Masuk Daftar
My Getplus

Alice Clement, Sherlock Holmes Wanita dari Amerika

Alice Clement merupakan salah satu polisi wanita pertama di Chicago, AS. Ia dijuluki sebagai Sherlock Holmes versi wanita karena kemampuannya dalam memecahkan kasus kejahatan dan penyamarannya dalam menangkap para pelaku kejahatan.

Oleh: Amanda Rachmadita | 26 Sep 2024
Potret detektif Alice Clement dalam surat kabar Chicago Examiner, 11 Januari 1915. (Wikipedia).

SUATU hari di tahun 1910-an, sebuah laporan kematian diterima markas besar kepolisian Chicago, Amerika Serikat. Korbannya adalah Eileen Perry, seorang wanita muda yang dilaporkan tewas karena penyakit tifus. Dua orang petugas kepolisian segera bergerak menuju kediaman wanita malang itu.

“Ini hanya kasus kematian biasa. Nona muda ini meninggal karena sakit tifus,’’ kata petugas kebersihan kepada Williams, salah seorang detektif, yang tiba di kediaman Nona Perry. “Gadis muda ini datang ke sini sekitar enam minggu yang lalu untuk mencari pekerjaan. Sayang ia belum berhasil mendapatkannya. Sekitar dua minggu yang lalu ia jatuh sakit. Kami telah melakukan segala yang kami bisa untuknya tetapi terkendala biaya dan kami tidak dapat menemukan keberadaan orang tuanya,” tambah petugas kebersihan itu.

Sembari mendengar penjelasan petugas kebersihan, Williams melihat ke sekeliling ruangan. Karena tidak melihat sesuatu yang mencurigakan, ia menyimpulkan bahwa gadis muda itu memang meninggal karena sakit. Namun, detektif wanita yang tiba bersama Williams tidak puas dengan keterangan yang diberikan petugas kebersihan. Ia merasa ada kejanggalan, dan ketika keraguan muncul di dalam pikirannya, detektif wanita itu melihat sebuah dulcimer –alat musik petik yang banyak digunakan dalam musik rakyat Amerika- di sudut ruangan dan bertanya siapa pemiliknya.

Advertising
Advertising

“Saya rasa itu milik Nona Perry,’’ jawab petugas kebersihan.

Baca juga: 

Polwan bukan Sekadar Riasan

Detektif wanita itu kemudian mengambil alat musik tersebut dan memainkan jari-jarinya ke atas dan ke bawah senar. Setelah beberapa saat, ia berhenti dan melihat tangannya. Senar-senar yang ada pada alat musik itu kasar, tetapi tidak ada karat yang terlihat. Sang detektif segera mengambil kaca pembesar dari tasnya dan sekali lagi memeriksa masing-masing senar. Setelah mengamati tiap bagian di dulcimer, detektif itu menyerahkan alat musik tersebut kepada Williams dan memerintahkannya untuk melakukan pengujian laboratorium.

“Sekarang, apa yang kau pikirkan?’’ tanya Williams kepada rekannya. “Sebuah kasus pembunuhan dan ini akan menjadi menarik,” jawab detektif wanita itu ketika keduanya meninggalkan tempat kejadian.

Potongan kisah ini tampak seperti sebuah cerita misteri yang disusun oleh penulis populer macam Sir Artur Conan Doyle atau Agatha Christie. Namun, kasus yang dijuluki “The Dulcimer” oleh media Amerika Serikat itu berangkat dari salah satu kasus yang berhasil dipecahkan oleh seorang detektif wanita dari Departemen Kepolisian Chicago bernama Alice Clement. Clement sendiri merupakan salah satu polisi wanita pertama di Chicago.

Menurut Erika Janik dalam Pistols and Petticoats: 175 Years of Lady Detectives in Fact and Fiction, kecurigaan Clement pada akhirnya terbukti setelah hasil pemeriksaan dulcimer yang ia temukan di kediaman Nona Perry diumumkan. Ia juga melakukan penyelidikan lebih lanjut dan menemukan petunjuk bahwa korban telah mewarisi properti di Colorado dari ayahnya yang telah lama meninggal. Clement juga mengetahui bahwa Nona Perry memiliki seorang bibi bernama Nyonya Brent.

“Gadis itu tak tahu apapun tentang properti yang diwariskan kepadanya, yang mulai “mengalirkan uang” setelah ditemukannya emas di properti tersebut. Ia juga tak tahu tentang hubungannya dengan Nyonya Brent, yang telah mempekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga untuk mendekati gadis itu dan kekayaannya yang belum dimanfaatkan. Tergoda dengan keuntungan yang mungkin ia dapatkan, Nyonya Brent membuat rencana yang mengerikan untuk mengklaim akta tanah itu untuk dirinya sendiri,” tulis Janik.

