Masuk Daftar
My Getplus

Kata DKP Prabowo Bersalah

Para anggota DKP dulu memeriksa perkara ketidakdisiplinan Prabowo. Di antara yang memberi tandatangan, kini ada yang mendukung Prabowo.

Oleh: Petrik Matanasi | 29 Feb 2024
Presiden menyematkan pangkat jenderal kehormatan kepada Menhan Prabowo Subiantor, Rabu (28/2/24). (Tangkapan layar Youtube)

Presiden Joko Widodo memberikan kenaikan pangkat Jenderal (kehormatan) kepada Menhan Prabowo Subianto kemarin, Rabu, 28 Februari 2024. Pemberian itu sontak menimbulkan pro-kontra publik. Banyak kritikan pun menghampiri keputusan presiden tersebut.

Salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan. Menurutnya, pemberian pangkat tersebut ilegal. Hasan mengacu pada, pertama, UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

“Bintang sebagai pangkat militer untuk perwira tinggi hanya berlaku untuk TNI aktif, bukan purnawirawan atau pensiunan,” kata Hasan, dikutip Kompas.com, 28/2/24.

Advertising
Advertising

Lalu, masih menurut Hasan, jika mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, nama Prabowo tidak termasuk ke dalam kualifikasi. Pun bila mengacu pada Peraturan Menteri Pertahanan No. 18 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengajuan Hak atas Penghormatan dan Penerimaan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan bagi Prajurit dan Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pertahanan. Dan yang terpenting, Prabowo berhenti dari militer karena diberhentikan, bukan karena pensiun.

“Dengan demikian, keabsahan pemberian bintang kehormatan itu problematik. Sebuah kontradiksi jika sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran, kemudian dianugerahi gelar kehormatan kemiliteran,” sambung Hasan.

Pemberian kenaikan pangkat itu juga memancing pemberitaan berbagai media asing. Associated Press (AP), yang berbasis di New York, mengeluarkan berita dengan judul gamblang soal masa lalu Prabowo, “Indonesia’s Likely Next President Made 4-Star General Despite Links to Alleged Human Rights Abuses”. Dalam alinea pembukanya, AP menulis:

“Presiden Indonesia Joko Widodo pada hari Rabu menganugerahkan pangkat jenderal kehormatan bintang empat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, mantan perwira tinggi militer yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia dan muncul sebagai pemenang pemilihan presiden 14 Februari.”

Dengan angle serupa, media Inggris The Guardian menurunkan berita lebih mendalam dengan judul “Indonesia Activists Condemn Four-star General Rank for Presumed President”. The Guardian mendasarkan beritanya pada pendapat aktivis Wahyu Susilo, yang merupakan saudara kandung Wiji Thukul, aktivis penentang kediktatoran Orde Baru yang hingga kini tak diketahui keberadaannya.

“Bagi para keluarga korban seperti saya, ini adalah pengkhianatan Jokowi atas janji politiknya untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu,” kata Wahyu, dikutip www.theguardian.com, 28 Feberuari 2024.

 

Keputusan DKP

Prabowo diberhentikan dari dinas militer lewat Surat Keputusan Dewan Kehormatan Nomor: Kep/03/VIII/1998/DKP. Salinan surat tersebut sebenarnya sudah lama beredar. Di dalamnya disebutkan beberapa kesalahan seorang bernama Prabowo Subianto —kala itu 47 tahun dan berpangkat Letnan Jenderal TNI— setelah dilakukan tiga kali pemeriksaan.

DKP menemukan bahwa Letnan Jenderal Prabowo Subianto telah melakukan beberapa kesalahan. Salah satunya adalah, “melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi wewenangnya tetapi menjadi wewenang Pangab.” 

Lalu, Prabowo dianggap bersalah dalam Pelibatan Satgas di Tim-Tim dan Aceh; Pembebasan sandera di Wamena, Irian Jaya (kini Papua) dan Pelibatan Kopassus dalam pengamanan presiden di Vancouver, Kanada. 

Ketika menjadi Komandan Jenderal Kopassus, Prabowo disebut dalam surat tersebut telah, “Memerintahkan Kolonel Inf Chairawan (Dan Grup-4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono untuk melakukan pengungkapan, penangkapan dan penahanan aktivis kelompok radikal dan PRD yang diketahuinya bukan menjadi wewenangnya yang mengakibatkan Andi Arief, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Nezar Patria, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyojati, Faisol Reza, Pius Lustrilanang dan Desmond J Mahesa menjadi korban.”

Tentang penculikan tersebut, masih menurut Surat DKP, Kolonel Chairawan, Mayor Bambang serta para perwira dan bintara yang terlibat meyakini kebenaran tugas penculikan itu.

“Kolonel Inf Chairawan, Mayor Inf Bambang, para Perwira dan para Bintara anggota Satgas Merpati dan Satgas Mawar yakin akan kebenaran tugas karena menurut Danjen ‘sudah dilaporkan ke Pimpinan’ dan ‘atas perintah Pimpinan’.”

Padahal, sebagaimana dimuat surat tadi, Prabowo tidak melaporkan operasi yang dilakukan tersebut kepada Panglima ABRI (Pangab) yang dijabat Jenderal Feisal Tanjung. Prabowo baru melapor pada awal April 1998 setelah adanya desakan dari Kepala Badan Intelijen ABRI Mayor Jenderal Zakcy Anwar Makarim.

Dalam surat itu juga dinyatakan Prabowo tidak melibatkan staf organik dalam prosedur staf, pengendalian, dan pengawasan. Lalu, Prabowo dinyatakan sering ke luar negeri tanpa izin KSAD ataupun Pangab.

Prabowo dipersalahkan oleh para letnan jenderal DKP karena “cenderung pada kebiasaan mengabaikan sistem operasi, hierarki, disiplin dan hukum yang berlaku dilingkungan ABRI.” Oleh para jenderal DKP, Prabowo dianggap telah berlaku tidak profesional dan bertanggungjawab sebagai perwira atau komandan. Intinya, Prabowo dicap melakukan tindakan tidak patut.

Atas tindakannya itu, DKP pada 21 Agustus 1998 berpendapat dan merekomendarikan agar Letnan Jenderal TNI Prabowo Subianto “ dijatuhkan hukum administrasi berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.”

Prabowo lalu diberhentikan dengan hormat. Dia dapat uang pensiun berdasar Surat Keputusan Presiden nomor 62 tahun 1998 yang dikeluarkan Presiden BJ Habibie.

 

Para Jenderal DKP

Dewan Kehormatan Perwira (DKP) merupakan sekelompok letnan jenderal yang memeriksa perkara tersebut. Ketua DKP adalah KSAD Jenderal TNI Subagyo Hadi Siswoyo dan Wakil Ketua adalah Letnan Jenderal Fachrul Razi. Sekretaris DKP Letnan Jenderal Djamari Charniago. Sedangkan para anggota DKP adalah: Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Letnan Jenderal Yusuf Kartanegara, Letnan Jenderal Agus Gumelar, dan Letnan Jenderal Arie Jeffrey Kumaat.

Para jenderal DKP itu umumnya tergolong “Baby Boomers” yang lahir setelah 1945. Hanya Yusuf kartanegara dan Arie Kumaat yang lahir sebelum 1945. Para letnen jenderal itu kesemuanya lebih tua usianya daripada Prabowo. Kini, semuanya telah pensiun dari TNI. Arie Kumaat bahkan sudah lama tutup usia, pada 13 Januari 2002.

Hanya SBY jenderal DKP yang satu angkatan dengan Prabowo ketika masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Namun SBY lulus –tahun 1973– setahun lebih dulu dari Prabowo –1974. Dalam Pilpres 2024 ini, SBY beserta Partai Demokrat yang didirikannya mendukung Prabowo menjadi calon Presiden RI.

Sementara, dengan Subagyo, Prabowo tampaknya punya hubungan cukup baik. Subagyo yang lebih senior setidaknya mendukung Prabowo menjadi presiden.

Sedangkan Agum Gumelar, dalam dua Pilpres sebelumnya selalu berseberangan dengan Prabowo. Agum sering menyinggung soal pemberhentian Prabowo di masa-masa Pilpres. Namun dalam Pilpres 2024 ini, Agum menjadi Dewan Pembina dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.

Sementara itu, Fachrul Razi yang sempat menjadi menteri agama di kabinet Joko Widodo, dalam Pilpres kali ini tak mendukung Prabowo. Ia masuk ke dalam Tim Nasional Pemenangan Capres-Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin).

Meski Prabowo telah bersalah menurut pemeriksaan DKP dan akhirnya diberhentikan, pada 2019 Prabowo dijadikan menteri pertahanan oleh Presiden Joko Widodo yang dua kali menjadi rivalnya dalam Pilpres (2014 dan 2019). Setelah unggul dalam Pilpres 2024, Prabowo yang 25 tahun lalu diberhentikan dari TNI itu diberi kenaikan pangkat menjadi jenderal kehormatan pada 28 Februari 2024 ini.

TAG

prabowo subianto dkp hakasasimanusia orde baru

ARTIKEL TERKAIT

Pengawal-pengawal Terakhir Sukarno* Dagelan Hukum The Trial of the Chicago 7 Lebaran dan Natalan Terakhir Bersama Wiji Thukul Mengintip Belakang Layar Nyanyian Akar Rumput Hanyut dalam Nyanyian Akar Rumput Mereka yang Menuntut Keadilan Enam Lima Jenderal Belanda Tewas di Lombok Letnan Rachmatsyah Rais Gugur saat Merebut Tank Belanda Dulu Tentara Kudeta di Medan