Masuk Daftar
My Getplus

Kibuli Raden Paku

Dia adalah Teuku Umar Kalimantan. Namun dia akhirnya dikibuli Belanda.

Oleh: Petrik Matanasi | 27 Mar 2024
Orang-orang Dayak dalam pakaian perang mereka, 1864, tahun di mana Raden Paku gencar melawan Belanda (Foto: The Illustrated London News/commons.wikimedia.org.)

Kendati usianya baru dua dekade, nama Melawi sejak dulu sudah sering disebut-sebut. Kabupaten di Kalimantan Barat yang sebelumnya menjadi bagian dari Kabupaten Sintang dan pernah berada di bawah Kesultanan Banjarmasin ini pernah di-blacklist pemerintah Hindia Belanda.

Antara 1863 hingga 1867, Melawi dan Sintang dianggap daerah yang rusuh oleh pemerintah kolonial. Melawi dan Sintang termasuk daerah yang melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Algemeen Handelsblad (6 Maret 1896) menyebut dalam perlawanan itu dua kepala suku di pedalaman Melawi melakukan perlawanan. Salah satu kepala suku tersebut, namanya Regam, lalu berpihak kepada pemerintah kolonial pada Juli 1866.

Di balik ketulusannya, Regam ternyata hendak membalas dendam atas pemerasan yang dilakukan Mas Nata Widjaja yang menjadi pemimpin pemberontakan. Atas kerja kerasnya meredam perlawanan di Sintang, maka Penembahan Sintang Regam —yang berkuasa di daerah Melawi dan Sintang— diberi penghargaan dan gelar Raden Paku Jaya pada Mei 1867.

Advertising
Advertising

Regam adalah orang Dayak yang pernah menjadi kepala di Nanga Serawai di Melawi Hulu. Selama bertahun-tahun Regam hidup damai. Namun setelah 1880-an, ketenangan di daerah kekuasaannya sirna. De Locomotief tanggal 3 Februari 1896 menyebut Regam alias Raden Paku melanggar janjinya untuk tidak menguasai Melawi Hulu.

“Bertentangan dengan janjinya tidak pernah lagi memasuki Melawi Atas, tindakannya telah mengganggu kelancaran urusan, berkali-kali menimbulkan kesulitan bagi aparat,” demikian Militair Weekblad, 19 Maret 1896, memberitakan.

Berkali-kali dia bertindak melawan pemerintah. Kelakuan Raden Paku jadi kurang lebih sudah mirip seperti Teuku Umar di Aceh: Setelah dipercaya malah berontak.

Malam 10 November 1895, Raden Paku telah berada di Serawi, pedalaman Melawi. Sepak terjangnya tak bisa dicegah lagi, bahkan oleh aparat bersenjata kolonial sekalipun. Setidaknya 11 polisi bersenjata dikirim untuk mengatasi Raden Paku.

Situasi itu kemudian sampai ke telinga residen Kalimanan Barat. Alhasil, pada 12 Desember 1895 sebanyak satu pasukan militer dikirim ke Melawi Hulu.

Seorang kontrolir bernama Louis Constant Westenenk (1872-1930) harus bekerja untuk menyelesaikan perlawanan tersebut. Dia datang ke Kalimantan Barat pada 1893 sebagai pegawai negeri sipil Belanda. Sebelumnya dia pernah tinggal di sana.

Sang pegawai yang berusia 24 tahun jelang akhir Maret 1896 itu tak cuma duduk di balik meja. Westenenk turun ke lapangan bersama pasukan militer. Deli Courant tanggal 10 April 1933 menyebut dia bergerak bersama 34 orang pasukannya. Di antara mereka hanya 17 orang yang bersenjata api Beaumont dan 17 bersenapan kuno. Westenenk meniru Jenderal Van Heutsz. Mereka mengejar tanpa henti dan tidak memberi waktu kepada lawan beristirahat barang setengah hari pun.

Pada barisan Westenenk tersebut, Kopral Suka dari kesatuan polisi bersenjata adalah yang terdepan. Kopral Suka kemudian berhasil menemukan Raden Paku dan sekitar 100 orang pengikutnya yang –banyak yang bersenjata api– bertahan di dalam sebuah rumah panjang.

Karena tidak punya banyak amunisi, Kopral Suka jadi menerapkan taktik mengulur waktu agak tidak segera dilumpuhkan pasukan Raden Paku yang jumlahnya lebih banyak. Pasukan Westenenk lain juga diam-diam bergerak di bawah kolong.

Kopral Suka memulai tembakan ke dua arah, membuat pengikut Raden Paku kebingungan lalu merasa terkepung. Kopral Suka dan kawan-kawannya lalu mengambil posisi. Pengikut Raden Paku ditakuti dengan tabung dinamit dan diancam jika tidak menyerah dalam waktu 15 menit, maka dinamit akan dilemparkan ke mereka.

Orang Dayak pengikut Raden Paku bukan sudah tahu dinamit. Mereka tahu itu bisa untuk menangkap ikan. Mereka tahu dinamit benda berbahaya.

Keheningan terjadi sejenak. Raden Paku berusaha untuk keluar dari situasi yang tidak menyenangkan itu dengan keluar dari sebuah rumah. Tapi dia kemudian dilucuti. Raden Paku dan pengikutnya merasa kesal karena ternyata pasukan yang mengepung mereka jumlahnya sangat sedikit.

Raden Paku dan pengikutnya kemudian dibuang. Koran Java Bode tanggal 4 Januari 1897 menyebut Raden Paku bersama 3 orang pengikutnya dibuang ke Ternate. Selain ke Ternate, ada pula pengikutn Raden Paku yang dibuang ke Banyuwangi, Bukittinggi, dan Manado.

TAG

dayak tokoh-kalimantan

ARTIKEL TERKAIT

Gara-gara Batang Pohon, Kapten KNIL Quant Tewas Soeta Ono Jagoan Rimba Mengulik Sejarah Suku Dayak Iban di Sarawak Asal-Usul Suku Tidung Benteng Kuno Dayak dari Masa Tradisi Berburu Kepala Orang Hokian di Pusat Borneo Keluarga Jerman di Balik Serangan Jepang ke Pearl Harbor Insiden Perobekan Bendera di Bandung yang Terlupakan Memburu Kapal Hantu Perdebatan Gelar Pahlawan untuk Presiden Soeharto