Masuk Daftar
My Getplus

Amuk Semeru di Masa Lalu

Semeru, salah satu gunung api teraktif di timur Pulau Jawa. Erupsinya sejak abad ke-19 acap menelan banyak korban jiwa.

Oleh: Randy Wirayudha | 05 Des 2021
Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa (bromotenggersemeru.org)

KETENANGAN warga Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (Jatim) pada Sabtu (4/12/2021) sore mendadak berubah jadi kegemparan. Langit berubah kelam seiring gemuruh akibat erupsi dahsyat Gunung Semeru. Gunung tertinggi di Pulau Jawa (3.676 mdpl) itu mengeluarkan kepulan asap pekat dan hujan abu vulkanik yang mencapai Kabupaten dan Kota Malang.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan di laman Kementerian ESDM, Sabtu (4/12/2021), erupsi Gunung Semeru terekam dalam seismograf dengan amplitudo maksimum 25 milimeter dan durasi 5160 detik.  Warga maupun wisatawan diharapkan tak beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari bukaan kawah demi menghindari guguran awan panas dan banjir lahar dingin, terutama di jalur Curah Kobokan.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang dan Agen Bencana Provinsi Jatim dibantu aparat TNI-Polri bahu-membahu mendirikan sejumlah posko pengungsian dan mengevakuasi warga yang berdiam di sekitar sektor Candipuro-Pronojiwo. Disebutkan BPBD, terdapat 13 korban tewas dan 48 mengalami luka yang lantas dilarikan ke Puskemas Pasirian dan Rumahsakit Bhayangkara.

Advertising
Advertising

Meski demikian, jumlah korban bisa saja bertambah. Hingga tulisan ini diturunkan, Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati Masdar dalam konferensi pers yang dihelat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu (4/12/2021) malam mengatakan, masih ada warga Pronojiwo yang terjebak karena Jembatan Gladak Perak yang menghubungkan Lumajang-Malang putus. Belum lagi para pekerja tambang pasir di Desa Sumberwuluh, di mana dua orang hilang dan delapan lainnya terjebak di kantor pemilik tambang.

Baca juga: Abu Sinabung Kembali Membubung

Erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 (Twitter @BPNB_Indonesia)

Erupsi Semeru dari Masa ke Masa

Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Jawa tak hanya kondang sebagai destinasi pendakian tetapi juga sebagai tempat penambangan pasir. Gunung berbentuk strato (kerucut terpancung) itu memiliki dua kawah: Mahameru yang sudah tidak aktif dan Jonggring Seloko yang masih aktif.

“Gunung Semeru merupakan gunung berapi aktif tipe A, yaitu gunung yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600. Gunung ini adalah bagian termuda dari Pegunungan Jambangan yang telah berkembang menjadi strato-vulkano luas yang terpisah,” ungkap Rudi Badil, Luki Sutrisno, dan Nessy Luntungan Rambitan dalam Soe Hok Gie: Sekali Lagi.

Tipe erupsi Gunung Semeru tidak selalu sama. Setidaknya ada tiga tipe erupsi gunung tersebut yang tercatat.

“Gunung Semeru tercatat telah mengalami perubahan fase erupsi sebanyak tiga kali. Sebelum tahun 1967, erupsi dari Gunung Semeru didominasi oleh tipe erupsi vulkanian. Pada tahun 1967 hingga pertengahan 2009, erupsi Gunung Semeru didominasi oleh tipe strombolian vulkanian lemah. Sedangkan sejak akhir tahun 2009, fase erupsi Gunung Semeru berubah menjadi hembusan bertekanan rendah dan terjadi pembentukan kubah lava baru. Fenomena ini disertai dengan keluarnya gumpalan asap putih di kawasan puncak Gunung Semeru,” ujar Sukir Maryanto dalam Seismik Vulkanologi.

Baca juga: Soe Hok Gie, Politik, Gunung dan Puisi

Ilustrasi erupsi Gunung Semeru yang berlokasi di antara Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang (esdm.go.id)

Sejak 1967, Semeru senantiasa meletuskan abu dan lava setiap 15-30 menit sekali, di mana letusan-letusan kecil itu lazimnya tak berbahaya karena kepundaannya terbuka sehingga gas langsung dikeluarkan dan energinya keluar sedikit demi sedikit. Namun, ia mesti tetap diwaspadai jika erupsi mengeluarkan abu vulkanik, awan panas, dan banjir lahar dingin.

Erupsi pertama Semeru tercatat terjadi pada 8 November 1818. Erupsi tersebut terjadi sebagai imbas dari gempa yang terjadi pada hari yang sama.

“(Pada) 8 November 1818 terjadi aktivitas erupsi gunung ini. Pada hari yang sama gempa tektonik yang dahsyat juga terjadi dan terasa di segenap pesisir Jawa. Paling parah di bagian timur pulau. Tsunami juga terjadi di Selat Bali. Diyakini gempa itulah yang memicu, baik tsunami dan erupsinya; dengan demikian kejadian luar biasa ini dan gelombang laut seismik secara tidak langsung saling berkaitan satu sama lain,” ungkap Péter Hédérvári dalam Catalog of Submarine Volcanoes and Hydrological Phenomena Associated with Volcanic Events: 1500 BC to December 1899.

Baca juga: Tujuh Gempa Lombok dalam Catatan Sejarah

Sejak 1818, Semeru setidaknya mengalami 55 kali erupsi. Beberapa di antaranya mengakibatkan timbulnya banyak korban jiwa. Seperti yang terjadi pada 28-29 Agustus 1909. Sekitar 500 nyawa melayang (sumber lain menyebut 220 jiwa) dan ribuan jiwa dibuat mengungsi. Media massa ramai menyebutnya sebagai “De Ramp te Loemadjang” atau “Bencana Lumajang”.

“Dari ‘Bencana Lumajang’ dilaporkan ratusan warga lokal tewas. Seperti yang dialami di Desa Tumpang, di mana dari Kali Pancing saja berserakan 350 jenazah. Diperkirakan puluhan lainnya hanyut sampai ke muara laut. Sementara di Lumajang baru ditemukan 20 korban tewas lain tertimbun pasir. Mayat-mayat lain juga menghampar di tempat-tempat lain,” tulis Suratkabar De Preanger Bode edisi 4 September 1909.

Ratusan korban itu tewas akibat awan panas dan banjir lahar dingin setinggi 2-3 meter pasca-erupsi yang menyapu desa-desa di lembah Gunung Semeru. Suratkabar itu juga menyebutkan sekira 2.000 penyintas dari Malang terpaksa mengungsi ke Jatiroto dan Sukodono. Lahan-lahan pertanian, pabrik-pabrik gula dan tembakau, serta sejumlah jembatan dan jalur keretaapi rusak akibat banjir lahar dingin yang diperparah hujan deras.

Baca juga: Letusan Gunung Tambora Musnahkan Dua Kerajaan

Dampak erupsi Semeru pada 1941 (Soerabaijasch Handelsblad, 31 Oktober 1941)

Erupsi besar juga terjadi dalam kurun 1941-1942 walau tak menimbulkan korban jiwa. Korban jiwa justru muncul ketika Semeru meletus lagi tiga dekade berselang kendati tak terlalu parah. Petakanya disebabkan oleh curah hujan besar pada 12-13 November 1976. Akibatnya, Desa Kebondeli dan beberapa desa di sekitarnya tersapu banjir lahar dingin.

Mengutip Gunung Semeru Antara Letusan dan Kekayaan Alamnya, tragedi itu menewaskan 110 korban tewas dan sembilan lainnya terluka (sumber lain menyebut 129 orang tewas). Sebanyak 1.045 rumah warga hanyut dan lebih dari lima ribu penduduk dievakuasi. Pertanian padi dan tebu seluas 766 ribu hektar pun hancur, dan jalan raya Lumajang-Malang longsor.

Presiden Soeharto sampai menetapkan kejadian itu sebagai “Tragedi Nasional Bondeli". Hasilnya dikeluarkan dua program: pemulihan sarana irigasi pertanian dan transmigrasi bagi para korban banjir lahar dingin Kebondeli.

Baca juga: Bencana Krakatau di Pengujung Agustus 1883

Bencana yang tak kalah dahsyat terjadi lima tahun berselang, 14 Mei 1981. Menukil laporan Global Volcanism Program, Smithstonian Institution dalam “Scientific Event Alert Network Bulletin: Volume 6”, curah hujan lagi-lagi jadi penyebab utama tewasnya lebih dari 200 orang dalam bencana itu.

“Curah hujan 30 centimeter selama dua jam pada 14 Mei melongsorkan endapan piroklastik dari puncak kawah. Breksi, abu vulkanis, permukaan tanah, dan pepohonan menciptakan banjir lahar dingin bercampur lumpur yang turun dengan deras ke Lembah Tunggeng dan Sungai (Besuk) Sat,” kata laporan tersebut.

Banjir lumpur itu menyapu 16 desa dan menyebabkan 626 hektar sawah rusak. Sementara, 252 orang dilaporkan tewas, 120 dinyatakan hilang, 152 terluka, dan 7.025 lainnya kehilangan tempat tinggal.

Baca juga: Meredam Murka Gunung Kelud

TAG

gunung meletus semeru bencana alam

ARTIKEL TERKAIT

Gunung Semeru Memantapkan Pulau Jawa Puisi Cinta Soe Hok Gie Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Ada Rolls-Royce di Medan Laga Rolls-Royce Punya Cerita Bumi Pertiwi Hampir Mati Lomba Bercocok Tanam di Masa Silam Enam Gempa Paling Mematikan di Negeri Tirai Bambu Purnatugas Heli Puma Pesawat Multifungsi Tulang Punggung Matra Udara Jerman