Masuk Daftar
My Getplus

Sukarni Takut Kenpeitai

Bagaimana Hatta menceritakan satu kisah lucu sekitar proklamasi yang jarang dibahas dalam buku-buku sejarah resmi kita.

Oleh: Hendi Johari | 06 Agt 2020
Tan Malaka dan Sukarni Kartodiwirjo. (Repro Sukarni dalam Kenangan Teman-Temannya).

Kamis, 16 Agustus 1945. Sedan itu meluncur cepat dari arah Bekasi menuju Jakarta. Memasuki wilayah Klender, Jakarta Timur tetiba mobil berplat nomor Jakarta itu memelankan lajunya. Rupanya perhatian para penumpangnya tertuju kepada asap yang mengepul tebal di kejauhan. Sukarni, tokoh pemuda Menteng 31, meloncat dari tempat duduknya. Sementara tangan kanannya masih memegang sepucuk pistol.

“Lihatlah! Itu lihat sudah mulai. Revolusi sedang berkobar persis seperti yang kita harapkan. Jakarta mulai terbakar. Lebih baik kita cepat-cepat kembali ke Rengadengklok!” teriaknya seperti dikisahkan oleh Sukarno dalam Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia karya Cindy Adams.

Tidak mengacuhkan kata-kata pemimpin “penculikan” dirinya dan Mohammad Hatta, Sukarno malah memerintah sopir untuk terus melaju ke arah Jakarta. Begitu mendekati sumber asap tersebut, mobil berhenti. Mereka yang ada di kendaraan semuanya turun untuk menyaksikan lebih jelas pemandangan di depan mata. Selidik punya selidik, asap api itu ternyata berasal dari tumpukan jerami yang tengah dibakar seorang petani. Dengan tersenyum mesem, Sukarno lalu berpaling ke arah Sukarni.

Advertising
Advertising

Baca juga: Bertemu Gadis Kala Menyamar, Sukarni Lari

“Inikah api ledakan yang hebat berkobar-kobar? Ini bukannya pemberontakan besar-besaran. Ini bukannya perbuatan ratusan, ribuan orang yang menantikan isyarat untuk berontak. Ini hanyalah perbuatan seorang marhaen yang membakar jerami,” kata Sukarno setengah mengejek.

Sukarni hanya terdiam. Sementara Achmad Soebardjo yang bertugas sebagai penjemput Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok, melirik ke arah sang pimpinan pemuda radikal itu.

“Dan cukup sampai di sini saja main pahlawan-pahlawanan-nya. Simpanlah pistol itu!” ujarnya.

Rombongan Sukarno-Hatta tiba di Jakarta sekira jam 8 malam. Begitu sampai ibu kota, mobil langsung diarahkan ke rumah Bung Hatta di Jalan Miyadori (sekarang Jalan Diponegoro). Menurut Hatta dalam otobiografinya, Memoirs, di rumahnya itu mereka lantas mengadakan rapat untuk membahas cara bagaimana meneruskan rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tidak jadi diselenggarakan pagi harinya.

Singkat cerita, pertemuan kecil itu memutuskan rapat PPKI akan diadakan di rumah Laksamana Maeda, seorang perwira tinggi Kaigun (Angkatan Laut Kekaisaran Jepang) yang bersimpati kepada gerakan kemerdekaan Indonesia. Soebardjo sendiri mendapatkan jatah pekerjaan untuk menghubungi semua anggota PPKI yang saat itu diinapkan di Hotel Des Indes.

Baca juga: Antara Sukarni dan Sukarno

Pertemuan kecil itu pun berakhir menjelang tengah malam. Masing-masing sepakat untuk pulang terlebih dahulu ke rumah masing-masing untuk sekadar melepaskan letih sejenak usai perjalanan panjang dari Karawang.

“Lalu aku bagaimana?” tanya Sukarni.

“Ya, pulang juga,” jawab Hatta.

“Kalau begitu, aku minta Bung pinjami satu stel pakaian, karena dengan seragam PETA yang aku kenakan sekarang, aku dapat ditangkap oleh Kenpeitai (Polisi Militer Jepang),” ujar Sukarni.

Baca juga: Maeda Pasang Badan Demi Kemerdekaan Indonesia

Mendengar ungkapan Sukarni itu, Soebardjo, Sukarno dan Hatta sontak tertawa terbahak-bahak. Sukarni pun jadi ikut-ikutan tertawa.

“Saudara ini berani mengadakan revolusi menggempur Jepang. Tapi sekarang saudara takut akan ditangkap Kenpeitai karena memakai seragam PETA,” ujar Hatta, masih sambil tertawa.

“Itu lain halnya, Bung. Menggempur Jepang dalam suatu revolusi, aku berani. Tapi akan ditangkap Jepang begitu saja karena seragam PETA, apa gunanya?” kilah Sukarni.

Baca juga: Kisruh Penandatanganan Naskah Proklamasi

Hatta lalu masuk ke kamarnya. Begitu muncul, dia menyerahkan satu stel pakaian kepada Sukarni. Pakaian itu teryata pas benar dengan postur Sukarni, walau celananya terlihat agak pendek sedikit.

“Tapi tidak kentara,” kenang Hatta.

Setelah menerima pakaian itu, Sukarni bersegera mengganti seragam PETA-nya. Tak lama setelah pamit kepada Hatta, Sukarno dan Soebardjo, sosoknya menghilang di balik kegelapan Jakarta. Sejarah mencatat, revolusi sebentar lagi akan dimulai di wilayah bekas Hindia Belanda tersebut.

TAG

sukarni mohammad hatta proklamasi

ARTIKEL TERKAIT

Rumah Proklamasi Respons Sekutu Usai Proklamasi Belanda Melarang Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia Akhirnya Belanda Mengakui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Kontroversi Pengakuan Belanda atas Kemerdekaan Indonesia Siapa Pemilik Rumah Proklamasi? Sukarni dan Proklamasi Setelah Minta Maaf, Akankah Belanda Akui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia? Mayoritas Responden Tuntut Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 Pecah Kongsi Pemuda Pasca Proklamasi