KETIKA dalam perjalanan kembali dari Bandung ke Jakarta, Jang Yunwon, pencari suaka asal Korea, sekonyong-konyong dihampiri polisi militer Jepang. Ia ditangkap dan dibawa ke markas polisi militer ke-16 di Thamrin, Jakarta. Penangkapan itu terjadi tak lama setelah Jepang menguasai Indonesia.
Jang Yunwon menjadi salah satu korban tahap pertama operasi Pencarian Pengkhianat yang dilancarkan Tentara ke-16 AD Jepang. Ia, menurut Kim Moon Hwan, kolumnis harian berbahasa Korea di Indonesia Hanin News, merupakan orang Korea pertama yang menetap di Indonesia.
Jang Yunwon menjadi buron setelah memberikan bantuan dana untuk gerakan perlawanan rakyat Korea pada 1 Maret 1919. Dia kemudian mencari suaka ke Beijing sampai akhirnya menetap di Batavia dan menjadi penasihat Gubernur Jenderal Hindia untuk urusan Jepang sebelum akhirnya ditangkap.
Baca juga: Gerilyawan Korea di Pihak Indonesia
Jang Yunwon yang ditahan selama beberapa hari di Markas Polisi Militer di Thamrin, mengalami penyiksaan dan pemukulan sebelum dipindah ke Penjara Glodok. Beberapa hari setelahnya, Jang Yunwon dipindahkan ke Penjara Salemba. Bersama 50 tahanan lain yang sebagian orang kulit putih, Jang dipaksa berjalan kaki dari Glodok ke Salemba. “Ini adalah cara Jepang mempermalukan orang kulit putih,” kata Kim Moon Hwan dalam Seminar Memperingati 100 tahun Pergerakan 1 Maret 1919 di Unika Atma Jaya (4/03/2019).
Sementara Jang Yunwon dipenjara, orang-orang Korea ditugaskan oleh tentara Jepang untuk menjadi sipir bagi tahanan perang. Ada sekira 14 ribu orang Korea yang dikirim Jepang ke Indonesia untuk keperluan menjaga penjara di Jakarta, Bandung, Cilacap, Surabaya, dan Malang.
Namun, orang-orang Korea yang dikirim ke Indonesia tak semua bertugas menjaga penjara. “Selama bertugas di Indonesia, mereka juga jadi pengajar Heiho. Lewat sana orang-orang Korea berinteraksi dengan orang Indonesia. Mereka berbagi nasib yang sama, dijajah Jepang,” kata Rostineu, Dosen Bahasa dan Budaya Korea UI, yang juga menjadi pembicara seminar.
Para sipir Korea itu tak tahan dengan sikap semena-mena Jepang. Ketika Jepang makin terdesak dalam Perang Dunia II, kontrak kerja mereka diperpanjang sepihak oleh Jepang. Para sipir Korea itu pun melawan, namun kalah dan dihukum.
Meski berpakaian militer Jepang, sebagian dari mereka antipati terhadap Jepang. Perasaan senasib sebagai kaum terjajah dan diperlakukan sewenang-wenang oleh Jepang ini membuat beberapa orang Korea memilih ikut andil dalam perjuangan Indonesia. Faktor geografis tak jadi penghalang untuk melawan penjajahan bersama bangsa lain. “Di Garut empat orang Korea terlibat dalam perlawanan terhadap Jepang. Mereka ikut terjun ke medan perang,” kata Hendi Johari, pembicara seminar.
Baca juga: Pemberontakan Korea di Tanah Jawa
Pasca-kekalahan Jepang, orang-orang Korea di Indonesia ini mengalami masa sulit. Di satu sisi, mereka khawatir dibabat habis tentara Sekutu sebagai pemenang perang, di sisi lain, kembali ke kampung halaman menjadi hal yang muskil dilakukan.
Jang Yunwon yang kemudian bebas setelah Jepang kalah, mendirikan HImpunan Rakyat Korea di Jawa pada 1 September 1945. Himpunan ini menyatukan orang-orang Korea yang berusaha kembali ke negerinya. Meski demikian, sedikit yang berhasil pulang. Jang Yunwon sendiri tetap tinggal di Jakarta sampai meninggal tahun 1947.