Masuk Daftar
My Getplus

Kala Perempuan Memberi Pelajaran Tuan Perkebunan

Merasa muak terhadap tindakan asusila tuannya, Marijem (ibu kandung pelukis Sudjojono) memutuskan melawan. Bersama teman-temannya dia memberi si tuan "pelajaran" yang mengesankan.

Oleh: M.F. Mukthi | 12 Feb 2021
Marijem, ibu kandung pelukis Sudjojono, sebagaimana dimuat dalam lukisan "Ibuku". Di masa mudanya, dia pernah memberi pelajaran pada tuan kebun kurangajar. (Repro "Sudjojono dan Aku")

Lari dari rumah karena menolak dinikahkan dengan lelaki yang tak menarik hatinya membuat Marijem, ibu kandung “Bapak Seni Rupa Modern Indonesia” Sudjojono, berpikir untuk mendapatkan pekerjaan. Dalam pencarian itulah suatu ketika kala sedang istirahat dia bertemu seorang pria yang menawarinya pekerjaan. Dia diminta mengikuti pria itu dan menurutinya.

Marijem menyimak dengan seksama begitu pria tersebut memberi penjelasan bahwa dia dan beberapa orang lain akan dipekerjakan sebagai buruh perkebunan di Deli, Sumatera Utara. Mereka akan dipekerjakan selama minimal lima tahun. Meski diberi waktu untuk menimbang sebelum mengambil keputusan, Marijem pilih menyetujuinya.

“Pikirnya, kalau aku tinggal di kota ini tanpa tahu lor-kidul dan tidak kenal orang, hidupku akan tidak menentu. Lebih baik aku terima kontrak itu, meski tempatnya jauh. Setidaknya aku akan selalu mempunyai uang,” tulis Mia Bustam, menantu Marijem, menggambarkan alasan Marijem menerima kontrak jadi buruh perkebunan, dalam Sudjojono dan Aku.

Advertising
Advertising

Kendati harus berjuang seharian penuh melintasi jalan tanah berbatu dari pelabuhan menuju lokasi perkebunan, Marijem dan rombongan buruh baru itu akhirnya tiba di tempat kerja mereka pada tahun-tahun awal abad ke-20 itu. Tugas mereka mulai dari menanam benih karet hingga merawat. Pekerjaan itu tak terlalu sulit bagi Marijem yang di kampungnya, Jawa Tengah, rutin membantu ibunya me-ngangsu air. Maka dalam tempo tak terlalu lama, Marijem sudah diangkat menjadi kepala regu buruh perempuan. Tugasnya adalah berkeliling memeriksa bibit-bibit yang telah ditanam, mengatasi bila ada hama, dan mengamankan dari tanaman liar.

Baca juga: Prostitusi di Perkebunan Deli

Sebagaimana banyak perempuan buruh di perkebunan Deli, kesulitan yang dialami Marijem justru datang dari para tuan Belanda, entah yang menjadi atasan langsung atau yang lebih tinggi jabatannya. Banyak dari para tuan itu gemar melecehkan para perempuan buruh. Laiknya budak, para buruh tak memiliki hak untuk menolak perintah majikan kulit putih. Apabila mereka dipanggil tuan saat jam kerja, hampir dipastikan mereka diminta untuk memuaskan nafsu si tuan. Para tuan tak peduli perempuan yang dipanggil sudah bersuami atau belum.

Para perempuan buruh umumnya tidak berani melawan. Selain secara legal, yang diatur lewat Koeli Ordonantie, mereka diwajibkan patuh pada perintah perusahaan, mereka juga mesti siap menanggung siksaan bila kedapatan melawan, yang diatur dalam Poenale Sanctie (sanksi pidana).  

