Masuk Daftar
My Getplus

Armada Portugis Membuka Gerbang Dominasi Asia

Pertempuran laut menentukan di India berkalang dendam. Armada Portugis menghancurkan kekuatan maritim koalisi Mamluk-Gujarat.

Oleh: Randy Wirayudha | 02 Feb 2024
Replika "Flor de la Mar", kapal komando Dom Francisco di Museum Maritim Melaka (Facebook Muzium Samudera)

DARI basisnya di Cochin (kini Kerala), Dom Francisco de Almeida mengumpulkan kapal-kapal perangnya. Setelah transit di Dabul dan Bombay, kota pelabuhan Diu di timur laut India yang dituju sudah terlihat oleh armada gubernur Portugis India saat petang 2 Februari 1509. 

Dom Francisco membawa Armada da Índia berkekuatan lima kapal kerakah besar, empat kapal kerakah, enam karavel, dua kapal galai, dan satu kapal brig. Armadanya juga diperkuat 800 pelaut dan prajurit Portugis serta 400 orang Nair India. Dom Francisco sendiri ikut terjun langsung dengan berada di kapal komandonya, Flor de la Mar, yang dinakhodai Kapten Nuno Vaz Pereira.

Kedatangan mereka menarik perhatian. Lantas sekira selusin kapal galai Kesultanan Gujarat dari pelabuhan mencoba mendekat. Namun meriam-meriam armada Portugis sukses mengusir mereka. Usai kapal-kapal Gujarat itu mundur dan menghilang di kegelapan malam, Dom Francisco memanggil para kaptennya untuk briefing jelang pertempuran.

Advertising
Advertising

Sejarawan Portugal José Virgílio Amaro Pissarra dalam Chaul e Diu, 1508 e 1509: O Domínio do Índico mencatat, kepanikan perlahan melanda kota Diu. Gubernur Diu, Meliqueaz alias Malik Ayyaz, sampai meninggalkan kota. Tampuk kepemimpinan komando pertahanan diserahkan kepada koleganya, Mihir Hussain al-Kurdi yang merupakan gubernur Jeddah dan penguasa Laut Merah dari Kesultanan Mamluk (Mesir, red.).

Baca juga: Senjakala Monarki di Sri Lanka

Hussain dibantu Kunjali Marakkar mengomando armada gabungan Mamluk-Gujarat-Kozhikode (Kalikut) yang sebagian besar masih bersandar di pelabuhan Diu. Kekuatannya berupa enam kapal galai besar, empat kerakah, 30 galai ringan, dan sekitar 150 perahu perang. Koalisi ini juga diperkuat sekira 5.450 pelaut dan prajurit Mamluk-Gujarat.

Bagi koalisi itu, bentrokan dengan armada Portugis kali ini punya arti vital sebagai momen menjaga jalur perdagangan di Samudera Hindia tetap berada di tangan kaum Muslim. Dalam hal ini Kesultanan Mamluk, Kesultanan Gujarat, dan Kerajaan Kalikut.

Saking pentingnya, Kesultanan Mamluk sampai meminta bantuan dari Republik Venezia dan rivalnya sesama penguasa Islam, Kekaisaran Utsmaniyah. Pasalnya intervensi Portugis mulai mengganggu dominasi mereka terhadap jalur perdagangan Samudera Hindia. Terutama sejak Kekaisaran Portugis mendirikan koloni di Cochin, India pada 1505.

“Venezia juga terganggu oleh serangan-serangan ‘orang-orang Franks’ (Portugis) dan mendukung sekutunya, Sultan Mamluk untuk bertindak. Sultan juga mengirim pesan kepada rivalnya, Utsmaniyah dan dua kekuatan muslim lainnya (Gujarat dan Kalikut) untuk setuju bekerjasama. Jadilah terkumpul kekuatan maritim yang terkonsentrasi di Diu,” ungkap William Weir dalam 50 Battles That Changed the World: The Conflicts That Most Influenced the Course of History.

Dom Francisco de Almeida dan ilustrasi kapalnya, Flor de la Mar (Palácio Do Correio Velho)

Sebaliknya bagi Portugis, ini jadi momen paling dinanti untuk merebut dominasi itu demi memperluas penjelajahan mereka ke timur, baik China maupun Nusantara yang kaya rempah. Momentumnya karena para pesaing Eropanya masing-masing sibuk sendiri sejak 1508. Spanyol masih menjelajah bumi belahan barat dan Afrika, Inggris sibuk dengan konflik usai transisi Gereja Katolik ke Gereja Inggris, Italia sedang dihebohkan dengan karya-karya Leonardo da Vinci dan Michaelangelo, serta Austria dan Italia sibuk bersekutu lewat Liga Cambrai untuk memerangi Venezia.

Momen ini juga jadi momen Dom Francisco untuk menuntaskan dendamnya. Pasalnya pada Pertempuran Chaul (Maret 1508), putranya Lourenço de Almeida ikut tewas di tangan armada gabungan Hussain-Malik Ayyaz.

Menjelang berangkat ke Diu, Dom Francisco dan Malik Ayyaz juga sempat bertukar surat. Malik Ayyaz mengungkapkan ia berharap tidak terjadi pertumpahan darah lagi dan para tawanan Portugis diperlakukan dengan baik. Namun dalam surat balasannya Dom Francisco bersikeras untuk menuntut balas atas kematian putranya.

“Saya gubernur (Portugis) mengatakan kepada Anda, Meliqueaz yang terhormat, kapten (kota) Diu, bahwa saya berangkat membawa para ksatria saya menuju kota Anda untuk mencari orang-orang yang membunuh putra saya dan saya datang membawa harapan dari Tuhan di surga untuk membalas dendam kepada mereka dan pihak yang membantu mereka dan jika saya tidak menemukan mereka (maka) saya akan merebut kota Anda dan mencari Anda karena telah membantu mereka di Chaul,” tulis Dom Francisco dalam potongan suratnya kepada Malik Ayyaz, dikutip James F. Hancock dalam Spices, Scents and Silk: Catalyst of World Trade.

Baca juga: Konflik Perbudakan Belanda-Portugis dari Mata João

Sengit di Pertempuran Diu

Seiring matahari mengusir kegelapan langit pada pagi, 3 Februari 1509, pengintai Portugis dari tiang pandang kapal mendapati konsentrasi armada Hussain mengambil posisi dekat pelabuhan dan benteng. Kekuatan lawan memang lebih besar namun kapal-kapal Dom Francisco punya kelebihan yang tak dimiliki lawannya: manuver dan daya gempur meriamnya.

“Kekuatan angkatan laut Muslim (Mamluk-Gujarat) menerapkan taktik yang familiar bagi para pelaut Muslim dengan taktik menabrakkan kapal dan menaiki kapal musuh. Dibantu panah seiring serangan mereka tapi kapal-kapal mereka hampir mustahil bisa diperkuat misil berat (meriam). Kalaupun (meriam) bisa dimuat akan memengaruhi pergerakan mereka dan akan fatal akibatnya jika diserang galai-galai cepat,” tulis William H. McNeill dalam artikel “The Age of Gunpowder Empires, 1450-1800” di buku Islamic & European Expansion: The Forging of A Global Order.

Armada Mamluk-Gujarat hanya akan efektif di pertempuran jarak dekat. Sedangkan Portugis unggul dalam pertempuran jarak jauh. Inilah yang coba dimanfaatkan Dom Francisco ketika membagi kekuatan armadanya menjadi empat grup: tiga grup untuk bermanuver dan membombardir lawan dari samping dan satu grup lagi khusus untuk mendekat dan menaiki kerakah-kerakah lawan.

Baca juga: Akhir Tragis Sultan Ternate di Tangan Portugis

Faktor angin juga berada di tangan Dom Francisco. Oleh karena itulah sekitar pukul 11 pagi, bendera kekaisaran dikibarkan dari tiang kapal komando Flor de la Mar dan meriam-meriam Portugis mulai menyalak. Pertempuran Diu dimulai.

