Masuk Daftar
My Getplus

Benarkah Babad Tanah Jawi Fiksi?

Ada fakta dan fiksi dalam Babad Tanah Jawi. Fiksinya berkaitan dengan mitos dan kebenaran simbolis.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 11 Apr 2018
Babad Tanah Jawi.

PERNYATAAN pengamat politik, Rocky Gerung dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tadi malam, Selasa (10/4) memancing tanggapan publik. Dia menyebut kitab suci dan Babad Tanah Jawi adalah fiksi.

“Kitab suci fiksi atau bukan? Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, kitab suci adalah fiksi. Karena belum jadi, belum selesai. Babad Tanah Jawi itu fiksi,” kata dosen filsafat UI itu.

Terlepas dari apa yang Rocky konsepkan soal fiksi, sejarawan Dhanang Respati Puguh, mengatakan, sumber tradisional punya hak yang sama untuk digunakan sebagai sumber sejarah. Berdasarkan studi ahli sejarah Jawa, H.J. de Graaf, Babad Tanah Jawi punya kandungan fakta. Fakta sejarah dalam kitab itu ada pada bagian tengah cerita hingga akhir. Dari sisi historiografisnya, sumber tradisional bisa menjadi faktual. Asalkan konteks penulisan historiografinya, dalam hal ini Babad Tanah Jawi, dipahami.

Advertising
Advertising

“Artinya, kita tidak hanya sibuk untuk mencari fakta di dalamnya, yang lebih penting adalah memahami konteks penulisan historiografi,” kata Dhanang yang saat ini menjabat ketua Departemen Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang.

Selain fakta, Babad Tanah Jawi juga punya kebenaran simbolis. Kisah tentang hal yang tak masuk akal, misalnya terkait sosok raja atau orang suci yang secara simbolik tetap punya kebenaran. Maknanya, raja atau orang suci berbeda dari orang kebanyakan. Dia memiliki kelebihan dibandingkan dengan rakyat jelata.

“Itu menurut saya salah satu contoh kebenaran simbolik,” lanjutnya.

Adi Deswijaya, filolog Universitas Veteran Bangun Nusantara, Sukoharjo, mengatakan pengertian fiksi terkait Babad Tanah Jawi lebih kepada rekaan dalam hal jalan cerita hasil pemikiran si pengarang. Namun, di balik fiksinya pemikiran itu, proses penciptaan karya tetap berlatar belakang sejarah.

Di sisi lain, unsur fiksi dalam babad juga berkaitan dengan mitos. Tak sulit menemukan unsur mitologi di dalam Babad Tanah Jawi. Salah satu contohnya, kisah Jaka Tingkir atau Hadiwijaya, raja Pajang pertama, yang dengan kekuatannya mampu mengalahkan 40 ekor buaya.

Kendati demikian, di balik mitos, ada tujuan mengapa sang pengarang, yang adalah pujangga keraton, menuliskannya. Mitos dimunculkan untuk mengkultuskan seorang raja.

Unsur mitos juga bisa ditemukan dari aspek kebahasaannya yang konotatif. “Maksud saya, area cerita awal berlatar belakang dewa-dewa yang hidup masa animisme dan dinamisme yang 99 persen hanyalah mitos bagi kita yang sudah berpegang teguh pada agama kita, sedangkan di bagian akhir, para raja sudah mempunyai ageman, agama,” jelas Adi.

Awalnya, sebelum memasuki sejarah kerajaan, Babad Tanah Jawi membeberkan silsilah raja-raja lebih dulu. Disebutkan di dalamnya, silsilah raja hingga ke para dewa, juga silsilah raja-raja Surakarta hingga ke para nabi.

“Sedangkan di akhir cerita sudah memasuki fakta sejarah kerajaan, meskipun jalan ceritanya dibumbui oleh mitos-mitos,” lanjut Adi.

Soal siapa penulis Babad Tanah Jawi, menurut Adi sulit menebaknya. Secara eksplisit, namanya tak disebut dalam naskah. Namun, secara implisit dilihat dari isi dan urutan di dalam ceritanya, penulisnya adalah Yasadipura I, pujangga masa pemerintahan Pakubuwana III dan Pakubuwana IV.

“Karena bait-bait terakhir di Babad Tanah Jawi berkelanjutan di Babad Giyanti yang memang jelas karya Yasadipura I. Babad Tanah Jawi menurut saya zaman Pakubuwana III,” kata Adi.

Baca juga: 

Sastra yang Dicap Anti-Islam
Antara Pujangga Mengabdi dan Melawan
Babad Diponegoro Jadi Warisan Ingatan Dunia
Kitab Lelaki Sejati
Assikalaibineng, Kitab Kamasutranya Orang Bugis

TAG

Sastra Jawa Kitab Babad Pujangga

ARTIKEL TERKAIT

Sastra Melayu Tionghoa, Pelopor Sastra yang Merana Ke Mana Perginya Barisan Sentot Pengikut Diponegoro? Kisah Letnan Nicolaas Silanoe Perjuangan di Balik Nama Pena Jenderal "Jago Perang" Belanda Meregang Nyawa di Pulau Dewata Jejak Kejayaan Raja-raja Jawa Soeharto Berkuasa seperti Raja Jawa Raja-Raja Jawa dalam Lintasan Masa Anusapati dan Candi Kidal Serdadu Württemburg Berontak di Semarang