Penyiksaan menjadi hal jamak di perkebunan Deli. J. Van den Brand, pengacara di Medan, bahkan sampai menuliskan penyiksaan yang dilihatnya ke dalam buku berjudul De Millioenen uit Deli. Penyiksaan itu dilihatnya ketika sedang mengunjungi rumah seorang pemilik kebun. Tanpa sengaja dia mendengar suara kesakitan seorang perempuan dari halaman depan. Rasa penasaran menuntunnya mendatangi sumber suara. Ketika mendapati sumber suara, dia kaget suara itu ternyata berasal dari seorang gadis yang tengah disiksa dengan disalib dalam keadaan tanpa busana.

“Bagi saya pemukulan terhadap wanita itu sudah mengerikan, dan tentunya dalam kasus ini, di mana pantatnya menunjukkan keadaan yang kotor, dekil, bernanah, dan berdarah. Tuan Kooreman mungkin berpikir hal seperti itu adalah hal paling umum di dunia, tampak mengerikan bagi saya dan orang lain,” tulis Van den Brand.

Baca juga: Perempuan dalam Cengkraman Pergundikan

Pelecehan juga didapati Marijem dan kawan-kawannya di kebun mereka. Meski mayoritas kawan-kawannya diam tak berani melawan, tidak demikian dengan Marijem. Dia memutuskan melawan. Kawan-kawannya di regunya lalu diajaknya untuk membalas kelakuan asusila opseter (pengawas) Belanda mereka yang kerap melecehkan. Tempat untuk aksi pembalasan pun ditetapkan, yakni lokasi yang jauh dari kantor dan barak-barak buruh.

Suatu ketika, mereka mendapati momen yang tepat. Mereka segera bersembunyi di balik semak-semak sambil menunggu si pengawas lewat. Begitu si pengawas tiba, mereka langsung menyergapnya. Setelah si pengawas kerempeng itu dirubuhkan, Marijem dan kawan-kawannya langsung mengelitikinya di hampir semua bagian tubuhnya, tak terkecuali di bagian kemaluannya. Pengawas itu hanya bisa kegelian sambil berteriak-teriak memaki dan minta aksi itu dihentikan bahkan berteriak minta tolong.

Marijem dan kawan-kawannya tak mempedulikannya. Mereka terus mengelitiki pengawas keparat itu. Beberapa kawan Marijem bahkan sampai menekan kaki dan tangan mereka kuat-kuat sambil menertawakan dan mengumpat pengawas nahas itu. Begitu si pengawas sudah lemas, mereka langsung melepaskannya dan meninggalkannya dengan perasaan puas.

Baca juga: Asal Usul Bandit di Perdesaan

“Hari-hari berikutnya tidak terjadi apa-apa atas srikandi-srikandi kebun itu. Rupanya si opseter Belanda itu malu untuk melaporkan mereka pada bosnya. Bayangkan, dia, seorang tuan kulit putih, dihina oleh perempuan-perempuan Inlander jelek berkulit coklat! Marijem dan kawan-kawan masih sering terkikik-kikik kalau mereka ingat perbuatan mereka yang sebenarnya luar biasa nekad itu. Dan yang terpenting bagi mereka, opseter itu selanjutnya menjaga mulutnya apabila berpapasan dengan para buruh perempuan, juga tidak pernah lagi mengganggu mereka,” tulis Mia.

TAG

sudjojono perkebunan

ARTIKEL TERKAIT

Sudjojono Dipecat PKI Helvetia, Tanah Tuan Kebun Swiss di Medan 28 Januari 1939: Ordonansi Kontrak Kopra di Manado Ratu Elizabeth II dan Lukisan Sunda Kelapa Ç'est la vie, Tedjabayu! Kisah Lucu di Tengah Liburan Bung Karno Bareng Pelukis Ketika Pelukis Sudjojono Angkat Senjata Ketika Chairil Anwar Digelandang Serdadu Jepang Adam Malik Hilangkan Sketsa-sketsa Karya Sudjojono Sudjojono, Proklamator Seni Rupa Modern Indonesia