Masuk Daftar
My Getplus

Rofiqoh, Generasi Pertama Kasidah Modern

Pernah dikritik lantaran membawa kasidah modern.

Oleh: Fandy Hutari | 14 Jun 2018
Rofiqoh menorehkan banyak prestasi dalam qariah dan kasidah. Foto: Violeta edisi 29 Juli 1975

NAMA Rofiqoh Dharto Wahab tak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarah musik kasidah di Indonesia. Rofiqoh merupakan generasi awal penyanyi kasidah Indonesia yang pertama masuk dapur rekaman, RRI, dan TVRI.

Keluarga Religius

Rofiqoh, yang kelahiran 18 April 1945 di Keranji, Pekalongan, memiliki latar belakang keluarga yang religius. Menurut Jamal D. Rahman dalam tulisannya “Rofiqoh Dharto Wahab; Qariah dan Seniman Kasidah” di buku Ulama Perempuan Indonesia, orang tua Rofiqoh adalah orang terpandang di Pekalongan.

Advertising
Advertising

Ayahnya, Kiai Haji Munawir memiliki pesantren Munawwirul Anam. Latar belakang keluarganya inilah yang membentuk karier Rofiqoh mentereng di kemudian hari.

Dalam wawancaranya dengan majalah Violeta edisi 29 Juli 1975 Rofiqoh mengatakan, kariernya sebagai penyanyi kasidah dimulai sejak masih kanak-kanak. Di samping itu, dia juga dikenal sebagai qariah (pembaca ayat Alquran).

Jamal menulis, dia pernah memenangkan MTQ tingkat provinsi di Yogyakarta, dan beberapa tahun kemudian di tingkat Jawa Tengah, yang diadakan di Semarang. Mingguan Djaja edisi 1 April 1969 menulis, Rofiqoh sudah menjuarai kompetisi kasidah pada 1965. Misinya yang utama, sebut Djaja, yakni membaca ayat-ayat Alquran.

Sementara itu, pengamat musik Denny Sakrie dalam 100 Tahun Musik Indonesia menulis, sebagai penyanyi kasidah, Rofiqoh muncul pertama kali pada 1964, dalam sebuah acara keagamaan di Pekalongan.

Pada 1965, Rofiqoh hijrah ke Jakarta. Di sana, dia menemukan pasangan hidupnya, seorang wartawan yang kemudian jadi pengacara, Dharto Wahab. Nama itu kemudian mulai disematkan di belakang namanya.

Violeta edisi 29 Juli 1975 menulis, Rofiqoh sempat muncul di Istana Negara dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad, sebelum peristiwa G30S meletus. Dalam acara itu, dia merapalkan ayat suci Alquran dan berkasidah “Habibi Ya Rasulullah”.

Dia lantas dilirik Rustam dari RRI, yang membawanya masuk dapur rekaman piringan hitam, dan mengisi acara kasidah di RRI, tanpa iringan musik.

“Sungguh besar jasa Rustam kepada saya. Tanpa dia mungkin saya tidak setenar seperti sekarang ini,” kata Rofiqoh kepada Violeta, 29 Juli 1975.

Saat itu, Rofiqoh sudah memimpin grup kasidah bernama Djam’iatul Bannat. Rekaman piringan hitam yang pertama itu diiringi orkes gambus Al-Fatah pimpinan A. Rachmat. Menariknya, lagu rekaman “Hamwawi Ya Mismis” dan “Ya Nabi Salam” itu dirilis bertepatan saat digalakkannya syiar Islam, usai peristiwa G30S.

Menurut Moeflich Hasbullah dalam Islam dan Transformasi Masyarakat Nusantara, bersama Al-Fatah, Rofiqoh banyak menelurkan labum, seperti Libarokallah, Hamawi Ya Mismis, Baladi, Habib Qalbi, Semoga di Surga, dan Lagu-lagu Gambus. Enam album itu terdiri dari 30 lagu kasidah gambus berbahasa Arab dan Indonesia.

Kasidah Modern

Pada awal 1970-an, rekaman Rofiqoh bersama orkes Bintang-Bintang Ilahi pimpinan Agus Sunaryo meledak di pasaran. Dua lagunya, yakni “Diwaktu Muda” dan “Sholatullah” tenar dan diputar di radio-radio amatir.

Denny Sakrie menyebut, Agus merupakan pelopor kasidah modern di Indonesia. Agus memasukkan unsur-unsur modern dalam musik yang mengiringi kasidah. Instrumen macam keyboard, gitar elektrik, dan bass elektrik dilibatkan.

Rupanya, revolusi Agus dalam musik kasidah ini mendapat apresiasi dan gugatan dari berbagai pihak. Apresiasi bisa dilihat dari sejumlah grup musik rock dan pop yang beralih ke kasidah modern. Sebut saja Bimbo, Koes Plus, dan AKA.

Pada 1974, Koes Plus mengeluarkan album Qasidahan Bersama Vol.1, dan Jaman Wis Akhir. Di tahun yang sama, AKA mengeluarkan album Qasidah Modern. Sedangkan Bimbo, yang kemudian memang lekat dengan musik-musik religi, mengeluarkan album Pop Qosidah pada 1975.

Mengenai gejala kasidah modern yang menular ini, Rofiqoh pun angkat bicara. Menurutnya, hal itu bukan masalah. Band-band atau penyanyi pop lainnya boleh-boleh saja membawakan kasidah modern.

“Asalkan mereka itu mentaati apa yang pernah dikatakan Idham Chalid terhadap saya, memperhatikan machordz-machordz-nya (pakem). Jangan sembarangan dibaca, agar tidak mengubah arti,” kata Rofiqoh kepada Violeta, 29 Juli 1975.

Idham Chalid merupakan tokoh Nahdlatul Ulama yang berpengaruh pada masanya. Dia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) dan Kabinet Djuanda (1957-1959). Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR/DPR RI (1971-1977). Idham juga Ketua NU periode 1952-1984.

Namun, Rofiqoh mengkritisi grup musik yang kemudian membuat album kasidah. “Tapi menurut perkiraan saya, rasanya mereka itu membawakan lagu kasidah cuma memperhitungkan dari segi komersilnya saja,” kata Rofiqoh.

Terbukti, setelah itu, rupanya hanya Bimbo yang tetap kukuh di jalur musik religi, membawakan kasidah. Yang lainnya, kembali ke jalur pop dan rock.

Terlepas dari itu, di awal kemunculan kasidah modern, Rofiqoh pun sempat mendapatkan cibiran dari sejumlah pihak, termasuk ulama. Dalam Violeta, 29 Juli 1975, dia mengaku dapat teguran secara langsung ataupun melalui surat.

“Mereka itu kebanyakan merasa kurang cocok dari segi musiknya. Tapi itu cuma musiknya saja, sedang syair-syairnya kan tidak, masih bernadakan Ketuhanan,” ujar Rofiqoh.

Rofiqoh pun mengaku, saat terjun ke kasidah modern, dirinya sudah mendapatkan restu secara tertulis dari pimpinan NU, Idham Chalid. Dia heran, ada salah seorang pengkritiknya, malah ikut-ikutan masuk ke kasidah modern.

“Seorang ustaz, mulanya tidak senang dengan adanya lagu-lagu kasidah modern. Tapi karena ustaz itu tidak mendapat pengaruh, akhirnya dia juga ikut terjun dalam kasidah modern,” kata Rofiqoh kepada Violeta, 29 Juli 1975.

Nyatanya, revolusi kasidah modern tetap hidup dan berjaya. Setelah Rofiqoh, muncul generasi berikutnya yang konsisten di jalur kasidah modern, seperti Nasida Ria, Al-Manar, Hadad Alwi dan Sulis, hingga Nida Ria.

Di masa senjanya, Rofiqoh bergelut dengan sejumlah kegiatan keagamaan. Dia memimpin kelompok pengajian Ittihadul Ummahat, kelompok pengajian Romuna, dan Yayasan Gadi Fi Muna, yang membawahi majelis taklim dan TK Islam. Selain itu, dia aktif sebagai mubalig.

Pada April 2013 lalu, bersama lima orang lainnya, Rofiqoh mendapat Hadiah Asrul Sani, karena keterlibatannya yang konsisten dalam kegiatan kesenian di lingkungan keluarga NU.

Baca juga: 

Dendang Kasidah Modern
Senandung Orkes Gambus
Kolaborasi Lagu Religi
Tangga Lagu tentang Penjara

TAG

Rofiqoh Kasidah Musik

ARTIKEL TERKAIT

Eric Carmen dan "All By Myself" Komponis dari Betawi God Bless di Mata Roy Jeconiah Ray "The Doors" Prajurit Rock n’Roll Aretha Franklin dan Hegemoni Maskulinitas Musik Rock Pendiri Pink Floyd Peduli Palestina Alkisah Bing Slamet Koes Plus dan Mantan Perwira AURI Orba Benci Musik Cengeng Anak Presiden Main Band