NICKY Hayden memang tak menjalani masa-masa akhir kariernya di MotoGP sebagaimana pembalap pada umumnya lantaran ajal keburu menjemputnya. Namun, bukan berarti pentas balapan kuda besi paling populer itu tak menganggapnya sebagai legenda. Pihak MotoGP akan memensiunkan nomor keramatnya, 69, untuk menghormati mendiang racer asal Amerika Serikat itu.
“Hayden salah satu aset terbesar di paddock (MotoGP) dan teladan yang fantastis sebagai seorang pembalap, baik di dalam maupun di luar lintasan. Suatu keistimewaan buat saya menghormati warisannya dan memastikan nomor 69 tetap milik seorang legenda dan seorang juara,” tutur Carmelo Ezpeleta, bos Dorna Sports yang menaungi MotoGP, sebagaimana dimuat situs resmi MotoGP, 26 Januari 2019.
Secara resmi, penghormatan itu akan dihelat berbarengan dengan seri ketiga musim 2019 di Sirkuit Red Bull Grand Prix of The Americas, Austin, Texas, 14 April 2019 mendatang. Earl Hayden sang ayah tersanjung mengetahui mendiang putranya akan dihormati di negerinya.
“Untuk saya pribadi, penghormatan ini begitu spesial karena nomor 69 juga pernah saya pakai saat masih balapan dulu dan saya bangga Nicky memakainya ketika ia juga balapan. Atas nama keluarga, saya sangat berterimakasih pada Dorna yang menghormati Nicky dengan cara istimewa ini,” ujar Earl Hayden.
Nicky yang lahir di Owensboro, Kentucky, pada 30 Juli 1981, berasal dari keluarga pembalap. Puncak prestasi dipetik Nicky di musim 2006 bersama tim Repsol Honda, dia tampil cemerlang sepanjang musim dan menutupnya dengan gelar juara MotoGP.
Baca juga: Seteru Sengit di Sirkuit
Satu dekade berselang jadi momen terakhir pembalap berjuluk “The Kentucky Kid” itu di MotoGP, karena dia pindah ke pentas Superbike. Namun tragis, pada 17 Mei 2017, Hayden ditabrak mobil saat sedang bersepeda dekat Kota Rimini, Italia. Meski dirawat intensif di Rumah Sakit Maurizio Bufalini, Cesena, Hayden meninggal pada 22 Mei 2017, di usia 35 tahun.
Sosoknya dihormati lantaran prestasi dan perangainya. Hayden tak pernah tersandung skandal. Dia dianggap para pesaingnya sebagai pembalap paling ramah dan rendah hati. Tak heran, sosoknya sangat dihormati dan nomor keramatnya akan dipensiunkan sebagaimana lima legenda MotoGP lain. Berikut mereka yang nomornya diabadikan:
Kevin Schwantz – #34
Di era 1980-an, MotoGP “diinvasi” para pembalap Amerika Serikat. Satu di antaranya Kevin Schwantz yang kini dianggap salah satu legenda hidup paling dihormati di MotoGP. Di awal 1990-an, pembalap tim Lucky Strike Suzuki itu acap terlibat perseteruan sengit di lintasan dengan sesama racer AS, Wayne Rainey dari tim Marlboro Yamaha. “Keseruan persaingan mereka berakhir setelah Rainey kecelakaan di Misano, GP Italia 1993,” tulis Jeffrey Zuehlke dalam Motorcycle Road Racing.
Schwantz yang sepanjang kiprahnya dijuluki “The Texan Lion”, mengukir klimaks kariernya di MotoGP musim 1993 dengan merebut titel juara dunia kelas 500cc. Schwantz pensiun dua tahun berselang, pasca-serangkaian kecelakaan pada 1994 hingga awal 1995.
Majalah American Motorcyclist edisi Maret 1996 menulis, pada gelaran FIM Prize Giving Ceremony, medio Februari 1996, Schwantz dianugerahi FIM Motorcycle Merit Silver Medal. Penganugerahan itu sekaligus meresmikan pensiunnya nomor 34 yang –berasal dari nomor keramat pamannya, Darryl Hurst, eks pembalap motor dirt-track– selalu dipakai Schwantz saat balapan.
Loris Capirossi – #65
Kendati namanya tak sementereng Randy Mamola, Max Biaggi, atau Valentino Rossi, Capirossi merupakan satu dari skrup penting roda perubahan yang terjadi di MotoGP. Sejak debutnya di MotoGP (kelas 125cc) pada 1990 hingga pensiun di kelas 500cc pada 2011, pembalap berjuluk “Capirex” itu sudah mencicipi lima motor berbeda: Honda, Yamaha, Aprilia, Ducati, dan Suzuki. Kendati bergonta-ganti motor, nomor yang digunakannya tetap 65.
“Saat saya mulai balapan, otoritas (FIM/Federasi Balapan Internasional) memberi saya nomor 65 dan saya langsung menang di balapan perdana saya. Semenjak itu nomor itu tak pernah saya ganti,” ujar Capirossi saat diwawancara motorsport.com.
Sepanjang kariernya di MotoGP, Capirossi memenangi 29 dari 328 seri yang dijalaninya. Dua kali ia juara dunia MotoGP kelas 125cc (1990, 1991), sekali juara kelas 250cc (1998), dan dua kali juara tiga kelas teratas MotoGP.
Capirossi pensiun pada 2011. MotoGP lantas memensiunkan nomornya, 65. Setelah pensiun, Capirossi langsung digandeng otoritas MotoGP (FIM dan Dorna Sports) untuk dijadikan anggota panel Race Direction dan penasihat keselamatan balapan.
Daijiro Kato – #74
Dari sekian pembalap MotoGP asal Jepang, nama Daijiro Kato jadi satu yang paling dihormati. Kato memulai balapan profesionalnya pada 1993 di All Kyushu Area Championship.
Bakat dan kerja keras membawa racer kelahiran Saitama, 4 Juli 1976 itu ke MotoGP pada 1996 di mana dia bergabung dengan tim Honda di kelas 250cc. Musim 2001 jadi momen terbaiknya, Kato juara dunia kelas 250cc dan semusim berselang promosi ke kelas 500cc.
Tapi malang buat Kato kala baru menjalani seri pertama musim 2003, di GP Jepang yang dihelat di Sirkuit Suzuka pada 6 April. Kato, menurut laporan Daijiro Kato Accident Investigation Committee yang dirilis November 2003, kehilangan kendali atas motornya di lap ketiga hingga menabrak dinding pembatas. Tubuhnya terpental dan mendarat dengan wajah menghantam aspal.
Meski sudah dirawat intensif di Mie Prefectural General Medical Center, nyawa Kato tak tertolong dan dinyatakan meninggal pada 20 April 2003. Untuk menghormatinya, FIM memensiunkan nomor 74 dan dilarang dipakai pembalap di kelas manapun.
Shoya Tomizawa – #48
Namanya masuk buku sejarah MotoGP sebagai pemilik pole position pertama dan peraih podium tertinggi Moto2 pada seri pertama GP Qatar yang digelar di Sirkuit Losail, 11 April 2010. Momen itu menandai diluncurkannya kelas Moto2 sebagai pengganti kelas 250cc dan Moto3 sebagai pengganti kelas 125cc di MotoGP.
Ironisnya, beberapa bulan setelah itu Tomizawa mengalami kecelakaan hebat di lap ke-12 saat mengikuti GP San Marino di Sirkuit Misano pada 5 September 2010. Menukil Moto Matters, 5 September 2010, Tomizawa yang tergelincir dari trek dan terhantam motor Alex de Angelis dan Scott Redding yang tak mampu menghindar. Tomizawa dilarikan ke rumah sakit di Riccione, namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan tewas di hari yang sama.
Segenap stakeholder MotoGP berduka untuk racer tim Suter Technomag-CIP berusia 19 tahun itu. Dua pekan berselang di GP Aragón, dihelat hening cipta untuk mengenangnya. FIM dan Dorna juga memensiunkan nomor 48 khusus di kelas Moto2.
Di akhir musim 2010, semua pembalap mem-voting nama Tomizawa sebagai pemilik Trofi Michel Métraux, penghargaan yang diberikan setahun sekali untuk pembalap terbaik Moto2. Redding mengenang sosoknya dengan membuat tato nomor 48. “Ini nomor miliknya (Tomizawa), jadi kami akan selalu bersama melaju ke arah yang sama. Dia bersama saya, mendukung saya dan kami akan selalu balapan bersama,” ujar Redding, dikutip Reuters, 27 Maret 2014.
Marco Simoncelli – #58
Selain nyentrik, Marco Simoncelli punya bakat menjanjikan. Pembalap berambut kribo itu digadang-gadang sebagai pengganti Valentino Rossi.
Nahas, pembalap yang sering nekat saat bermanuver di lintasan itu justru keburu tewas di usia muda, 24 tahun. “Super Sic”, julukan SImoncelli, tewas di Sirkuit Sepang saat GP Malaysia, 23 Oktober 2011. Tragedi itu bikin geger. Ucapan duka juga mengalir dari gelanggang Formula One hingga arena sepakbola Serie A Italia.
Pembalap tim San Carlo Honda Gresini bernomor 58 itu tergelincir di lap kedua, kepala dan tubuhnya terhantam motor Rossi dan Colin Edwards. Race Direction di situs MotoGP, 24 Oktober 2011, menyatakan nyawa Simoncelli tak tertolong meski sudah dilakukan beragam upaya selama 45 menit di klinik Sirkuit Sepang. “Ia mengalami trauma hebat di bagian kepala, leher, dan dada. Kami harus menyatakan ia tewas pada pukul 16.56,” kata Michele Macchiagodena, anggota tim dokter FIM.
Untuk menghormatinya, Dorna Sports memensiunkan nomor 58 khusus di kelas MotoGP, medio September 2016, atau lima tahun setelah peresmian pengabadian nama Simoncelli di Sirkuit Misano menjadi Misano World Circuit Marco Simoncelli.
Baca juga: Konflik Valentino Rossi, Dulu dan Kini
“Nomor ini (58) mulai sekarang milik keluarga Simoncelli. Kami tidak akan menggunakannya untuk siapapun, kecuali keluarga memutuskan seseorang diberi keistimewaan menggunakan nomor ini,” ujar Carmelo Ezpeleta, CEO Dorna Sports, dikutip Fox Sports, 9 September 2016.