Rossy juga melatih tenis meja kontingen Jawa Barat di PON 2016.
Seakan gatal lantaran tak lagi menepok bola, Rossy kembali giat mengikuti beragam turnamen kecil. “Cuma sekarang-sekarang saya ikut veteran lagi. Desember (2017) lalu ikut Kejuaraan Asia-Pasifik di Jepang, saya kalah di delapan besar. Terakhir, di Cina, Januari 2018, saya dapat perak di nomor beregu putri,” tuturnya.
Kecintaan pada tenis meja membuat Rossy berharap kelak ada setidaknya satu dari empat putrinya yang bisa mengikuti jejaknya menjadi srikandi tenis meja.
Buah Cinta Tenis Meja
Meski beragam prestasi tenis meja telah diukirnya, Rossy mengaku prestasinya paling berkesan adalah di SEA Games 1993 Singapura. Saat itu, dia menyapu bersih emas di empat nomor yang diikutinya. Buahnya, “Kita dijamu di Istana. Ya dijamu makan, salaman. Kita juga dikasih wejangan bahwa apa yang kita perjuangkan adalah untuk negara, untuk membanggakan Indonesia,” ujarnya mengenang undangan kehormatan dari Presiden Soeharto itu.
Undangan ke Istana jelas bukan satu-satunya buah dari cinta dan kerjakeras Rossy di dunia tenis meja. Sejak amatir, dia telah memetik buah demi buah dari usahanya. “Sekolah juga gratis. Bisa keluar negeri pertamakali juga karena tenis meja (di Asia Junior Championship 1986 Nagoya, Jepang,” kata Rossy.
Bonus merupakan buah yang paling sering dipetik Rossy. Namun, bonus yang diterima atlet di eranya tak sebesar bonus atlet-atlet sekarang. “SEA Games 2011 saya jadi pelatih dan anak didik saya dapat perak dan perunggu. Bonusnya 750juta. (Ketika –red.) Saya sapu bersih empat emas (SEA Games 1993) hanya TV 14 inch. Jadinya ya jauh perbandingannya ya,” jelasnya.
Toh, besaran bonus tak mampu mengusik kecintaan Rossy pada tenis meja. “Arti tenis meja dalam hidup saya ya segalanya. Di tenis meja, terutama SEA Games, saya dari yang paling muda (di tim 1987) sampai yang paling tua (di tim 2001). Dari tenis meja saya juga bisa ketemu sama suami (Rany Kristiono),” tandas Rossy, yang dipinang Rany pada 2001.
Rangkaian Prestasi Rossy Syechabubakar:
Pekan Olahraga Nasional (PON)
-1985 (Mewaliki Jawa Timur): 1 Perak (Beregu), 1 Perunggu (Ganda Campuran)
-1989 (Jawa Timur): 4 Emas (Tunggal Putri, Ganda Putri, Ganda Campuran & Beregu)
-1993 (Kalimantan Timur): 3 Emas (Tunggal Putri, Ganda, Beregu), 1 Perunggu (Ganda Campuran)
-1996 (Jawa Barat): 1 Perak (Beregu), 3 Perunggu (Tunggal, Ganda, Ganda Campuran)
-2000 (Jawa Barat): 4 Perak (Tunggal, Ganda, Ganda Campuran, Beregu)
-2004 (Lampung): 1 Perak (Ganda), 2 Perunggu (Tunggal, Beregu)
-2008 (Sumatera Selatan): 2 Perunggu (Ganda, Beregu)
SEA Games
-1989: 2 Emas (Beregu, Ganda), 1 Perak (Tunggal), 1 Perunggu (Ganda Campuran)
-1991: 2 Emas (Tunggal, Ganda Campuran), 2 Perak (Ganda, Beregu)
-1993: 4 Emas (Beregu, Tunggal, Ganda, Ganda Campuran)
-1995: 2 Emas (Beregu, Ganda), 1 Perak (Tunggal), 1 Perunggu (Ganda Campuran)
-1997: 1 Emas (Beregu), 2 Perak (Tunggal, Ganda), 1 Perunggu (Ganda Campuran)
-1999: 3 Perunggu (Beregu, Ganda, Ganda Campuran)
-2001: 2 Perunggu (Beregu, Ganda)