Masuk Daftar
My Getplus

Posisi AURI dalam Insiden Laut Aru

AURI disalahkan dalam insiden tenggelamnya KRI Matjan Tutul. Benarkah tuduhan itu?

Oleh: Martin Sitompul | 17 Jan 2020
Suryadarma saat dilantik sebagai perwira Bintang Empat pertama oleh Presiden Sukarno pada 17 Juli 1959. Sumber: Bapak Angkatan Udara: Suryadi Suryadarma karya Adityawarman Suryadarma.

Petaka terjadi di Laut Arafuru (Aru) pada 15 Januari 1962. Satu dari tiga kapal Motor Torpedo Boat (MTB) AL bernama KRI Matjan Tutul tenggelam kena sergapan kapal perang Belanda. Misi pendaratan di Pantai Selatan Papua itu berakhir dengan kegagalan sekaligus kekalahan telak. Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu, Deputi Kepala Staf AL Komodor Josaphat Soedarso yang berada dalam KRI Matjan Tutul gugur.  

Pada 19 Januari, Presiden Sukarno menggelar rapat Dewan Pertahanan Nasional di Istana Bogor. Sejumlah perwira tinggi hadir, termasuk Kepala Staf AD, Kepala Staf AU, Kepala Staf AL, dan Kepala Kepolisian RI. Dengar pendapat dalam pertemuan itu menimbulkan friksi antar matra. Angkatan Udara (AURI) dianggap tidak memberikan perlindungan yang memadai dalam operasi inflitrasi tersebut.

Salah satu perwira yang mencerca pihak AURI ialah Kolonel Moersjid, Asisten II/Operasi Kepala Staf AD. Moersjid dikenal sebagai perwira pemberani dengan tempramen tinggi. Tidak heran dalam rapat tersebut, Moersjid bicara blak-blakan.

Advertising
Advertising

“Saya tak pedulikan semuanya. Pangkat saya hanya kolonel, pangkat paling rendah dari seluruh hadirin di ruangan tersebut. Saya nothing to lose, maka saya beberkan saja semuanya dengan lugas,” ujar Moersjid sebagaimana terkisah dalam biografi Laksamana Sudomo:Mengatasi Gelombang Kehidupan.

Baca juga: 

Moersjid, Jenderal Pemarah yang Disegani Sukarno

Secara emosional Moersjid menceritakan apa yang dialaminya selama ada di palagan Arafuru.  Ketika kejadian berlangsung, Moersjid merupakan perwira AD berpangkat tertinggi yang berada di KRI Harimau. Hidup Moersjid akan berakhir di Laut Aru seperti Jos Soedarso andai saja Kolonel (AL) Soedomo tidak memindahkannya dari KRI Matjan Tutul ke KRI Harimau.

“Omong kosong AURI mampu menjaga wilayah udara Indonesia up to the minute, omong kosong karena tak seekor pun (pesawat) capung muncul ketika kapal kami diserang…” ujar Moersjid.

AURI Tidak Didengarkan

Menurut Marsekal Madya (Purn.) Ris Wiryo Saputro, wajar bila Moersjid melampiaskan uneg-unegnya. Moersjid nyaris saja mati dalam pertempuran itu. Efeknya, dia menyalahkan matra lain, dalam hal ini AURI.

Wiryo Saputro tahu persis mengenai tingkat legalitas dan kerahasian operasi infiltrasi ini. Dia merupakan perwira AURI yang ditunjuk mewakili AURI dalam Komando Operasi Tertinggi  (KOTI) dengan jabatan sebagai perwira operasi. Presiden Sukarno menugaskannya untuk mengurusi semua operasi yang dilakukan oleh AURI, termasuk operasi pembebasan Irian Barat.

Baca juga: 

Infiltrasi Nekat ke Irian Barat

Dalam suatu rapat staf menjelang Peristiwa Laut Aru, Wiryo Saputro dimintai pendapat mengenai bagaimana andil AURI dalam operasi. Hadir juga dalam rapat tersebut petinggi AL seperti Soedomo dan Kamaluddin Djamil. Pada forum itu dapat diketahui kemampuan AURI belum cukup menunjang apabila terjadi pertempuran terbuka dengan Belanda.  

Kepada sejarawan Saleh Djamhari dari Pusat Sejarah ABRI, Wiryo mengatakan bahwa AURI tidak memiliki apa-apa dalam hal ofensif. AURI hanya bisa menyediakan pesawat Hercules untuk membantu mengangkut pasukan yang akan didrop ke tempat pangkalan MTB di Kepulauan Aru. Selain itu, AURI belum siap betul dari segi alat utama sistem persenjataan maupun sarana pendukung seperti kesiapan pangkalan udara dan keterbatasan bahan bakar avtur. Sehingga menurut Wiryo

“Jadi AURI waktu itu tidak siap memberikan Air Cover (perlindungan udara) dalam rencana Laut Aru,” kata Wiryo Saputro sebagaimana ditulis Saleh dalam Trikomando Rakyat: Pembebasan Irian Barat.

Baca juga: 

Yang Terkubur di Laut Lepas

Meski telah mengetahui kontribusi AURI tidak seperti yang diharapkan, pimpinan operasi tetap pada rencananya. Tiga kapal MTB yang tidak dilengkapi peluru torpedo itu bergerak menuju Kaimana di Pantai Selatan Papua.  Sebagaimana dicatat Julius Pour dalam Konspirasi Di Balik tenggelamnya Matjan Tutul, setiap MTB membawa 30 ABK dan sekitar 40 infiltran yang terdiri dari putra-putra daerah Papua. Jumlah ini diluar kapasitas lumrah kapal MTB yang seyogianya memuat 20-an orang penumpang.  

Sewaktu mereka mau berangkat, ujar Wiryo Saputro, AURI jelas tidak dilibatkan. Operasi inipun terbilang nekat. “Jadi sebenarnya pihak AL mengetahui bahwa AURI tidak siap memberikan air cover waktu itu termasuk Jos Soedarso dan juga staf AL di KOTI, dan dalam rapat telah saya sampaikan permasalahan ini, tapi mereka nekad saja,” katanya.

AURI Disudutkan

Setelah insiden di Laut Aru, AURI dipersalahkan dan jadi bulan-bulanan. Moersjid dari pihak AD meluapkan kegeramannya lewat kecaman kepada AURI. Dia menilai AURI tidak becus memberikan pertolongan bagi Matjan Tutul dari serangan Belanda.  

Sikap serupa juga diperlihatkan Kepala Staf AL Laksamana Eddy Martadinata. Menurut wartawan kawakan Rosihan Anwar dalam Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik, 1961-1965, Martadinata dikabarkan sampai menangis ketika mendengar Jos Soedarso – kawan seperjuangannya – gugur.

Saat Presiden Sukarno menghelat rapat terbatas antar panglima lintas matra (AD, AU, dan AL) Martadinata tampak memendam emosi. Begitu memasuki ruang rapat secara spontan Martadinata langsung menunjuk muka Kepala Staf AU Laksamana (Udara) Suryadi Suryadarma Suryadarma. “Mengapa AURI tidak membantu kapal saya?!” tanya Martadinata sebagaimana terkisah dalam Bapak Angkatan Udara: Suryadi Suryadarma karya Adityawarman Suryadarma. Martadinata kian dongkol kala mendengar keterangan Suryadarma yang mengatakan ketidaksanggupannya menyediakan pesawat pencari jasad Jos Soedarso.

Baca juga: 

Ketika Si Bung Murka

Atas tragedi ini, Presiden Sukarno berang, terutama waktu mendengar omelan Moersjid. Kepemimpinan Suryadarma pun digugat. Namun menurut Wiryo Saputro, Sukarno sendiri berada dalam dilema karena sedari awal telah mengetahui posisi AURI dan seperti apa permasalahan yang dihadapi..  

Sebagai bentuk pertanggungjawaban dan juga desakan angkatan lain, Suryadarma menyatakan mundur dari jabatan Kepala Staf AU. Presiden Sukarno menyetujuinya dan mengganti Suryadarma dengan Kolonel (Penerbang) Omar Dani. Namun untuk menyelamatkan wajah Suryadarma, Sukarno tetap mengangkatnya sebagai penasihat militer. Dengan demikian, meredalah ketegangan antar angkatan yang bermula dari petaka Laut Aru.   

TAG

insiden-arafuru tni au sejarah-auri haridharmasamudra

ARTIKEL TERKAIT

Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Kisah Pasukan Gabungan AURI-ALRI Menahan Gempuran Belanda Seragam Batik Tempur Komando Terakhir Komodor Yos Sudarso Sosok Sukarno dan Pak Dirman dalam Kadet 1947 Tragedi Pesawat Angkatan Udara di Mata Utami Suryadarma Yos Sudarso Sebelum Pertempuran di Laut Aru Petualangan Evertsen, dari Arktik hingga Arafura Jajan Tahu Pakai Pesawat Mustang Peristiwa di Malang yang Terus Dikenang