SAAT Ramadan, orkes gambus biasanya memeriahkan suasana bulan suci. Irama musik dan lagunya kental bernuansa padang pasir. Bagaimana ia berkembang di Indonesia?
Gambus merupakan salah satu instrumen petik, dengan bentuk menyerupai buah pir. Di Indonesia, menurut Japi Tambajong dalam Ensiklopedi Musik, gambus berubah menjadi nama sebuah orkes.
Andrew N. Weintraub, profesor musik dari Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat, dalam Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia menulis, gambus diperkirakan dibawa ke Indonesia oleh imigran dari Hadramaut (Yaman).
Orang-orang dari Hadramaut mulai berdatangan pada awal abad ke-19. Di waktu senggang, mereka membunuh waktu dengan bermain gambus. Perlahan, gambus malah digemari bukan hanya oleh orang-orang keturunan Arab, tapi juga berbagai etnis lain.
“Mereka lantas memainkan musik gambus di acara pernikahan dan perayaan komunitas Muslim,” tulis Weintraub.
Seiring waktu, gambus menjadi musik hiburan. Sejumlah orkes gambus berdiri. Selain gambus, alat musik di dalam orkes gambus terdiri dari biola, gendang, tabla, dan seruling.
Syech Albar, ayah musisi rock Achmad Albar, merupakan musisi orkes gambus paling masyhur pada 1930-an.
Orkes Gambus Syech Albar
Syech Albar, pemuda keturunan Yaman yang lahir di Surabaya pada 1908, mempopulerkan gambus melalui corong radio dan rekaman plat gramofon.
Pengamat musik Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia menulis, Syech Albar membentuk orkes gambus bernama Al-Wathon. Namun, penulis L.M. Isa dalam majalah Pedoman Radio Gids edisi 4 Desember 1949, menyebutkan bahwa Al-Wathan merupakan nama orkes gambus pimpinan Al Aidrus di Batavia (Jakarta). Bisa jadi nama kelompok kebetulan sama.
Weintraub menyebut, Albar menelurkan banyak rekaman di Surabaya. Rekaman plat gramofon yang dirilis pada 1937 diberi judul “Zahrotoel Hoesoen”, dengan keterangan “nyanyian Arab modern”. Lagu itu direkam melalui label His Master’s Voice (HMV).
“Albar dapat kontrak pertama kali dengan HMV pada 1931,” tulis L.M. Isa dalam Pedoman Radio Gids, 4 Desember 1949.
Selain di HMV, orkes gambus Syech Albar direkam di label Canary. Weintraub mencatat, label Canary merekam orkes Syech Albar yang bernuansa Hindustan berjudul “Janasib I & II” pada 1939.
Dangdut
Menurut budayawan Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi, jalan yang dirintis Syech Albar kemudian diikuti pemuda-pemuda keturunan Arab di berbagai daerah. Salah satunya orkes gambus Al-Usysyaag yang dibentuk Husein Aidid di Pekojan pada 1947.
“Sejumlah orkes gambus bermunculan di Jakarta, Surabaya, Makassar, Palembang, Banjarmasin, dan Gorontalo,” tulis Alwi.
Selain melalui rekaman, radio masa kolonial pun menyiarkan orkes gambus. Menurut Weintraub, biasanya sebuah program radio memainkan warna musik campuran. Misalnya, orkes gambus pimpinan Md. Noer Ali pada 1938, membawakan mars Eropa, lagu Melayu, dan lagu Mesir.
Pada 1930-an hingga awal 1940-an, Syech Albar aktif bermain di NIROM Ketimuran Surabaya. Majalah Soeara NIROM Soerabaia memuji orkes gambus Syech Albar sebagai yang terbaik.
“Di bawah pimpinan Syech Albar, maka orkes gambus dari NIROM Ketimoeran di Surabaya adalah satu-satunya orkes yang boleh dibanggakan. Terbukti dari adanya laporan-laporan dan surat-surat yang menyatakan baiknya orkes itu,” tulis Soeara NIROM Soerabaia, 16 Mei-29 Mei 1937.
Bahkan orkes gambus Syech Albar digemari hingga ke Semenanjung Malaya. Ali Shahab menyebut, orkesnya bahkan disenangi orang di Timur Tengah.
Orkes gambus ini kemudian menjadi pondasi awal musik dangdut. Musik yang dirintis oleh Rhoma Irama, Ellya Khadam, dan Munif Bahaswan pada 1960-an hingga 1970-an.