Masuk Daftar
My Getplus

Siapa Jaka Tingkir?

Ayahnya meninggal karena pembunuhan. Dia kemudian menggunakan kecerdikan untuk menjadi raja.

Oleh: Sulistiani | 12 Agt 2022
Raden Jaka Tingkir melawan kerbau. (leidenspecialcollectionsblog.nl).

Dari sekian banyak karya sastra Jawa klasik, ada satu yang berjudul Babad Jaka Tingkir. Babad tersebut unik lantaran di dalamnya tidak ditemukan tokoh Jaka Tingkir.

Jaka Tingkir, menurut Nancy Florida dalam Writing The Past, Inscribing The Future, merupakan tokoh legendaris pendiri kerajaan Islam pertama di pedalaman Jawa Tengah. Ia berayah Ki Kebo Kenanga yang berasal dari wilayah Pengging dekat Boyolali.

Dalam Babad Jaka Tingkir hasil transliterasi Moelyono Sastronaryatmo diceritakan, ada seorang anak bernama Mas Karebet. Ia merupakan anak dari Ki Ageng Pengging dan keponakan dari Ki Ageng Tingkir.

Advertising
Advertising

Ayah Mas Karebet wafat di tangan Sunan Kudus atas perintah Sultan Demak, Raden Patah. Mas Karebet lalu diasuh oleh bibinya, Nyi Ageng Tingkir. Kendati tidak dituliskan secara pasti bahwa Mas Karebet adalah Jaka Tingkir, kemungkinan kedua nama itu adalah orang yang sama dapat dipastikan dari tempat Mas Karebet hidup. Ada cerita tutur mengisahkan bahwa para penguasa Pajang merupakan keturunan dari para penguasa Pengging.

Baca juga: Jaka Tingkir dan Kekuasaan Demak

Jaka Tingkir Menjadi Raja

Meskipun ayahnya dibunuh atas perintah sultan, Jaka Tingkir tetap belajar dan mengabdikan diri ke Demak. Jaka Tingkir bahkan berhasil menjadi abdi dalem Sultan Trenggana.

“Kemampuannya di pertempuran sempurna, ia naik dengan cepat melalui pangkat. Tak lama, pemuda ini telah mencapai pangkat komandan yang sangat tinggi serta pengawal elite Sultan Trenggana,” tulis Nancy Florida.

Akan tetapi Jaka Tingkir harus menelan nasib pahit karena ulahnya. Ia dipecat saat menyeleksi prajurit Demak.

“Semua berjalan dengan baik sampai Tingkir, muak dengan Dhadhungawuk kemudian menikamnya dengan sadak (penjepit rambut, atau—dalam penggunaan modern—daun sirih yang digulung). Dhadhungawuk mati lalu Jaka Tingkir memerintahkan penjaga untuk memotong-motong tubuh itu. Sultan ngeri ketika mendengar berita kekejaman ini sampai padanya. Tingkir dicopot dari komandonya dan diasingkan dari kerajaan,” sambung Nancy Florida.

Baca juga: Legenda Kota Suci Demak

Selama masa pengasingan, Jaka Tingkir mengasah kemampuannya. Kemampuan bela diri Jaka Tingkir semakin meningkat hingga dapat menghalau hewan buas seperti buaya dan ular. Kemampuan tersebut digunakan Jaka Tingkir untuk kembali merebut hati Sultan Trenggana.

“Jaka Tingkir mengatur kerbau untuk mengamuk. Seluruh prajurit tidak bisa mengatasi hanya Jaka Tingkir yang bisa. Sultan kemudian mengizinkan Jaka Tingkir kembali sekaligus menjadi Adipati Pajang dan  menikah dengan Ratu Mas Cempaka.”

Setelah Sultan Trenggana wafat, takhta Demak diteruskan oleh Susuhunan Prawata. Akan tetapi ia dibunuh Aria Panangsang, raja bawahan di Jipang, dengan motif balas dendam. Kerajaan Demak praktis dianggap runtuh.

