OKTOBER 1945, Sukabumi dicekam peperangan. Para pemuda dan tentara bersiap menghadapi konvoi pasukan Inggris yang kerap melintasi kota kecil itu. Para penduduk sipil yang tinggal di pinggir jalan besar sudah mengungsi ke pedalaman.
“Dengan empat batalyon (sekitar 4000 prajurit) dan ribuan anggota lasykar, kami bertekad menghancurkan Inggris yang akan memasuki wilayah kami dari Jakarta menuju Bandung,” kenang Letnan Kolonel (Purn) Eddie Soekardi, eks Komandan Resimen ke-13 TKR.
Baca juga: Inggris Dipecundangi Pejuang Indonesia
Selaku panglima tertinggi saat itu, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo tidak bisa diam saja. Berangkat langsung dari di MBTKR Yogyakarta, ia lantas bergerak menuju Sukabumi, guna melihat langsung situasi palagan menjelang adu nyawa terjadi. Singkat cerita, bertemulah Pak Oerip (panggilan akrab para prajurit TKR kepada Oerip Soemohardjo) dengan Letnan Kolonel Eddie Soekardi di Sukabumi.
“Dalam rapat yang dilakukan menjelang sore hari di Markas Resimen, Pak Oerip membicarakan soal situasi dan persiapan begitu detail dengan kami…” kenang Eddie.
Rapat selesai menjelang malam. Tetiba, Oerip mendekati Eddie. Sambil bicara pelan, ia bertanya: apakah tidak merepotkan jika dirinya menginap semalam di Sukabumi? “Kamu tidak usah repot-repot, Ed. Soldadu kan bisa tidur di mana saja, terlebih dalam situasi darurat perang seperti ini,” ujar Oerip.
Tentu saja Eddie tidak bisa menolak permintaan sang komandan. Dengan agak segan, ia lantas mempersiapkan rumah munggilnya yang hanya memiliki dua kamar. Oerip lalu ditempatkan di kamar adik iparnya, Nana Kurnaesih. “Untuk pengamanan, saya perintahkan enam prajurit berjaga di halaman rumah saya,” kata lelaki kelahiran Sukabumi 18 Februari 1916 itu.
Bukannya istirahat, malam harinya, Oerip kembali mengajak Eddie berbincang-bincang. Topiknya: masih sekitar persiapan perang. Dengan seksama, Oerip menanyakan secara lebih detail perlengkapan Resimen TKR Sukabumi. Betapa kagetnya Oerip saat diberitahu Eddie bahwa sebagian besar granat yang dimiliki TKR Sukabumi merupakan buatan sendiri.
“Itu granat macam apa?” tanya Oerip penasaran
“Granat tangan, Pak. Tapi bukan granat nanas. Dibikin dari potongan-potongan pipa besi seukuran 4 cm, kemudian diisi mesiu, paku-paku dan potongan kecil besi…” jawab Eddie. Tak ada komentar dari Oerip, kecuali anggukan kepalanya. Pembicaraan pun terus berlanjut sampai waktu memasuki dinihari.
Baca juga: Alat Perang Made in Republik
Usai subuh, sang jenderal pamit melanjutkan perjalanannya ke arah Bandung. Dalam iringan suara kokok ayam, mobil usang yang ditumpanginya membelah udara berkabut Sukabumi.
“Itu adalah pertemuan pertama saya yang mengesankan dengan Pak Oerip,” kenang Eddie.
Oerip memang tipikal komandan lapangan yang baik. Di mana ada gejolak, dipastikan sang jenderal hadir di sana. Tidak hanya terbatas di barat Jawa saja. Kota-kota terdekat dari Yogyakarta, tak luput dari kunjungannya. Termasuk saat ribut-ribut bentrok antara pejuang Indonesia dengan Inggris-Belanda di Magelang pada awal November 1945, Oerip pun datang ke sana, menyertai Presiden Sukarno.
“Presiden datang ke Magelang untuk menyerukan penghentian tembak-menembak antara pasukan kita dengan tentara Inggris dan Belanda,” tulis Jenderal (Purn.) A.H. Nasution dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid 2.
