Masuk Daftar
My Getplus

India, Bharat, dan Hindustan

PM Narendra Modi sudah menggunakan “Bharat” untuk nama negerinya kendati nama “India” sudah kadung dikenal dunia selama berabad-abad.

Oleh: Randy Wirayudha | 08 Sep 2023
Suporter kriket India yang juga sudah menggaungkan nama "Bharat" (bharatarmy.com)

MENYONGSONG Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok Dua Puluh (KTT G20) ke-18 di New Delhi pada 9-10 September 2023, India sebagai tuan rumah sudah bersiap. Meski begitu, ada yang baru dalam undangan gala dinner resmi dari Presiden Droupadi Murmu. Dalam undangan itu, Presiden Murmu menerakan dirinya sebagai “President of Bharat”, bukan “President of the Republic of India”.

Terlepas dari belum adanya pernyataan resmi lanjutan dari pemerintah federal, dalam kesempatan berbeda Perdana Menteri (PM) Narendra Modi juga sudah mengumbar penyebutan “Bharat” saat menghadiri KTT ASEAN-India ke-20 di Jakarta, Kamis (7/9/2023). Tepatnya dalam pidato PM Modi saat menguraikan keterkaitan intim negerinya dengan negara-negara Asia Tenggara secara geografis dan historis.

“Sejarah dan geografi kita menghubungkan Bharat dan Asia. Bersamaan dengan berbagi nilai-nilai, kesatuan kawasan, perdamaian, kesejahteraan, dan kepercayaan satu sama lain dalam dunia multipolar yang menyatukan kita bersama. Tahun lalu kita merayakan hari persahabatan Bharat-ASEAN dan memberi bentuk kemitraan strategis yang komprehensif,” tutur PM Modi, dilansir India Today, Kamis (7/9/2023).

Advertising
Advertising

Baca juga: Alasan Indonesia Mendukung Pakistan daripada India

Istilah “Bharat” itu sendiri merupakan terjemahan bahasa Sanskerta dari nama resmi negerinya, Bhārat Ganarājya atau Republik India. Sebelumnya, Bharatiya Janata Party (BJP) –selaku partai penguasa sekaligus kendaraan politik PM Modi–mengungkapkan, rencana penggantian nama “India” menjadi “Bharat” demi meninggalkan mental budak warisan kolonial Inggris.

“Inggris mengubah nama ‘Bharat’ menjadi ‘India’. Negeri kami sudah dikenal selama ribuan tahun dengan nama ‘Bharat’. Nama ‘India’ diberikan Raj kolonial yang artinya simbol perbudakan,” ujar Naresh Bansal, anggota parlemen asal BJP, dikutip Al Jazeera, Rabu (6/7/2023).

Surat undangan dari Presiden Droupadi Murmu yang menggunakan lema "Bharat" (Twitter @dpradhanbjp)

Meski begitu, penentangan tetap meyertai rencana itu. Kelompok-kelompok oposisi menuding rencana penggantian nama itu tak lain bentuk rebranding negara demi menegaskan superioritas BJP. Pasalnya, partai penguasa itu mulai terusik koalisi kelompok-kelompok oposisi menjelang Pemilu 2024.

Selama beberapa waktu terakhir BJP memang sudah mengubah beberapa nama kota dan landmark warisan Kekaisaran Islam Mughal (1526-1857) dan periode kolonial British Raj (1858-1947) dengan nama Hindi. Di antaranya Taman Mughal (kini Amrit Udyan), kota Allahabad (kini Prayagraj), Hoshangabad (kini Narmadapuram), Aurangabad (kini Chhatrapati Sambhajinagar), Osmanabad (kini Dharashiv), New Raipur (kini Atal Nagar), dan Calicut (kini Kozhikode).

“Kita semua mengatakan ‘Bharat’. Apa yang baru dari nama ini? Apalagi nama ‘India’ sudah dikenal dunia. Kenapa tiba-tiba pemerintah harus mengubah nama negara?” tanya Menteri Negara Bagian Benggala Barat cum oposan Mamata Banerjee.