Sepuluh wanita bergabung dengan Departemen Kepolisian Chicago pada tahun 1913. Dari kiri ke kanan: polisi wanita Anna Loucks, Clara Olson, Fannie Willsey, Margaret “Madge” Wilson, Lulu Parks, Margaret Butler, Alice Clement, dan Emma F. Nukom, serta tokoh pembaharu Gertrude Howe Britton dari Asosiasi Perlindungan Remaja. Tidak tampak dalam foto adalah Mary Boyd dan Nora Lewis. (Erika Janik, Pistols and Petticoats: 175 Years of Lady Detectives in Fact and Fiction).

Brent cukup hati-hati dalam menjalankan rencananya. Alih-alih menggunakan racun yang memungkinkan sasarannya kehilangan nyawa dalam waktu singkat, Brent memilih untuk mengandalkan bakteri penyebab tifus. Setelah mendapatkan “senjatanya”, Brent mengunjungi kediaman Nona Perry. Setelah mengetahui bahwa gadis muda itu seorang diri di kamarnya, Brent segera melancarkan aksinya. Mulanya ia meminta diambilkan segelas air. Saat Nona Perry pergi untuk membawakan minum, Brent segera membubuhi senar-senar di dulcimer milik gadis muda itu dengan sesuatu yang telah terkontaminasi bakteri penyebab tifus. “Wanita itu tahu bahwa Nona Perry sering menjilat jari-jarinya saat membalik halaman-halaman lembar musiknya,” tulis Janik.

Ketika Clement menghadapkan bukti-bukti tersebut kepada Brent, wajah wanita itu berubah menjadi mengerikan. Ia terhuyung dan kemudian pingsan. Setelah sadar, Brent mengakui bahwa uang telah membuatnya gelap mata. Namun sebelum pihak kepolisian berhasil membawanya ke kantor polisi, wanita itu memilih untuk mengakhiri nyawanya dengan sebuah pisau lipat.

Kasus “The Dulcimer” tak pelak membuat nama Alice Clement semakin dikenal di kalangan penduduk Chicago. Aksi-aksinya dalam membongkar kasus kejahatan dan penipuan selalu dinanti dan menjadi buruan para pencari berita. Clement memang bukan polisi biasa, namanya memiliki tempat tersendiri dalam sejarah kepolisian di Amerika. Ketika dorongan untuk memiliki satuan polisi yang terdiri dari para wanita semakin gencar disuarakan di Negeri Paman Sam pada awal abad ke-20, Chicago menjadi salah satu wilayah yang pertama kali mewujudkan aspirasi tersebut.

Baca juga: 

Lena Soekanto Mokoginta Pendiri Bhayangkari

Kerry Segrave menulis dalam Policewomen: A History, Second Edition bahwa pada bulan Agustus 1913, Wali Kota Chicago Carter Horrison Jr. mengangkat sepuluh polisi wanita dan menugaskan mereka di pantai, taman, taman bermain, dan pengadilan remaja. Para polisi wanita itu diberi kekuasaan penuh untuk melakukan penangkapan, mengadakan patroli, mengawasi para pengunjung, dan mencegah para pria melakukan kekacauan di jalanan. Salah satu dari sepuluh polisi wanita yang diangkat itu adalah Alice Clement.

‘’Sepuluh wanita itu bertugas untuk pertama kalinya pada 4 Agustus 1913, dengan mengenakan sebuah lencana perak kecil dan setelan jas biru yang dijahit khusus. Kepala polisi menolak untuk membekali mereka dengan senjata atau pentungan dan dengan demikian mereka akan menggunakan hatpins –memiliki bentuk seperti tusuk rambut- dalam keadaan darurat,’’ tulis Segrave.

Hal menarik dilaporkan surat kabar The New York Times, 27 Desember 1926, yang menyebut bahwa Clement sesungguhnya telah bergabung dengan kepolisian sejak tahun 1909 dan secara bertahap mendapatkan pengakuan luas atas upayanya dalam menangkap para penipu, pencopet, dan pria hidung belang. Wanita yang lahir di Milwaukee, Wisconsin pada tahun 1878 itu menghabiskan enam belas tahun di Biro Detektif.

Tak diketahui alasan pasti di balik keputusan Clement untuk bergabung menjadi polisi wanita di Chicago. Akan tetapi wanita berdarah Jerman yang dikenal pemberani itu memang memiliki perhatian yang besar terhadap nasib perempuan dan anak-anak. Menurut Janik, hal ini terlihat dari gencarnya Clement dalam mengadvokasi hak-hak perempuan dan pencabutan Larangan yang diberlakukan di Amerika.

Potret polisi wanita sekitar tahun 1910-an. Tugas utama polwan adalah mencegah kenakalan di kalangan gadis-gadis muda di jalanan kota. (Erika Janik, Pistols and Petticoats: 175 Years of Lady Detectives in Fact and Fiction).

“Ia bahkan menggugat cerai suami pertamanya, Leonard Clement, dengan alasan ketidaksetiaan dan ketidaktaatan di saat wanita jarang sekali mengajukan – atau memenangkan- perceraian di masa itu. Empat tahun kemudian, ia menikah dengan seorang tukang cukur bernama Albert L. Faubel dalam sebuah upacara rahasia yang dilakukan oleh seorang pendeta wanita,” tulis Janik.

Selain dikenal dengan kemampuannya memecahkan kasus-kasus kejahatan, Alice Clement juga menarik perhatian karena penampilannya. Wanita berambut bob itu kerap terlihat mengenakan bulu-bulu, topi berbagai model, dan sepatu hak tinggi. Tak jarang ia melakukan penyamaran saat tengah menjalankan tugasnya di lapangan. Tercatat ia melakukan ratusan penyamaran saat membasmi para penipu yang berpura-pura menjadi peramal. “Topi adalah yang paling penting,” ungkap Clement saat menjelaskan metodenya. “Besar dan kecil, terang dan gelap, dan warna cerah, bertepi floppy dan disesuaikan, tidak ada yang lebih mengubah penampilan seorang wanita selain perubahan tutup kepala,” tambahnya sebagaimana dikutip Janik.

Baca juga: 

A.W.V. Hinne, Sherlock Holmes dari Hindia Belanda

Clement juga tidak menyukai pria hidung belang. Dalam Chicago Magazine, 1 Desember 2003, dikisahkan bagaimana wanita itu membekuk seorang pria hidung belang yang kerap menjebak wanita-wanita muda. Target Clement adalah Joseph Withers yang membuka “sekolah akting” dan menjanjikan para gadis muda kesempatan untuk berkarir sebagai pemain film. Mulanya, pria itu mengatakan kepada para korbannya bahwa mereka harus “dibekali” dengan kotak rias seharga 2,25 dolar yang terdiri dari pewarna mata, pemerah bibir, pensil mata, dan bedak yang semuanya berukuran kecil. Setelah membeli perlengkapan make-up yang terlalu mahal itu, gadis-gadis tersebut dibawa ke ruangan lain, di mana Withers menginstruksikan para korbannya untuk berpose, salah satunya menyuruh para gadis muda itu untuk mengangkat pakaian mereka hingga batas tertentu. Withers juga mengukur proporsi tubuh para gadis dengan menggunakan meteran.

Clement segera bertindak untuk menangkap Withers. Ia menyamar sebagai seorang aktris film dan berkunjung ke kantor pria itu. Withers yang terpesona dengan penampilan Clement segera menjalankan rencananya tanpa sadar ia tengah dijebak oleh polisi wanita tersebut. “Saya membiarkannya berbicara cukup lama dengan saya untuk mendapatkan bukti-bukti tentangnya,” kata Clement, “dan setelah bukti yang didapat cukup, saya segera memanggil petugas yang telah bersiaga,” tambahnya.

Belasan tahun bertugas sebagai pelindung masyarakat Chicago, khususnya wanita dan anak-anak, Clement mulai mengurangi aktivitasnya seiring dengan kondisi kesehatan yang memburuk dengan cepat di tahun 1920-an. Dalam beberapa bulan, penyakitnya mengubah Clement dari seorang detektif yang aktif dan selalu menghiasi halaman depan surat kabar menjadi seorang ibu rumah tangga yang sakit-sakitan dan hanya bisa duduk di kursi roda. Ia meninggal dunia pada 26 Desember 1926 di usia 45 tahun.*

TAG

detektif amerika serikat

ARTIKEL TERKAIT

A.W.V. Hinne, Sherlock Holmes dari Hindia Belanda Frozen Food Mengubah Kebiasaan Makan Orang Masa Kini Sejak Kapan Toilet Dipisah untuk Laki-laki dan Perempuan? Kisah Jongkie Sugiarto, Montir Mobil Kepresidenan RI Insiden Mobil Kepresidenan Soeharto Penyakit Asma Memicu Penciptaan Alat Penyedot Debu Frank Lenz, Pesepeda Amerika yang Hilang Ketika Berkeliling Dunia (Bagian II - Habis) Frank Lenz, Pesepeda Amerika yang Hilang Ketika Berkeliling Dunia (Bagian I) Bohl Tuan Tanah Senayan dan Matraman Tuan Tanah Menteng Diadili