Bahkan disebutkan sejarawan Rushdy Hoesein, Oerip pun pernah melakukan safari militer di wilayah Sumatera. “Itu bukan isapan jempol, gambarnya sempat diabadikan IPPHOS kok,” ungkap Rushdy menyebut kantor berita foto pertama di Republik Indoensia tersebut.
Terbiasa dengan suasana perang, Oerip menjadi sosok yang tenang kala menghadapi bahaya. Saat mengikuti rombongan pejabat pemerintah Indonesia dan para perwira tinggi TKR pada akhir 1945, mereka dihadang oleh seorang tentara Jepang yang tengah frustasi di luar Semarang. Kontan semua anggota rombongan panik termasuk Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin.
“Hanya Si Tua (panggilan akrab para pejabat RI kepada Oerip) yang terlihat tetap tenang dan melinting rokok klobotnya… “ kisah Amir seperti dinukil oleh Rochmah Soemohardjo Soebroto dalam buku Oerip Soemohardjo, Letnan Jenderal TNI (22 Februari 1893-17 November 1948).
Baca juga: Sang Jenderal di Rapat Koboy
Maut juga nyaris mengambil nyawa Oerip saat ia melakukan kunjungan ke wilayah Dramaga, Bogor. Ceritanya, usai menginspeksi pasukan di Cikampek, Lemah Abang (Karawang), Cileungsi dan Cibinong pada Februari 1946, Oerip bergerak menuju Bogor. Rencananya ia akan mengunjungi basis pasukan di wilayah Dramaga.
Namun begitu sampai di Bogor saat senja, rombongan Oerip menyadap informasi bahwa akan ada serbuan mendadak oleh tentara Inggris ke posisi TKR Bogor di Ciampea pada besok pagi. Diperkirakan mereka akan bergerak dari arah Dramaga. Maka bergeraklah rombongan MBTKR itu ke arah Dramaga.
Tanpa sepengetahuan Oerip, Mayor Toha dari Resimen TKR Bogor lantas memerintahkan Letnan Satu Bustomi untuk memasang ranjau darat dan bom batok (sejenis ranjau yang bentuknya seperti batok kelapa) di jalanan menuju Dramaga.
“Itu dilakukan oleh Mayor Toha, untuk mencegah tentara Inggris masuk ke Markas Resimen Bogor,” kisah Kolonel (Purn.) A.E. Kawilarang dalam biografinya: Untuk Sang Merah Putih.
Serbuan tentara Inggris ternyata benar-benar terjadi. Pertempuran pun berlangsung dari pagi hingga senja. Karena sudah mendapatkan jaminan bahwa jalur Bogor-Ciampea-Dramaga telah aman, malam harinya, Oerip dan rombongan bermaksud melanjutkan perjalanan yang tertunda ke Dramaga.
Beberapa saat sebelum rombongan Pak Oerip berangkat, tiba-tiba Mayor Toha ingat akan ranjau darat dan bom batok yang sempat dipasang Letnan Satu Bustomi di sepanjang jalur Dramaga. Hatinya ketar-ketir. Ia lantas memanggil Bustomi.
“Bustomi, apa ranjau-ranjau itu sudah diangkat?” tanya Mayor Toha begitu Letnan Bustomi muncul di depannya.
“Belum, Mayor” jawab Bustomi
“Lekas kau angkat!” sergah Mayor Toha dalam wajah pucat. Terbayang olehnya, rombongan KSO TKR melewati jalur tersebut dan menginjak ranjau-ranjau yang dipasang pasukannya. Pasti akan menjadi skandal nasional!
Berpacu dengan rombongan Oerip, Letnan Satu Bustomi lantas membawa pasukan penjinak ranjau ke jalur Dramaga. Beruntung setengah jam sebelum rombongan Oerip melintas jalan itu, ranjau-ranjau darat dan bom-bom batok sudah berhasil diangkat.
“Tuhan masih melindungi Pak Oerip dan rombongan” ujar Kawilarang yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Resimen Bogor berpangkat mayor.
Baca juga: Tewasnya Perwira Australia di Bogor
Alhasil, Oerip pun beretemu denga jajaran pimpinan Resimen Bogor sekaligus memberikan semangat kepada para prajurit TKR yang tengah bersiap menghadapi pasukan Inggris. Mengenai ranjau-ranjau yang nyaris meledak, Kawilarang sendiri tak pernah memberitahukan soal itu kepada Oerip.