Untuk menghantam lagi kombatan Permesta di Sulawesi Utara, sekitar tahun 1961 batalyon kedua Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dikirim ke Sulawesi Utara. Sebelum berangkat, batalyon ini tujuh bulan latihan di bawah tembakan di Jawa.
Meski Permesta sudah terdesak ke pedalaman, pergerakan pasukan RPKAD di bawah pimpinan Mayor Seno Hartono itu tidaklah mudah. Dengan susah payah pasukan RPKAD itu menghadapi pasukan PRRI yang terlatih dalam berperang. Senjatanya pun tidak kalah dari RPKAD.
Baca juga: Permesta dan Awal Gagasan Otonomi Daerah
“Bagi Prajurit Yusman Yutam, Permesta terbukti sebagai lawan yang gigih,” catat Ken Conboy dalam Kopassus Inside Indonesia's Special Forces.
Prajurit Yusman merupakan anggota RPKAD yang bersama tiga rekannya bergerak di depan. Kendati usianya belum genap 21 tahun, dia sudah menjadi bagian korps elite AD itu lantaran awal era 1960-an RPKAD kekurangan perwira. Kekurangan itu disiasati pimpinan antara lain dengan memberi kesempatan pada beberapa prajurit rendahan RPKAD yang punya ijazah SMA untuk ikut tes Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang. Salah satunya Yusman.
Baca juga: Bercanda Gaya Akademi Militer
“Pada waktu pendaftaran itu kebetulan saya bersama-sama dengan Prajurit Satu Yusman Yutam,” kenang Slamet Singgih, kawan Yutam yang kelak jadi Dan Sat Intelijen di Badan Intelijen ABRI, dalam Intelijen: Catatan Harian Seorang Serdadu.
Selain Yusman, dua prajurit RPKAD yang ikut tes AMN adalah Prajurit Satu Karlin dan Prajurit Satu Slamet Riyanto. Namun hanya Yusman dari RPKAD yang lulus tes dan akhirnya bersama Slamet Singgih menjadi taruna di AMN Magelang.
Setelah menjalani pendidikan selama tiga tahun, Yusman dan Slamet lulus dan dilantik sebagai letnan dua pada 22 Desember 1965. Yusman kembali ke satuannya, korps baret merah, sementara Slamet kemudian ditempatkan di Banjarmasin.
Sekitar 1975, ketika korps baret merah sudah bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), Yusman terlibat dalam operasi penyusupan ke Timor Portugal. Tugasnya sebagai kepala logistik tim Flamboyan dengan pangkat mayor. Mayor Yusman bekerja di bawah Kolonel Dading Kalbuadi.
Baca juga: Nasib Dading Kalbuadi Setelah Berangkat ke Timor Timur
Ada beberapa tim yang dikirim dalam penyusupan ke Timor Portugal itu. Selain Flamboyan, ada juga tim Susi yang dipimpin Kapten Yunus Yosfiah. Saat tim Susi hendak dikirim masuk menyusup, Yusman tahu dan memberi tanggapan “miring”.
“Aku bilang itu ide yang buruk untuk menyusupkan tim Susi sendirian,” aku Yusman seperti dicatat Ken Conboy.
Menurut Yusman, sebaiknya penyusupan dilakukan setelah bala bantuan datang. Tentu bukan asal cuap Yusman mengatakan begitu, sebab dia berangkat dari pengalaman. Bukan hanya orang dekat Dading, Yusman pernah mengakali roket yang dibawa dalam penyusupan dan dia yang harus sibuk mengurus evakuasi anggota tim yang terluka di daerah operasi dengan helikopter.
Kecakapan Yusman membuat kariernya terus menanjak. Ketika Jenderal Leonardus Benjamin “Benny” Moerdani menjadi panglima ABRI (1983-1988), Yusman sudah berpangkat kolonel dan menjadi komandan Grup 1 Kopassandha. Sekitar 1985, Yusman ditugasi Benny membuat skema transisi di pasukan khusus dari yang semula 6.600 orang menjadi 2.500 orang saja. Kendati begitu, Yusman tak diberi penjelasan detail seperti apa organisasi dari pasukan yang jumlahnya kecil.
Baca juga: Benny Moerdani, Penjaga Setia Penguasa Orde Baru
“Apakah Benny ingin kembali ke era Para Komando RPKAD? Apakah dia ingin seperti Pasukan Khusus tentara Amerika? Atau SAS (Special Ari Service) Inggris?” tanya Yusman.
Korps baret merah itu ternyata memilih seperti SAS, kecil. Jumlah anggota korps baret merah pun berkurang. Mereka yang harus “keluar” dari baret merah itu kemudian menjadi anggota satuan penerjun Kostrad, Brigade 1 di Kariango, Makassar. Selain itu, nama Kopassandha juga berubah menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Yusman kemudian menjadi komandan Korem 083 Baladika di Malang dan kemudian menjadi komandan Korem Garuda Hitam 043 di Lampung. Setelah lebih dari 30 tahun jadi tentara, pada 1993, Mayor Jenderal Yusman ditugaskan menjadi menjadi Gubernur Akabri, yang sebelumnya bernama AMN, tempatnya dulu belajar sebagai taruna setelah operasi militer di Sulawesi Utara.