Indonesia dan Pakistan menjalinan persahabatan yang erat dan bertahan selama lebih dari enam dekade. Bahkan ketika Pakistan tengah bertikai dengan India pada 1965, Presiden Sukarno dengan tegas mendukung Pakistan ketimbang India. Padahal, Indonesia dan India juga punya ikatan sejarah penting di masa revolusi kemerdekaan sampai menggagas Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Nonblok.
Alasan Sukarno berada di belakang Pakistan karena sesama negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Pada masa revolusi kemerdekaan, ratusan orang Pakistan yang tergabung di Divisi British India sebagai pasukan Sekutu membelot dari kesatuannya dan enggan berhadapan dengan kombatan Indonesia.
Alasan lain adalah kebijakan luar negeri India yang membela Malaysia ketika Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini karena India bagian dari Commonwealth atau negara-negara persemakmuran Kerajaan Inggris.
“Terlepas dari Inggris, Australia dan Selandia Baru sebagai bagian Commonwealth menawarkan bantuan material (dalam konfrontasi dengan Indonesia). India memberikan dukungan moral secara terbuka,” tulis koran The Sydney Morning Herald, 24 November 1964.
Hal itu juga yang disampaikan Sukarno ketika menyatakan dukungannya kepada Panglima Angkatan Udara Pakistan Marsekal Ashgar Khan. Ashgar Khan datang ke Jakarta pada 10 September 1965 dengan pesawat Boeing selepas kunjungannya ke Peking, China. Dia berkonsultasi dengan Presiden Sukarno di Istana Negara sekaligus menyampaikan surat dari Presiden Pakistan Ayub Khan.
“Kebutuhan mendesak Anda adalah kebutuhan mendesak kami juga,” kata Sukarno setelah membaca surat itu sebagaimana dimuat dalam memoar Ashgar Khan, The First Round. “Tapi ingat, bahwa kami juga punya masalah –konflik kami dengan Malaysia (yang didukung India).”
Indonesia membantu Pakistan dengan menghibahkan sejumlah pesawat tempur MiG-19 dari Angkatan Udara Republik Indonesia (kini TNI AU), serta bantuan dua kapal patroli bersenjata misil dan kapal selam ke Kepulauan Andaman yang saat itu diduduki India.
“Angkatan Laut Indonesia akan segera meluncurkan patroli dekat pulau-pulau (Kepulauan Andaman) itu serta melakukan pengintaian udara untuk melihat apa yang dilakukan pihak India di sana,” kata Menteri Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Laksamana Raden Eddy Martadinata.
Belum juga armada ALRI sampai ke Kepulauan Andaman dan Nikobar, konflik India-Pakistan sudah keburu selesai. Mereka gencatan senjata pada 23 September 1965. Tak lama kemudian di Indonesia terjadi peristiwa 1 Oktober 1965 yang mengakhiri kekuasaan Sukarno. Hubungan Indonesia dan India kembali pulih sebagaimana ditegaskan Menteri Luar Negeri Adam Malik di hadapan DPR RI pada 5 Mei 1966 dan kunjungannya ke New Delhi pada September 1966.
“Kita jangan sampai lupa bahwa India adalah salah satu negara yang penting dalam perpolitikan internasional, terutama di Asia Afrika dan politik nonblok,” tutur Adam Malik dikutip buku Rediscovering Asia: Evolution of India’s Look-East Policy.
Hubungan Indonesia dan Pakistan juga tetap terjaga. Kantor Perwakilan Indonesia di Karachi yang sudah eksis sejak 1950 dipindahkan ke Islamabad untuk dijadikan Kedutaan Besar Republik Indonesia pada 1967. Empat tahun berselang, bekas kantornya dijadikan Konsulat Republik Indonesia.
Beragam kerja sama bilateral, regional hingga multilateral terjalin di berbagai sektor. Kini, 67 tahun sudah Indonesia-Pakistan melestarikan hubungan diplomatik dan untuk pertama kalinya pada 11 Juli 2017 digelar pertemuan perdana Forum Konsultasi Bilateral (FKB) di Jakarta.