Baca juga: Konflik Muslim-Hindu India dari Masa ke Masa

PM  Narendra Damodardas Modi di KTT ASEAN-India di Jakarta (asean2023.id)

Kronik Label India

Sejatinya ada lebih dari dua nama yang kondang untuk menyebut negeri itu, baik di India maupun dari luar India. Di Thailand, Malaysia, dan Indonesia sejak peradaban Hindu-Buddha, India lebih dikenal dengan nama “Jambu Dwipa” sebelum meluasnya penyebutan Bharat. Nama itu juga berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya Pulau (buah) Beri.

Berbeda lagi dengan bangsa Tibet. Sejak abad ke-200 Sebelum Masehi (SM), negeri India disebut “Phagyul” yang artinya Tanah Arya, atau kadang “Gyagar” yang berarti Kerajaan Mutiara. Sedangkan di China, sejak abad ke-4 Masehi (M) India disebut dengan nama Tianzhu. Ini merupakan lintas interpretasi dari kata bahasa Sanskerta “Sindhu”. Sementara, kaum Yahudi menyebut India “Hodu”, yang merupakan lintas interpretasi dari “Sindhu”. Itu terdapat dalam beberapa Alkitab berbahasa Ibrani.

Selama ini ada tiga nama yang kondang untuk menyebut negeri di Asia Selatan itu. Selain Bharat dan India, ada Hindustan. Ketiganya, ungkap Anu Kapur dalam Mapping Place Names of India, bergantung pada konteks sejarah dan bahasa dalam setiap percakapan non-formal atau diskusi formal. Di India sendiri paling dikenal tiga nama: Bharat, India, dan Hindustan.

“Tapi di antara tiga itu, nama ‘Bharat’ dan ‘India’ yang paling hidup dan digunakan di seantero negeri. Dalam (konteks) politik ada dua partai besar yang menggunakan kedua nama itu, Bharatiya Janata Party dan Indian National Congress. Partai pertama itu lahir di alam India yang merdeka, sementara partai terakhir itu lahir sejak (era) kolonial,” tulis Kapur.

Baca juga: Senjakala Monarki di Sri Lanka

Dua nama, yakni Bharat dan Hindustan, pernah digunakan dalam suatu percakapan antara PM Indira Gandhi dan astronot Letkol (udara) Rakesh Sharma. Komunikasi itu, lanjut Kapur, terjadi saat Letkol Sharma masih mengangkasa –menggunakan wahana Soyuz T-11 dalam rangka program antariksa Uni Soviet– pada April 1984.

“Seperti apa penampakan Bharat dari luar angkasa?” tanya PM Indira Gandhi.

Saare Jahan SeyAccha, Hindustaan hamara (Tidak diragukan lagi Hindustan tampak lebih baik dari seisi dunia),” jawab Letkol Sharma.

PM  Indira Priyadarshini Gandhi saat berkomunikasi dengan Rakesh Sharma di luar angkasa (Twitter @dayakamPR)

Nama Bharat sendiri –yang merupakan terjemahan dari bahasa Sanskerta–bersumber dari lema “Bharata” dalam manuskrip Mahabharata (200-300 SM). Awal mula kata “Bharata”, tambah Kapur, berkelindan dengan kisah Dushyanta, raja Hastinapura (kini Kota Meerut).

“Dalam legenda itu disebutkan: Dushyanta dan Shakuntala memiliki seorang anak yang dinamai Bharata. Anak yang kemudian menjadi raja dari sebuah negeri yang juga dinamai Bharata,” imbuhnya.

Baca juga: Garuda Sebelum Jadi Lambang Negara

Catatan paling awal tentang sebutan “Bharat” yang merujuk aspek geografis, menurut Dwijendra Narayan Jha dalam Rethinking Hindu Identity, terdapat dalam Prasasti Hathigumpha di Odisha, dari abad ke-1 SM. Dalam prasasti dari masa Raja Kharavela, penguasa Monarki Kalinga, itu tertulis penyebutan Bharata-varsa untuk menamakan area di bagian utara India, tepatnya di kawasan barat Dataran Gangga.

Adapun benang merah penyebutan “Hindustan”, bertautan dengan masa kekuasaan Islam di negeri itu. Usai berkelana ke negeri beragama mayoritas Hindu itu pada tahun 1017 M, penjelajah Arab Al-Biruni mengisahkan petualangannya dalam kitab Tarikh al-Hind.

“Imbuhan ‘stan/sthana’ dalam bahasa Sanskerta berarti tempat atau tanah. Dalam bahasa Persia artinya wilayah. Para penguasa Kesultanan Delhi dan Kekaisaran Mughal menyebut wilayah kekuasaan mereka –dengan ibukotanya Delhi, dengan nama Hindustan. Lalu nama ‘Hindustan’ masuk dalam bahasa Inggris pada abad ke-17 dan digunakan sebagai sinonim India,” sambung Kapur.

Ilustrasi kota Delhi saat era kekuasaan Kekaisaran Mughal (louvre.fr)

Kolonialis Inggris kemudian menggunakan “India”. Namun fakta lain berbicara bahwa lema “India” itu sendiri sudah eksis jauh sebelum Kongsi Dagang Inggris di India (EIC) mendirikan koloninya pada tahun 1600.

“India” bagi bangsa Persia di abad ke-6 SM lagi-lagi merupakan interpretasi dari kata “Sindhu” dalam bahasa Sanskerta. Penguasa Persia, Darius I, sudah menyebut “India” untuk menamakan wilayah yang ia kuasai dari Sungai Indus sampai ke dataran selatan Indus pada tahun 516 SM.

Baca juga: Konflik Kashmir Tiada Akhir

Lema “Sindhu” yang digunakan Persia itu, menurut Alice Mouton, Ian Rutherford, dan Ilya Yakubovich dalam Luwian Identities: Culture, Language, and Religion Between Anatolia and the Aegean, lantas juga diadaptasi ke bahasa Yunani Kuno oleh penjelajah Scylax dengan penyebutan “Indos” dan “India”.

“Lalu di masa Alexander (Agung), ‘India’ dalam dialek Yunani merujuk pada wilayah di balik Sungai Indus. Para pengikut Alexander memperkirakan luasnya India membentang sepanjang delta Sungai Gangga,” ungkap Bratindra Nath Mukherjee dalam Nationhood and Statehood in India.

Lukisan kampanye Alexander Agung ke India karya Francesco Fontebasso (artfinder.com)

Penggunaan itu berlanjut ke era bangsa Romawi dengan bahasa Latinnya. Sastrawan Romawi, Lucian dari Samosata, sudah menyebut nama “India” yang mulai digunakan pada abad ke-2 SM.

Nama “India” itu yang kemudian juga digunakan kolonialis Portugis dan Inggris pada abad ke-17. Nama itu pula yang tercantum dalam konstitusi Republik India yang –menaungi tujuh negara bagian– berdiri pada 26 Januari 1950.

Namun, penyair Rabindranath Tagore yang menciptakan lagu kebangsaan “Jana Gana Mana”, menyebut negerinya dengan nama Bharat.

“Dalam lagu ‘Janaganamana’, Rabindranath memang menyisipkan 12 nama tempat, Banga, Dravida, Gujarata, Maratha, Punjab, Sindh, dan Utkala yang merupakan nama negara bagian, serta Himalaya, Gangga, dan Yamuna yang merupakan nama pegunungan dan sungai. Tetapi dalam lagu itu ia memilih nama ‘Bharat’ untuk menyebutkan negara,” tukas Kapur.

Baca juga: India dan China dalam Kemelut Perbatasan

TAG

india hindu

ARTIKEL TERKAIT

Pengawal Raja Charles Melawan Bajak Laut Armada Portugis Membuka Gerbang Dominasi Asia Tiga Negara Berbagi Sejarah lewat Dokumenter Kunjungan Nehru Pembantaian di Puri Cakranegara Banjir Darah di Puri Smarapura Soerjopranoto Si Raja Mogok Serba-serbi Sepakbola Fiji Ada Apa dengan Sepakbola India? Perwira Tembak Pengusaha Menyesapi Cerita-Cerita Tersembunyi di Pameran Revolusi!