TAHUN 1970 menjadi tahun yang menggembirakan buat Subagyo Hadi Siswoyo, yang biasa dipanggil Subagyo HS, dan Luhut Binsar Pandjaitan. Di tahun itulah keduanya berhasil lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri).
Keduanya kemudian masuk Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), yang berbaret merah dan kini dikenal sebagai Kopassus. Karier keduanya cukup baik. Setelah 11 tahun berdinas, pada 1981 keduanya sudah berpangkat mayor.
Subagyo dan Luhut pada awal 1981 hendak dikirim ke Jerman Barat untuk belajar anti-teror. Mereka akan belajar kepada pasukan Grenzschutzgruppe 9 (GSG 9), polisi perbatasan yang terlibat dalam upaya melawan kelompok Black September yang mengacau Olimpiade Munich 1972. Selain keduanya, ada pula junior mereka di Kopassandha yang baru lulus Akabri pada 1974, yakni Kapten Prabowo Subianto.
Serangkaian tes lalu diikuti ketiganya. Setelah itu, akhirnya diputuskan Subagyo tidak diikutkan dalam pelatihan tersebut.
“Terus terang, kepergian dua rekan tadi sempat membuat saya down, kecewa,” aku Subagyo HS yang –ingin sekali belajar di sana– dimuat dalam biografinya, Subagyo HS KSAD Dari Piyungan.
Baca juga: Prabowo Kena Tempeleng di Magelang
Walau tak diikutkan dalam pelatihan itu, Subagyo akan tetap ke Jerman juga. Dia diikutkan dalam proses pembelian parasut terjun payung. Subagyo pun merasa terhibur.
Prabowo dan Luhut berangkat pada 27 Maret 1981. Sehari setelah keberangkatan keduanya, terjadi pembajakan pesawat Garuda “Woyla” yang dibawa ke Bangkok.
Subagyo lalu ditanyai apakah ingin ikut operasi pembebasan sandera atau sekedar menunggu ke Jerman. Subagyo memilih ikut operasi ke Bangkok. Operasi menumpas pembajak pada 31 Maret 1981 itu sukses meski ada anggota Kopassandha yang terbunuh. Subagyo dkk. lalu mendapat kenaikan luar biasa dari Presiden Soeharto yang diberikan lewat Panglima ABRI Jenderal M Jusuf. Pangkat Subagyo naik menjadi letnan kolonel.
Sementara itu, nun jauh di Jerman, Mayor Luhut dan Kapten Prabowo serius menjalani pelatihan mereka. Menurut Ken Conboy dalam Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces, mereka berlatih di bulan April 1981 bersama lima orang dari Turki. Total masa pelatihan adalah 22 pekan. Semua berjalan baik hingga beberapa minggu kemudian sebuah musibah menghampiri Prabowo.
“Ini merupakan pengalaman yang penuh cobaan, di mana Prabowo absen beberapa minggu setelah ia terjatuh dari rintangan dan kakinya cidera,” catat Ken Conboy.
Baca juga: Kata DKP Prabowo Bersalah
Kaki Prabowo patah. Mau tak mau, Luhut pun menerima “tugas” tambahan. Menurut Hendro Subroto dalam Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Luhut yang menandatangani urusan medis untuk mengoperasi kaki Prabowo di Jerman. Sementara, di Jakarta Letnan Jenderal Benny Moerdani selaku –Asisten Intelijen Hankam– orang yang menggagas pendirian pasukan anti-teror ingin Prabowo meneruskan pelatihannya.
“Karier militer Prabowo didukung sepenuhnya oleh Moerdani. Atas perintah Moerdani-lah, Prabowo dikirim ke beberapa negara untuk memperoleh bekal dan pengalaman dalam mempersiapkan satuan penanggulangan teror di Indonesia,” tulis Hendro Subroto.
Maka, Prabowo pun bertahan di Jerman. Sebelas bulan kemudian, Luhut dan Prabowo berhasil menyelesaikan pendidikan itu.
“Keduanya muncul dengan sayap kualifikasi GSG-9 di dada mereka,” tulis Ken Conboy.
Baca juga: Misi Prabowo dalam Operasi Mapenduma
Keduanya kemudian ditugasi membangun satuan anti-teror di mana Luhut kemudian didapuk menjadi komandannya dan Prabowo wakilnya. Atas restu Menhankam/Pangab Jenderal M. Jusuf, satuan itu kemudian diberi nama Satuan Khusus 81 Penanggulangan Teror (SAT-81/Gultor).
“Ketika M. Jusuf meninjau ke Kopassandha, Luhut Pandjaitan dan Prabowo menghadap dan mengajukan usul: detasemen antiteror yang baru diberi nama Detasemen 81/Antiteror. Alasannya detasemen antiteror dibentuk pada akhir tahun 1981. M. Jusuf menjawab, ‘Itu sudah betul. Saya setuju nama Detasemen 81/Antiteror,’” tulis Hendro Subroto.
Kini, hampir 43 tahun setelah cidera kakinya di Jerman, Prabowo masih bisa berjalan ke sana-kemari di usia 72 tahun. Namun, jalannya terlihat agak pincang. Meski begitu, dia rela banyak berjalan demi menyapa masyarakat lewat kampanyenya untuk menjadi RI-1.*