Masuk Daftar
My Getplus

Presiden Soeharto Becanda di Papua

Kerap tampil kaku dan jarang bicara, Presiden Soeharto ternyata bisa melucu juga. Dalam kunjungan ke Papua, dia memperkenalkan salah satu pejabatnya sambil bercanda.

Oleh: Martin Sitompul | 03 Apr 2020
Presiden Soeharto bersama Jaksa Agung Letjen (Purn.) Soegih Arto dalam suatu kunjungan daerah. Foto: Repro "Sanul Daca" karya Soegih Arto.


Awal Maret 1973, Presiden Soeharto melakukan kunjungan ke Papua. Itu adalah kali kedua Soeharto datang ke provinsi yang masih bernama Irian Barat itu, setelah kunjungan perdananya tahun 1969. Dalam kunjungan tersebut, Soeharto membawa sejumlah menteri dan pejabat tinggi negara. Salah satu diantaranya ialah Jaksa Agung Soegih Arto.

Soegih Arto menyaksikan betapa Presiden Soeharto punya stamina prima meski menempuh medan di Papua yang begitu sulit. Sewaktu akan menuju tempat pertemuan dengan masyarakat, Soeharto dan Ibu Tien didampingi kepala daerah menggunakan satu-satunya kendaraan yang ada. Walhasil, rombongan Soeharto berikut para menteri dinaikkan ke truk. Soegih Arto sendiri senang-senang saja karena sudah lama tidak naik truk.   

“Rasanya seperti kuli perkebunan akan pergi ke tempat kerja. Para menteri riang sekali dan pada kesempatan semacam itu kami suka lupa bahwa kami adalah menteri atau pejabat tinggi, karena bersama-sama, rasanya seperti anak kecil lagi,” kenang Soegih Arto dalam memoarnya Sanul Daca: Pengalaman Pribadi Letjen (Pur) Soegih Arto.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Menterinya Dibilang Goblok, Sukarno Tersinggung

 

Selama kunjungan, Soeharto tidak kenal lelah untuk selalu tersenyum dan memberikan wejangan. Saat harus menyampaikan pidato pun jadi perkara pelik. Sebagian besar masyarakat Papua saat itu masih belum memahami bahasa Indonesia secara baik. Dengan demikian, pidato Soeharto harus disalin ke dalam bahasa daerah. Bukan hanya satu, terkadang dalam dua bahasa daerah sehingga memakan waktu yang sangat lama.   

Satu hal yang berkesan, sebelum menyampaikan amanat, Soeharto selalu memperkenalkan anggota rombongannya. Tiba giliran Soegih Arto, Soeharto selalu memperkenalkannya sebagai orang kaya. Nama Soegih Arto dalam bahasa Jawa memang bermakna demikian, Soegih: kaya; Arto: harta.

“Soegih Duit. Meskipun belum ada duitnya,” kata Soeharto ditirukan Soegih Arto, “tetapi putranya banyak, ialah sepuluh.” Soegih Arto memang mengakui memiliki banyak anak sebab saat itu belum digalakkan program Keluarga Berencana.  

Sewaktu tiba di Enarotali, rombongan kepresidenan disambut oleh warga asing. Ada orang Belanda maupun Amerika. Kehadiran warga asing di sana sehubungan dengan agenda Presiden Soeharto meresmikan tambang tembaga milik Freeport Sulphur, perusahaan pertambangan multinasional asal Amerika Serikat.

Baca juga: 

Papua di Tangan Soeharto

 

Soeharto sekali waktu menghampiri seorang pastor kebangsaan Belanda dan menanyakan sudah berapa lama tinggal di Irian. Pastor itu menjawab dalam bahasa Indonesia, “Baru tiga puluh tahun, Bapak.” Sontak hadirin di situ tertawa spontan mendengar jawaban polos si pastor.

“Saya kagum pada orang-orang semacam ini, yang bersedia berkorban demi penyebaran agamanya. Alangkah baiknya kalau dakwah Islam melakukan hal yang semacam ini di pedalaman Irian,” ujar Soeharto.

Dalam kunjungan itu, Presiden Soeharto merampungkan beberapa agenda kerjanya. Diantaranya meresmikan pergantian nama Provinsi Irian Barat menjadi Irian Jaya. Soeharto juga meresmikan beroperasinya Freeport Sulphur sekaligus meresmikan kota Tembagapura – tempat Freeport merambah kekayaan alam Papua.

 

TAG

soeharto papua

ARTIKEL TERKAIT

Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Ledakan di Selatan Jakarta Supersemar Supersamar Sudharmono Bukan PKI Dianggap PKI, Marsudi Dibui Dulu Rice Estate Kini Food Estate Kisah Mantan Pilot John F. Kennedy Dari Petrus ke Kedung Ombo Soeharto Nomor Tiga, Mendagri Murka pada Lembaga Survei Soeharto Nomor Tiga, Lembaga Survei Ditutup