Masuk Daftar
My Getplus

Revolusi Seksual

Kinsey memisahkan seksualitas dan moralitas.

Oleh: Devi Fitria | 31 Okt 2010

PADA 1938, Universitas Indiana mempercayakan matakuliah Pernikahan yang membahas seksualitas manusia kepada Alfred Charles Kinsey. Kinsey dikenal sebagai zoolog cemerlang. Riset-risetnya di bidang taksonomi dan evolusi mengibarkan reputasinya di kalangan ilmuwan Amerika.

Uniknya, bukan reputasi itu yang membuat universitas menunjuk Kinsey mengajar matakuliah Pernikahan. Amanda Udis-Kessler dalam tulisan “Notes of the Kinsey Scale and other Measures of Sexuality“, yang masuk antologi Bisexuality: A Critical Reader karya Merl Storr, mengatakan Kinsey dipilih karena kepribadiannya amat membosankan. Pihak universitas, yang sesungguhnya tak ingin menawarkan matakuliah Pernikahan, berpikir bahwa jika Kinsey jadi pengampunya, takkan ada mahasiswa berminat mengikuti matakuliah itu.

Perkiraan itu terbukti salah. Pihak universitas tak memperhitungkan komitmen Kinsey. Karena kesulitan menemukan bahan memadai untuk matakuliahnya, dia memutuskan melakukan riset ekstensif yang mendokumentasikan secara gamblang seksualitas orang Amerika.

Advertising
Advertising

Saat itu Amerika masih puritan memandang seks. Stefan Lovgren dalam tulisan “Could Kinsey’s Sex Research Be Done Today“, dimuat situs National Geographic, mengatakan bahwa saat Kinsey memulai risetnya, semua bentuk seks di luar nikah dianggap ilegal di Amerika. Beberapa negara bagian melarang bentuk hubungan seks tertentu, semisal oral seks, bahkan untuk warga yang telah menikah.

Kinsey ingin mengumpulkan data ilmiah tentang seksualitas yang sepenuhnya terbebas dari nilai-nilai dan kebiasaan sosial masyarakat. Dia fokus pada enam kategori besar aktivitas seks manusia: masturbasi, petting, mimpi basah, hubungan heteroseksual, perilaku homoseksual, dan seks dengan binatang. Dia lalu menghubungkan aktivitas seksual dengan latarbelakang subjek penelitian: usia, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, serta agama. Rockefeller Foundation menjadi penyandang dana utama. Kinsey mendirikan Institute for Sex Research untuk kegiatan penelitiannya.

Penelitian berlangsung sembilan tahun dan melibatkan 12.000 subjek penelitian, 5.300 di antaranya lelaki kulit putih. Pada 1948 Kinsey merampungkan risetnya. Sexual Behavior in the Human Male terbit, setebal 804 halaman, ditulis dengan bahasa ilmiah yang kering dan cenderung membosankan, serta dilengkapi setidaknya 335 grafik yang tak mudah dicerna pembaca awam. Namun topiknya menarik perhatian masyarakat. Buku itu terjual sekira 250.000 kopi.

Hasil penelitian Kinsey merevolusi cara orang Amerika memandang seks. Ia mengungkapkan bahwa di luar pandangan puritan dan norma sosial yang cenderung menafikkan diskusi tentang seks di ranah umum, sesungguhnya masyarakat Amerika  melakukan beragam jenis aktivitas seksual.

C.A Tripp dalam tulisan “Alfred C. Kinsey (1894-1956)”, yang masuk kompilasi Before Stonewall: Activists for Gay and Lesbian in the Historical Context karya Vern L. Bullough, menulis bahwa temuan Kinsey mengungkapkan statistik yang mencengangkan: 37 persen laki-laki dewasa setidaknya pernah sekali berhubungan seks sesama jenis hingga mencapai orgasme; 50 persen laki-laki dewasa pernah merasakan ketertarikan pada jenis kelamin yang sama; dan meski “hanya” 4 persen yang mengaku homoseksual, setidaknya 10 persen laki-laki berusia 20-an yang telah menikah pernah melakukan hubungan seks sesama jenis.

Temuan itu mematahkan anggapan umum tentang homoseksualitas, yang dianggap “penyakit langka, (konsep) kelelakian yang cacat, atau perkembangan psikologi yang tak sempurna.”

Kinsey juga menyimpulkan bahwa orientasi seksual seseorang bisa berubah. Ukuran seksualitas seseorang juga tak bisa dengan mudah dikategorikan dalam dua ekstrim heteroseksual atau homoseksual saja. Dia merancang sebuah skala untuk mengukurnya: 0 untuk mereka yang benar-benar heteroseksual dan 6 untuk mereka yang “murni” homoseksual. Belakangan ditambahkan pula kategori X untuk merujuk mereka yang aseksual.

Meski membahas seksualitas tanpa teding aling-aling, Kinsey sendiri tak pernah mengemukakan preferensi seksualnya. James H. Jones dalam Kinsey a Public/Private Life menyebut Kinsey seorang homoseksual yang menyukai seks masokis. Pendapat ini dibantah Vern L. Bullough dalam Before Stonewall: Activist for Gay and Lesbian Rights in Historical Context. Bullough menulis, meski Jones menyusun bukunya dengan sangat teliti, Jones salah dalam mempersepsikan karakter dan dedikasi Kinsey sebagai seorang ilmuwan. Sementara Jonathan Gathorne-Hardy dalam Sex the Measure of All Things: A Life of Alfred C. Kinsey menganggap Kinsey sebagai seorang biseksual yang pilihan seksualitasnya tak mengganggu objektivitas penelitiannya.

Hasil penelitian Kinsey mengundang reaksi dari ilmuwan, agamawan, hingga masyarakat awam. Tapi itu semua tak menyurutkan Kinsey.

Tahun 1953 Sexual Behavior in the Human Female terbit, hasil penelitian atas 5.940 perempuan di Amerika. Sebuah tulisan berjudul “Alfred C. Kinsey: Contributions to American Sexuality“ di situs Discovery Health.com menulis, Kinsey mematahkan anggapan bahwa perempuan cenderung tak punya hasrat seksual dan berhubungan seks hanya untuk maksud prokreasi atau “menyenangkan” pasangannya. Kinsey membuktikan perempuan punya kemampuan menikmati hubungan seks sebagaimana laki-laki, dan kehidupan seks mereka meningkat sejalan penambahan usia. Setengah dari perempuan yang menjadi subjek penelitian mengaku telah melakukan seks pranikah, seperempatnya pernah berselingkuh setelah menikah. Kadar homoseksual perempuan lebih rendah dari laki-laki: hanya 13 persen.

Meski demikian, dalam memandang seksualitas perempuan, Kinsey bersikap agak ambigu. Menurut Patricia Y. Miller dan Martha R. Fowlkes dalam esai “Social and Behavioral Constructions of Female Sexuality”, sebagaimana dikutip Patricia Mohammed dalam Gendered Realities, Kinsey sang zoolog ternama mengatakan lesbianisme adalah sebuah pilihan yang dewasa dan menarik. Namun Kinsey sang moralis kemudian menggeser pembicaraan kepada “menahan diri berdasarkan moral” serta “falus yang ajaib”. Dengan kata lain dia cenderung menganggap heteroseksualitas sebagai opsi yang lebih “normal” untuk perempuan.

Penerbitan buku kedua ini mengundang reaksi jauh lebih keras. Bahkan aktivitas Kinsey dikaitkan dengan komunisme. Saat itu kampanye Senator Joseph McCarthy menyulut fobia komunis di seantero Amerika. “Para kritikus ultrakonservatif melontarkan tuduhan bahwa Kinsey malah membantu menyebarkan komunisme dengan melecehkan moralitas seksual dan kesucian rumahtangga,” tulis kolumnis The New York Times Frank Rich dalam “The Plot Against Sex in America“, mengutip buku James H Jones Alfred C.Kinsey: A Public/Private Life.

“Padahal Kinsey seorang anti-Soviet, antikonservatif New Deal. Ini tak diperhitungkan oleh masyarakat Amerika yang telanjur dicekam rasa takut.” 

Dampaknya, Kinsey kehilangan dukungan dari Rockefeller. Simpatinya terhadap kaum homoseksual membuat dia diburu oleh para tokoh berpengaruh yang homofobia, direktur Biro Penyelidik Federal (FBI) J. Edgar Hoover dan asistennya, Clyde Tolson.

Meski kehilangan dukungan dana, Kinsey terus melanjutkan penelitian tentang seksualitas. Perlahan, pnelitiannya mulai memberi pengaruh. Misalnya, pada 1955 American Law Institute menerbitkan edisi baru Model Penal Code, yang menyebut dan sebagian besar mengadopsi perspektif Kinsey bahwa hukum tak seharusnya melarang homoseksualitas di antara orang dewasa. Sejumlah negara bagian juga mencabut aturan hukum yang mengaitkan dengan moralitas.

Kinsey sendiri tak bisa menyaksikan kerja kerasnya. Dia meninggal pada 1956. Hingga saat ini hasil penelitiannya masih menjadi acuan penting dalam studi seksualitas manusia. Lembaga yang didirikannya, kini bernama Kinsey Institute for Research in Sex, Gender, and Reproduction, masih berjalan dan terus melakukan penelitian dan memberikan pemahaman soal seksualitas.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Akhir Kisah Raja Lalim Pawang Hujan dalam Pernikahan Anak Presiden Soeharto Serba-serbi Aturan Offside dalam Sepakbola Ayah Fariz RM Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky Eks Pesindo Sukses Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh