Masuk Daftar
My Getplus

Peluru Nyasar ke Gedung DPR

Peluru nyasar ke gedung DPR bukan kali ini saja terjadi. Pernah dialami Suryadharma Ali.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 18 Okt 2018
Suryadharma Ali ketika menjabat Menteri Agama. (kemenag.go.id).

GEDUNG DPR RI menjadi sasaran peluru nyasar pada 15 Oktober 2018. Peluru dari senjata jenis Glock 17 itu mengenai ruang kerja (1313) anggota Fraksi Golkar, Bambang Heri Purnomo, dan ruang kerja (1601) anggota Fraksi Gerindra, Wenny Warouw. Polisi menetapkan dua tersangka yang bekerja sebagai PNS Kementerian Perhubungan dan bukan anggota Perbakin (Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Indonesia).

Dua hari kemudian, 17 Oktober 2018, peluru nyasar kembali ditemukan di ruang kerja (1008) anggota Fraksi Demokrat, Vivi Sumantri Jayabaya; dan retakan di kaca ruang kerja (2003) anggota Fraksi Partai Amanat Nasional, Totok Daryanto, tapi pelurunya belum ditemukan.

Peluru nyasar bukan kali ini saja terjadi. 19 tahun lalu peluru nyasar menggegerkan para politikus Senayan. Majalah bulanan DPR, Parlementaria No. 28 Th. XXXI, 1999, sampai menurunkan tulisan berjudul “Penembak Gelap Mulai Incar Anggota DPR Vokal: Orang Mau Celaka Itu Tak Lihat Tempat.”

Advertising
Advertising

Baca juga: Di balik pendudukan gedung DPR

Pada 7 Februari 1999, peluru ditemukan di ruang kerja (1601) anggota Fraksi PPP Suryadharma Ali. Ketika bekas tembakan itu ditemukan, dia tidak berada di tempat. Dia sedang membacakan pemandangan umum fraksinya terhadap RUU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, RUU Rahasia Dagang dan RUU Desain Industri di Sidang Paripurna DPR.

Bekas tembakan itu ditemukan tak sengaja. Chaeruddin, staf Suryadharma Ali, curiga dengan serpihan kaca di meja kerja, sofa panjang termasuk karpet. Dia lalu mencari asal serpihan kaca tersebut dan melihat lobang berdiameter 3 mm persis di tempat duduk Suryadharma Ali.

“Mungkin karena penembaknya orang terlatih, maka bekas tembakan itu mengarah tepat di bagian belakang kepala calon korban,” tulis Parlementaria.

Chaeruddin segera melapor ke pimpinan Fraksi PPP. Sekretaris Fraksi PPP Endin AJ Soefihara dan wakilnya, Achmad Farial, disertai beberapa petugas Pamdal (pengamanan dalam) DPR memeriksa ruang kerja Suryadharma Ali.

Baca juga: Riwayat nama ruang dan gedung DPR

Setelah melakukan pemeriksaan, petugas Pamdal menyampaikan bahwa lobang yang terletak persis di belakang kepala Suryadharma Ali berasal dari tembakan senjata api laras panjang. Proyektil sepanjang 1,5 sentimeter ditemukan nyangkut di lampu neon. Barang bukti itu diserahkan ke polisi untuk diteliti di laboratorium forensik Mabes Polri.

Dari jenis pelurunya, Endin merasa tak mungkin tembakan itu datang dari lapangan tembak Senayan, tempat latihan menembak. Ini pasti senjata laras panjang. Menurutnya, tembakan itu mungkin dari gedung bertingkat –seperti Hotel Mulia– yang bisa saja digunakan penembak jitu mengarahkan moncong senjata ke calon korban. Kendati demikian, dia berharap mudah-mudahan hanya peluru nyasar.

Endin tak tahu apakah penembakan itu ada kaitannya dengan pernyataan keras Suryadharma Ali soal bisnis panti pijat beberapa hari sebelumnya. Dia minta pengamanan ditingkatkan, jangan sampai ada anggota DPR yang mati konyol.

“Kita jadi heran, kenapa teror terhadap FPPP akhir-akhir ini makin meningkat. Sesudah anggota kita, Tengku Nashiruddin Daud ditemukan tewas di Pancurbatu, Sumatra Utara, kok kini ancaman diarahkan ke anggota yang lain,” ujar Endin masih dalam Parlementaria.

Sementara itu, Suryadharma Ali mengaku tak punya musuh dan selama ini berusaha baik kepada siapa pun. Dia juga mengaku tak pernah diteror, baik melalui telepon, didatangi atau lewat surat kaleng.

Suryadharma Ali kemudian menjabat ketua umum PPP (2007-2014). Dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dia menjabat Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2004-2009) dan Menteri Agama (2009-2014).

Baca juga: Mengorupsi kitab suci

Akhirnya, Suryadharma Ali terkena “peluru” KPK. Dia divonis enam tahun penjara karena menyalahgunakan kewenangan sebagai Menteri Agama dalam penyelenggaraan haji. Di tingkat banding, majelis hakim memperberat hukumannya menjadi sepuluh tahun penjara, denda Rp300 juta, dan mencabut hak politiknya selama lima tahun. Dia kemudian mengajukan Peninjauan Kembali.

TAG

DPR

ARTIKEL TERKAIT

Gedung Parlemen di Antara Dua Rezim Fraksi ABRI Riwayatnya Dulu Volksraad, DPR ala Hindia Belanda Riwayat Nama Ruang dan Gedung Parlemen Jenderal Nasution Mengucapkan Selamat Hari Natal Musuh Napoleon di Waterloo Hina Diponegoro Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun Ketika Kapolri Hoegeng Iman Santoso Kena Peremajaan Sekolah Dokter Dulu Sekolah Miskin Setelah  Jadi ABRI, Polisi Jadi Alat Politik Penguasa