DI hadapan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kader Partai Demokrat dalam sebuah acara Partai Demokrat, calon presiden Prabowo Subianto bercerita masa lalunya semasa di Akademi Militer pada November 2023 lalu. Menurutnya, berdasarkan riset yang ada tentang akademi-akademi militer di seluruh dunia, ada dua tipe taruna yang biasanya sukses meniti karier militer. Pertama, taruna yang terbaik dan kedua, taruna yang nakal. Prabowo sendiri mengaku termasuk kategori yang kedua.
“Jadi ada cerita yang saya dengar sesudah saya tinggalkan Magelang, kalau ada 100 taruna yang dihukum di lapangan, pasti satu di antara 100 (adalah) taruna Prabowo. Kalau ada 30 taruna yang dihukum di lapangan, salah satu dari 30 pasti ada taruna Prabowo. Kalau 10 yang sedang dihukum, satu dari 10 pasti ada Prabowo. Dan kalau kamu lihat satu taruna sedang dihukum, ya itu Prabowo. Itu cerita turun-temurun saya dengar itu,” ujar Prabowo yang memancing gelak tawa hadirin.
Hukuman mungkin bagian dari keseharian taruna Prabowo akibat kenakalannya. Rupa-rupa hukuman pun mungkin sudah dia rasakan. Namun, Prabowo pernah juga apes, dihukum tapi bukan akibat kesalahan yang dia perbuat. Itu dialaminya pada saat dia baru menjadi taruna pada 1970.
Baca juga: Kisah Bowo Anak Kebayoran
Suatu hari di pertengahan tahun 1970, seorang taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) senior berada di tengah-tengah taruna junior yang sedang diplonco. Senior itu berbisik bahwa dengan memakan gula jawa, tubuh akan menjadi prima dan tak mudah lelah. Seorang junior menerima saja gula jawa itu dan memasukannya ke kantongnya.
Setelahnya, para taruna dikumpulkan untuk apel. Letnan KKO Azwar Syam, komandan Kompi 2 Batalyon C4 Taruna, kemudian memeriksa para taruna satu persatu. Tak terkecuali junior yang mengantongi gula jawa tersebut. Kantongnya diraba dan diketemukanlah sesuatu.
“Ada apa ini?” tanya letnan KKO itu.
Gula jawa itu pun ditemukan di kantong si junior itu. Kemudian terdengar suara “poook”. Sebuah tempelengan mendarat di muka taruna tersebut. Bagi mereka yang baru saja memasuki kehidupan militer, sakitnya luar biasa. Apalagi bagi mereka yang jauh dari budaya menempeleng seperti di luar negeri. Itulah yang dialami Prabowo Subianto Djojohadikusumo ketika baru saja menjadi taruna.
“Jadi, saya mendapat ‘kehormatan’ sebagai taruna pertama yang ditempeleng di Kompi 2 C4,” aku Prabowo Subianto dalam Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman.
Baca juga: Kisah Kaki Prabowo Muda
Jadi selain orang tua Prabowo, Letnan Azwar Syam termasuk orang pertama yang menempeleng Prabowo. Dulu ketika masih bocah dan dianggap nakal, umumnya anak laki-laki dipukul orang tua mereka.
Prabowo tidak dendam ditempeleng Azwar Syam. Itu adalah budaya taruna, seorang junior harus siap dipukul, apalagi jika melakukan kesalahan. Dari diri Azwar Syam, Prabowo tak hanya ingat rasanya ditempeleng saja, tapi juga belajar cara menjadi komandan yang dipandang anak buahnya. Di mata Prabowo, Azwar Syam adalah perwira yang sederhana. Dia sering memakai seragamnya yang sudah belel namun sering disetrika hingga terlihat rapi. Dari Anzwar Syam pula Prabowo belajar bahwa seorang perwira atau komandan haruslah rapi, tegas, disiplin, dan peduli kepada bawahan; fisik harus kuat, correct, dan tidak banyak bicara.
Setelah Prabowo lulus pada 1974, Letnan Azwar Syam terus berkarier di kesatuannya yang pada 1975 namanya berubah dari KKO (Korps Komando Angkatan Laut) menjadi Korps Marinir. Pangkat terakhir Azwar Syam kolonel. Dia lalu tinggal di Palu, Sulawesi Tengah.
Baca juga: Kata DKP Prabowo Bersalah
Pada era 1980-an, Azwar Syam masuk Golongan Karya (Golkar) dan menjadi orang penting di Sulawesi Tengah. Buku Musyawarah Nasional IV Golongan Karya tanggal 20 s/d 25 Oktober 1988 di Jakarta Volume 1 menyebut dia menjadi ketua DPD Golkar Sulawesi Tengah pada 1988. Pernah pula dia duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah, hingga mencapai posisi wakil ketua DPRD Sulawesi Tengah. Azwar Syam, tulis buku Pemilihan Umum 1992: Dari Daerah ke Daerah, dilantik sebagai anggota DPRD pada 25 Juli 1992.
Azwar Syam pernah juga memimpin sebuah LSM, Yayasan Liberty. Yayasan ini, disebut Arianto Sangaji dalam PLTA Lore Lindu: Orang Lindu Menolak Pindah, mengkampanyekan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Lore Lindu.
Sekitar 2003, setelah berhenti dari TNI dengan pangkat Letnan Jenderal, Prabowo bertemu lagi dengan Azwar Syam di Palu. Prabowo tengah melakukan kampanye untuk Golkar di Sulawesi Tengah. Belakangan, waktu Prabowo membangun Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Azwar Syam ikut serta pula membangun Gerindra.*