“Dengan kondisi gelombang yang tenang, armada Portugis menerapkan taktik penembakan inovatif: menembak langsung ke arah air untuk memantulkan peluru meriam. Serangan (meriam) dari sisi kerakah Santo Espírito sukses mengenai sejumlah kapal lawan yang langsung tenggelam,” sambung Pissarra.

Diagram Pertempuran Diu (Wikipedia)

Kapal Flor de la Mar sendiri menghadapi galai-galai kecil Gujarat dan sekira 100 perahu Kalikut. Adapun galai-galai besar Portugis menyerang lima galai kecil Mamluk dari samping. Sedangkan tiga kerakah, termasuk kapal komando Hussain, dibombardir lalu dipepet Santo Espírito dan tiga kerakah Portugis lain. Pertempuran sengit tak terelakkan.

“Perlahan tapi pasti, armada Portugis merebut hampir semua kerakah lawan. Kapal komando Hussain rusak berat dan banyak krunya melompat ke laut. Galai-galai lawan juga lumpuh, sementara karavel-karavel Portugis memblokade para penyintas lawan yang berusaha menyelamatkan diri ke daratan,” tambahnya.

Baca juga: Misi Gagal Spanyol-Portugis Mengusir Belanda dari Nusantara

Akhirnya, hanya beberapa kapal dan perahu kecil, serta satu kerakah terbesar Mamluk yang tersisa. Kerakah terbesar itupun dihujani tembakan-tembakan meriam hingga akhirnya ikut karam menjelang petang sekaligus mengakhiri pertempuran. Portugis kehilangan 332 pelaut dan prajuritnya tapi tidak satupun kapalnya tenggelam. Sementara armada Mamluk-Gujarat-Kalikut kehilangan lebih dari 1.500 pelaut dan prajuritnya tewas serta empat kerakah Gujarat direbut Portugis.

“Pasca-pertempuran, Malik Ayyaz mengembalikan tawanan Portugis yang ditahan sejak Pertempuran Chaul. Dom Francisco menolak merebut Diu karena merasa akan menghabiskan banyak uang untuk mengurusi kota baru. Akan tetapi ia menandatangani perjanjian perdagangan dengan Ayyaz dan membuka feitoria (pos perdagangan) di kota itu,” ungkap Saturnino Monteiro dalam Portuguese Sea Battles, Volume I: The First World Sea Power.

Ilustrasi Pertempuran Diu (Biblioteca Nacional de Portugal)

Meski begitu, Dom Francisco memperlakukan tawanan, utamanya pelaut dan prajurit Mamluk, dengan brutal. Mereka digantung, dimutilasi, atau diikat di moncong meriam atas nama pembalasan dendam atas kematian putranya.

Sejak saat itu juga para pedagang dan pelaut Portugis menguasai jalur perdagangan Samudera Hindia. Meski Mamluk dan Utsmaniyah mencoba melakukan serangan lagi beberapa tahun berselang, tetap tak mampu merebut kembali dominasinya di jalur perdagangan Asia yang kelak sampai Perang Dunia II tetap di tangan orang-orang Eropa.

“Saat permulaan abad ke-15, Islam hampir siap mendominasi dunia. Prospek itu tenggelam di dasar Samudera Hindia di Diu. Portugis memang akhirnya kehilangan kendali atas lautan tapi mereka dikalahkan Belanda yang diikuti Inggris dan Prancis. (Jalur) perdagangan Hindia yang kaya akan sumber alamnya hilang dari genggaman Islam selamanya,” tandas Weir.

Baca juga: Hari ini Portugis Menyerah kepada VOC

TAG

portugis india perdagangan hindia

ARTIKEL TERKAIT

Desa Bayu Lebih Seram dari Desa Penari Menyingkap yang Tabu Tempo Dulu Kakek Marissa Haque dan Kemerdekaan Indonesia Bangsawan Banjar Kibuli Belanda Pakai Telegram Palsu Kekerasan pada Anak Tempo Dulu Raja Larantuka Melawan Belanda Sekolah di Sabang Bermula dari Nazar Portugis Kena Prank di Malaka Portugis Menangis di Selat Malaka