“Tujuannya ialah membalas dendam kematian ayahnya, yang sebelumnya telah dibunuh atas perintah Susuhunan Prawata,” tulis De Graff dan Pigeud dalam buku Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa Peralihan dari Majapahit ke Mataram.

Baca juga: Ekspedisi Mataram Kuno ke Luar Jawa

Aria Panangsang kemudian juga berencana membunuh Jaka Tingkir. Namun rencana ini gagal. Arya Panangsang dikirimi surat provokatif oleh Jaka Tingkir.

Aria Panangsang yang terprovokasi lalu menggunakan kuda Gagakrimang menuju Bengawan Solo. Ia tidak berhasil menemukan Jaka Tingkir. Di sana hanya ada pasukan Pajang di bawah komando Sutawijaya, yang dijanjikan oleh Jaka Tingkir hadiah berupa tanah. Aria Panangsaang tewas di tangan Sutawijaya.

“Demikianlah berakhir keluarga raja Demak cabang Jipang, dan mulailah Pajang memegang kekuasaan tunggal,” ungkap De Graff dan Pigeud.

Pusat pemerintahan lalu Demak dipindahkan ke Pajang. Jaka Tingkir selaku penguasa di Pajang diangkat menjadi sultan Pajang dengan nama baru Sultan Adiwijaya. Faktor lain yang memperkuat alasan Jaka Tingkir cocok memimpin Kerajaan Pajang karena ia masih keturunan keluarga Kerajaan Majapahit.

Buku cetak translitrasi babad Jaka Tingkir.

Baca juga: Dua Wali dalam Konflik Demak

Sesuai dengan janjinya, Jaka Tingkir memberi tanah Mentaok untuk Sutawijaya dan Ki Ageng Pemanahan (ayah  Sutawijaya). Tempat di sebelah barat Pajang ini kemudian menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram.

Babad Banyumas mengatakan sultan Pajang telah memerintahkan untuk membunuh Yang Dipertuan di Wirasaba (suatu daerah di sebelah utara wilayah Banyumas), yang bernama Warga Utama. Menurut  De Graff dan Pigeud, “diperkirakan bahwa Keraton Pajang dalam tahun-tahun terakhir pemerintahan Raja Adiwijaya masih ingin meneguhkan kekuasaannya di tanah pedalaman dengan kekerasan senjata.”

Pada 1581, Sultan Adiwijaya telah mendapat pengakuan sebagai raja Islam dan sultan di Jawa Timur serta pesisir di sebelah timur.  

“Hal itu terjadi pada waktu berlangsung musyawarah khidmat di keraton Sunan Prapen dari Giri,” kata De Graff dan Pigeud. Hadir dalam musyawarah itu raja-raja dari Japan Wirasaba (di Jawa Timur), Kediri, Surabaya, Pasuruan, Madiun, Sidayu, Lasem, Tuban, Pati, dan Panji Wiryakrama dari Surabaya.

Beberapa tahun setelahnya, Sultan Adiwijaya wafat. Penyebabnya masih menjadi misteri. Ada sumber yang mengatakan karena penyakit, ada juga yang mengatakan karena kecelakaan. Bahkan, ada yang berpendapat karena tindakan seorang juru taman (tukang kebun) tidak dikenal yang ingin berjasa kepada Senapati Mataram.

TAG

demak jaka tingkir

ARTIKEL TERKAIT

Raja-Raja Jawa dalam Lintasan Masa Pengaruh Tionghoa pada Masjid Demak dan Masjid Angke Jaka Tingkir dan Kekuasaan Demak Benarkah Kesultanan Demak Bagian dari Turki Usmani? Legenda Kota Suci Demak Mata-Mata Pembunuh Sultan Demak Jejak Demak di Palembang Dua Wali dalam Konflik Demak Raja Demak Terakhir Dimakamkan di Banten Inilah Tiga Orang Jawa yang Membahayakan Portugis