Masuk Daftar
My Getplus

Pieter Sambo Om Ferdy Sambo

Lama berdinas di Brimob, paman Ferdy Sambo dua kali jadi kapolda.

Oleh: Petrik Matanasi | 22 Apr 2024
Pieter Sambo (Repro "Banne Toraya")

KASUS penembakan Brigadir Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022 oleh Bhayangkara Dua Richard Eliezer Lumiu menyeret nama perwira tinggi polisi yang menjadi bos keduanya, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo. Sang bos divonis bersalah oleh pengadilan karena terbukti mendalangi kasus tersebut dengan memerintahkan Richard menembak Yosua dan merekayasa cerita tentangnya menjadi insiden tembak-menembak.

Yang pasti, orang Toraja dengan nama belakang Sambo menjadi tidak nyaman karena peristiwa memalukan tersebut. Irjen Pol. Sambo sendiri merupakan perwira tinggi asal Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Ada yang meyebut dia anak dari Mayjen Pol. Pieter Sambo. Ada pula yang menyebut dia sebagai keponakan Mayjen Pieter Sambo.

Baca juga: 

Advertising
Advertising

Sambo Malu karena Kehilangan Kewibawaan

 

Sejatinya, Ferdy Sambo adalah anak dari Willem Sambo, bukan anak Pieter Sambo. Willem adalah saudara dari Pieter. Pieter dan Willem bagian dari 13 bersaudara anak pasangan Tungguru Sambo alias Samuel Sambo dengan Lai’Sulle alias Damaris Taruklangi. Samuel merupakan seorang guru yang juga pemuka agama Kristen Protestan di Toraja.

Pieter Sambo, disebut Bello Taran dan Risnawati dalam Banie Toraya 50 Inspirator Generasi Muda Toraja, lahir di Rantepao, 6 Mei 1934. Sejak lahir hingga SMP, Pieter tinggal di Rantepao, Toraja Utara. Setelah lulus SMA di Makassar, dia masuk Sekolah Inspektur Polisi di Sukabumi. Dia lulus sekitar 1955 dan menjadi Inspektur Dua di usia sekitar 21 tahun.

Baca juga: 

SAMBO, Seni Beladiri dari Negeri Tirai Besi

Pieter bertugas di satuan Mobil Brigade (Mobrig) —nama lama Brigade Mobil (Brimob)– yang merupakan pasukan paramiliter di bawah Kepolisian Negera Republik Indonesia. Pieter Awal kariernya di Brimob Pieter pernah menjadi perwira staf Mobrig, komandan kompi 5480 Brimob di Porong pada 1960-1964, komandan batalyon 32/Para Satama Brimob (1970-1972). Batalyon 32 adalah batalyon cadangan, bekas Batalyon Kawal Kehormatan IV Resimen Tjakarabirawa (pasukan pengawal presiden Sukarno) yang setelah 1966 sudah kembali ke Brimob. Kemampuan batalyon ini termasuk yang disegani.

Sebagai Brimob, Pieter pernah dilibatkan dalam berbagai operasi tempur. Setelah penumpasan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Cigombong, Bogor, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, dia dilibatkan dalam penumpasan Pemerintah Revolusoner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatra Barat, penumpasan G30S di Jakarta, lalu operasi Seroja di Timor Timur.

Baca juga: 

Ncing Sambo Maen Pukulan

Ketika Pieter sudah jadi mayor senior pada 9 Februari 1973, saudaranya Willem —yang bekerja di Dinas Peternakan— mendapatkan anak laki-laki yang diberi nama Ferdy Sambo. Keponakan Pieter ini setelah lulus SMA di Makassar mengikuti jejak Pieter. Ferdy masuk Akademi Kepolisian di Semarang.

Pieter merupakan bawahan dari Anton Sudjarwo –yang kelak pada era 1980-an menjadi kapolri– sewaktu Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) pecah. Majalah Dharmasena edisi Oktober 1995 menyebut Kolonel Anton Sudjarwo selaku komandan pusat Brimob membawahkan empat batalyon Brimob yang masing-masing dipimpin Mayor Imam Samai, Mayor Hadiman, Mayor Sumardi, dan Letnan Kolonel Pieter Sambo.

Pieter naik pangkat menjadi kolonel (belakangan berganti nama menjadi Komisaris Besar atau Kombes) pada 1976. Setahun berselang, Kolonel Pieter Sambo diangkat menjadi kepala Dinas Provost Polri di Mabes Polri.

Baca juga: 

Mengadili Jenderal Polisi

Pada 1982, Pieter menjadi perwira tinggi saat pangkatnya naik menjadi brigadir jenderal. Pangkat terakhir Pieter adalah mayor jenderal, yang diraihnya pada 1985. Di zaman Orde Baru, kepangkatan perwira tinggi polisi masih sama dengan Angkatan Darat. Kepolisian sendiri termasuk matra dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Pieter menjadi jenderal (perwira tinggi) di akhir masa kepemimpinan Jenderal TNI M. Jusuf menjadi panglima ABRI. Dengan pangkat itu, Pieter dipercaya menjadi kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) di zaman Jenderal TNI Benny Moerdani menjadi panglima ABRI. Dua kali Pieter Sambo menjadi kapolda, yakni di Papua pada 1984 dan di Sumatra Utara pada 1985. Bello Taran dan Risnawati menyebut Pieter Sambo adalah Kapolda pertama asal Toraja.

Pada 1994, ketika Pieter sudah pensiun dari kepolisian dan orang-orang terdekat Benny Moerdani tak lagi dapat jabatan penting di militer, Ferdy lulus lalu menjadi Letnan Dua Polisi. Dalam usia yang relatif muda Ferdy bahkan sudah menjabat kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) kepolisian. Seperti pamannya, pangkat Ferdy berakhir di bintang dua. Bedanya, selain Ferdy tak pernah jadi Kapolda seperti pamannya, karier Ferdy berakhir tragis oleh ulahnya sendiri.*

TAG

brimob benny moerdani

ARTIKEL TERKAIT

Arief Amin Dua Kali Turun Pangkat Kerusuhan di Rumah Tahanan Lima Pemberontakan Penjara Paling Berdarah Ketika Resimen Pelopor Menyerang Markas RPKAD di Cijantung Moehammad Jasin, Komandan Polisi Istimewa Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Pelatih Galak dari Lembah Tidar Pangeran Pakuningprang Dibuang Karena Narkoba Tamatnya Armada Jepang di Filipina (Bagian II – Habis) Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem