Masuk Daftar
My Getplus

Berlayar Bersama Dewaruci*

Kapal ini telah mengabdi 70 tahun kepada RI. Tak hanya mendidik taruna, kapal ini juga menjadi agen kebudayaan Indonesia.

Oleh: Petrik Matanasi | 30 Nov 2023
Para awak dan rombongan sebelum berlayar dengan KRI Dewaruci dalam pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023. (Petrik Matanasi/Historia.ID).

BARU dua hari berlabuh setelah mengantar para taruna Akademi Angkatan Laut (AAL) Surabaya ke Banjarmasin dan Banyuwangi, KRI Dewaruci lepas tali lagi sekitar pukul 11.11 siang 24 November 2023. Kali ini, kapal latih itu mengantar rombongan Laskar Rempah dan beberapa ahli sejarah dan kebudayaan maritim berlayar dalam rangkaian Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023.

Pelayaran 4 hari 4 malam itu berjalan lancar. Pada hari keempat, Dewaruci sudah mencapai tujuan. Hanya hujan saja yang beberapa kali ditemui Dewaruci dalam pelayaran ini. Tak ada badai seperti yang pernah beberapakali dialami Dewaruci.

Komandan kapal, Letnan Kolonel Sugeng Hariyanto, pernah mengalami badai bersama Dewaruci ketika dirinya masih menjadi taruna AAL, sekitar 2004. Badai taifun Dianmu nomor 6 itu menghantam Dewaruci dalam pelayaran dari Tokyo ke Okinawa, Jepang.

Advertising
Advertising

“Tiga hari tiga malam gelap,” kenang Sugeng.

Kecepatan angin kala itu mencapai 80 knot. Selain Sugeng, Sersan Satu Kusnadi dan Kopral Ruji –kini juga bertugas di Dewaruci– juga mengalami badai tersebut.

“Pokoknya pasrah. Banyak berdoa,” Sersan Kusnadi menimpali.

Badai yang menggoyang kapal tentu mengganggu kegiatan Kopral Ruji dalam memasak. Akibatnya, awak kapal itu hanya memakan roti kering saja. 

Baca juga: Cerita Dewa Ruci Berlabuh di Somalia

Tentu bukan kali itu saja Dewaruci mengalami badai. Dan pelayaran berbadai itu jauh berbeda dengan pelayaran yang menyenangkan kali ini. Dalam pelayaran kali ini, pada hari kedua, kapal sudah berada di utara Bali. Pada hari ketiga, kapal sudah berada di sisi selatan Sulawesi Selatan. Esoknya, sambutan adat ala Selayar sudah menyambut Dewaruci.

Dewaruci adalah kapal tertua dalam jajaran kapal yang dimiliki Angkatan Laut Indonesia. Kapal ini telah menjadi bagian dari sejarah angkatan laut sejak 1953 dan bertahab hingga kini. Kapal ini dibeli pada 1952 dengan harga Rp.854.280.000, ketika Kolonel Subyakto menjadi kepala Staf Angkatan Laut (KSAL). Kapten August Frederich Hermann Rosenow (1892-1966) yang disapa Pak Rus, seorang Jerman yang puluhan tahun tinggal di Indonesia, dipercaya mengawasi pembangunan kapal ini kala dibuat galangan kapal HC Stuelcken Sohn Schiffenwerft di Hamburg, Jerman.

“Pada tahun 1953, sewaktu Dewaruci sedang dalam penyelesaian pembangunan di galangan kapal di Hamburg, pemasangan patung Dewaruci dilakukan dengan sangat khidmat. Pemasangan dilakukan pada tengah malam puul 00.00 dimana Pak Rus mengoleskan darah pada patung Dewaruci yang diteteskan dari ibu jarinya yang dilukainya sendiri,” catat Cornelis Cowaas dalam Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukan Tujuh Samudra.

Baca juga: Peran Rosenow dalam Angkatan Laut Republik Indonesia

Kapten Rosenow memimpin para awak kapal RI membawa kapal ini berlayar dari Jerman. Kapal tiba di Indonesia pada Oktober 1953. Rosenow kemudian didapuk menjadi komadan pertama kapal latih ini.

Dari Maret hingga November 1964, kapal layar bermesin ini mengarungi Samudra Hindia, Terusan Suez, Laut Tengah, Samudra Atlantik, Terusan Panama lalu Samudra Atlantik. Jadi belum 14 tahun berada di bawah AL, kapal ini sudah berkeliling dunia. Terakhir, Dewaruci keliliing dunia pada tahun 2012. Selain sebagai wahana melatih para pelaut Indonesia, Dewaruci berkeliling dunia juga menjadi bagian dari diplomasi budaya Indonesia di luar negeri. Dewaruci kerap berlayar untuk misi-misi kebudayaan.

Kini, Dewaruci berada di bawah Komando Armada 2 (Tengah) yang berpusat di Surabaya. Kapal ini diawaki para personel dari korps pelaut. Beberapa di antara personel di Dewaruci ada yang sudah bertugas selama tiga dekade. Kapal bersejarah ini tak akan menjadi sasaran tembak latihan artileri kapal, karena kapal ini telah menjadi cagar budaya Indonesia.

Tulisan ini merupakan tulisan pertama dari serial tulisan Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023 oleh Petrik Matanasi.

TAG

tni al jalur rempah

ARTIKEL TERKAIT

Eks Pesindo Sukses Ibu dan Kakek Jenifer Jill Pieter Sambo Om Ferdy Sambo Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Siapa Penembak Sisingamangaraja XII? Sejarah Prajurit Perang Tiga Abad tanpa Pertumpahan Darah Ibnu Sutowo dan Para Panglima Jawa di Sriwijaya Serdadu Ambon Gelisah di Bandung M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado