GEMPITA kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 disambut rakyat dengan pendirian berbagai organisasi maupun badan perjuangan. Pada 15 September 1945, berdirilah Partai Buruh Indonesia (PBI). Beberapa bekas pekerja di Dinas Tenaga Kerja zaman pendudukan Jepang ada di dalam partai ini. PBI kemudian dipimpin oleh Setiadjit yang baru pulang dari Belanda dan Moesirin yang belum lama pulang dari Australia.
Ketika masih di Australia, Moesirin sudah bergerak melawan Kerajaan Belanda yang hendak menduduki kembali Indonesia. Koran De Waarheid tanggal 10 April 1947 menyebut Moesirin telah mengorganisir pemogokan buruh dermaga di Australia dalam rangka mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.
Moesirin yang lahir di Madiun, 14 April 1901, ini memang terlibat dalam pergerakan buruh sedari muda. Berita De Locomotief edisi 9 Agustus 1927 menyebutkan Moesirin alias Soekarata sebelum 1927 adalah pegawai perusahaan kereta api negara, Staat Spoorwagen (SS). Di sana, Moesirin terus aktif berorganisasi dengan menjadi bagian dari serikat buruh perusahaan tersebut.
“Dari 1923 hingga 1925 dia sempat aktif menjadi pengurus cabang Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP) atau serikat buruh kereta api di Bandung,” kata buku Kami Perkenalkan.
Baca juga: Digoelis Makassar Itu Bernama Paiso
Serikat buruh yang diikuti Moesirin berisi campuran orang berbagai etnis. Serikat buruh itu dikenal sebagai serikat buruh yang kiri.
Setelah itu, Moesirin pindah ke Surabaya dan aktif sebagai anggota Pengurus Besar Sarekat Pegawei Pelaboean dan Laoet (SPPL) sejak 1926. Moesirin kemudian masuk Partai Komunis Indonesia (PKI) sebelum November 1926. Moesirin ikut ditangkap setelah PKI berontak pada 13 November 1926. Dia lalu dibuang ke Boven Digoel pada 1927 ketika usianya 27 tahun.
Moesirin ditempatkan di Kamp Tanah Merah ketika baru tiba di Boven Digoel. Sebagaimana dicatat Molly Bondan dalam Spanning a Revolution: Kisah Mohamad Bondan, Eks-Digulis, dan Pergerakan Nasional Indonesia, Moesirin adalah tahanan dengan nomor 462. Lantaran keras kepala terhadap pemerintah kolonial, Moesirin pernah diberi tempat khusus di Tanah Tinggi, di hulu Sungai Digoel yang sepi. Sekitar tahun 1937 dia dikembalikan dari Tanah Tinggi.
Moesirin akhirnya 15-an tahun menjalani pembuangan di Digoel. Sewaktu Dai Nippon tiba di bekas Hindia Belanda pada 1942, dia termasuk yang diungsikan ke Australia.
Baca juga: Kesatria Ratu Belanda Menjaga Boven Digoel
Belanda menjadikan Australia sebagai tempat pemerintahan pengasingannya dalam Perang Pasifik. Dari benua itu, Belanda bersama negara-negara Sekutu fokus melawan tentara Jepang lewat ABDA-Com. Dari Australia pula Belanda memantau bekas koloninya di Nusantara yang dikuasai tentara Jepang. Kendati begitu, posisi Belanda tak setara baik politis maupun militer dengan sekutu-sekutunya itu.
“Angkatan bersenjata Belanda kini berada dalam posisi lebih lemah dibandingkan dengan Inggris, dan terlebih dengan sekutu Amerikanya. Posisi lemah dan bergantung pada urusan militer seringkali membuat frustrasi pasukan Belanda di pengasingan. Selain itu, Belanda mendapati diri mereka berada di sela-sela pengambilan keputusan Sekutu. Wilayah Hindia Belanda kini secara operasional dibagi antara Komando Area Pasifik Barat Daya pimpinan Amerika dan ‘teater Hindia’ milik pasukan Inggris, yang dieorganisasi menjadi South East Asia Command (SEAC) pada akhir 1943. Protes pemerintah Belanda yang menyatakan bahwa seluruh koloni mereka harus tetap berada di dalam satu wilayah komando Sekutu tidak dipedulikan,” kata buku yang dieditori MRD Foot, Holland at War Against Hitler.
Semasa di Australia pula pemerintah Belanda berusaha menggalang kerjasama denga orang-orang buangan. Salah satunya dengan Sardjono, bekas Ketua PKI era 1926. Mereka ada yang bekerja di pusat informasi Netherlands Indies Government Information Services (NIGIS), atau belakangan bahkan ada yang direkrut menjadi serdadu tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL). Seorang bekas PKI menjadi KNIL di zaman Perang Dunia II adalah sesuatu anomali dalam sejarah Indonesia.
Moesirin, yang usianya sudah 40-an tahun di masa Perang Dunia II berkecamuk, termasuk yang rela menjadi serdadu KNIL. Selain dirinya, ada Clemens Wentuk, Johannes Waworoentoe, Mohamad Gaos, Wirjodihardjo, Soekarnaatmadja, Soedjadi, dan Soeratman yang rela jadi serdadu KNIL. Usia mereka antara 40-50 tahun. Nama mereka tercantum dalam Arsip Mohamad Bondan 155. Mereka menjadi tentara milisi KNIL ketika Jepang masih berkuasa di Indonesia.
Baca juga: Digoelis Masuk Parlemen
Namun, mereka tidak lama menjadi serdadu. Setelah Indonesia merdeka, sikap mereka kepada pihak Belanda tentu tak seiring lagi. Sekitar September-Oktober 1945, mereka beramai-ramai mengundurkan diri dari dinas militer agar tidak berperang melawan Republik Indonesia di Jawa atau dimana pun.
Tentu otoritas Belanda memandang sikap mereka sebagai sebuah perbuatan desersi (lari dari tanggungjawab). Biasanya mereka akan ditahan. Perbuatan Moesirin dkk. dalam pemberontakan tentara KNIL di Australia itu adalah bagian dari perlawanan orang Indonesia pertama terhadap pihak Belanda yang hendak menguasai kembali Indonesia.
Setelah beberapa waktu di Australia, Moesirin akhirnya dibawa Belanda ke Indonesia. Begitu tiba di Jawa lagi setelah lebih dari 17 tahun ditinggalkannya, Moesirin bergerak kembali. Antara 1946-1947, Moesirin menjadi ketua Serikat Buruh Djawatan Angkutan Motor RI. Pernah juga dia menjadi ketua Serikat Buruh Mobil di Bandung. Sejak 1950, Moesirin duduk menjadi wakil Partai Buruh di parlemen Dewan Perwakilan Rakyat RI.*