Masuk Daftar
My Getplus

Ibnu Sutowo dan Para Panglima Jawa di Sriwijaya

Ibnu Sutowo dan beberapa pemuda Jawa yang merantau ke Palembang dan sukses jadi jenderal.

Oleh: Petrik Matanasi | 17 Apr 2024
Ibnu Sutowo merupakan salah satu pemuda Jawa yang berhasil menjadi panglima militer di Sumatra Selatan. (Repro "Saatnya Bercerita")

Raden Ibnu Sutowo bin Sastrodiredjo, kakek-mertua aktris Dian Sastrowardoyo yang belakangan kembali menjadi perbincangan di jagat maya, sadar betul mesti siap ditempatkan di mana saja kelak setelah menjadi dokter. Sebagai mahasiswa kedokteran Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), yang terletak di Surabaya, ia tahu betul risiko dari profesi yang bakal digelutinya sebagai abdi pemerintah kolonial.

Maka setelah lulus pada 1940 dan kemudian ditempatkan di Sumatra Selatan (Sumsel), Ibnu santai saja menjalankannya. Sebagai dokter muda pemerintah Hindia Belanda, Ibnu tak menetap di satu tempat saja saat bertugas di Sumsel. Mulanya dia ditempatkan di kantor pemberantasan malaria di Palembang, lalu dipindahkan ke Martapura.

“Tugas utama yang diberikan kepada dr Ibnu Sutowo adalah mengawasi kesejahteraan dan kesehatan rakyat,” tulis Mara Karma dalam Ibnu Sutowo: Pelopor Sistem Bagi Hasil di Bidang Perminyakan.

Advertising
Advertising

Tugas itu tak hanya dijalankan Ibnu di zaman Hindia Belanda saja, tapi berlanjut ke zaman pendudukan Jepang. Kekurangan tenaga terampil dan berpendidikan untuk menangani berbagai urusan sipil membuat pemerintahan-militer pendudukan Jepang menggunakan banyak tenaga terampil dan berpendidikan pribumi untuk menjalankan berbagai urusan pemerintahannya.

Di masa itu, Ibnu pernah membalas tempelengan tentara Jepang. Namun yang jauh lebih penting selama di sana, pada 12 Desember 1943 Ibnu menikahi putri seorang terpandang Komering Haji Sjafe’ie Putri bernama Zaleha.

Sebelum Ibnu, kota Palembang juga kedatangan seorang remaja Jawa pada 1938. Namanya Bambang Utojo. Bambang bersekolah hanya sampai SMP kolonial Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Bermodal ijazah SMP itu, dia diterima bekerja sebagai klerk-analis Bataafsche Petroleum Maatschapij (BPM) Plaju. Di zaman Jepang, menurut buku Kami Perkenalkan, Bambang dilatih menjadi perwira tentara sukarela di Sumatra Gyugun.

Setelah Jepang kalah, Ibnu melibatkan diri dalam revolusi kemerdekaan Indonesia sebagai dokter tentara. Sementara, Bambang menjadi komandan divisi II yang membawahi daerah Sumatra Selatan bagian utara, timur, dan Kepulauan Bangka-Belitung.

Suatu kali, saat mencoba granat tangan di Lubuk Linggau, Bambang mengalami kecelakaan. Granat itu meledak di tangannya hingga melukai tangan Bambang. Ibnu yang mengetahuinya segera mengamankan Bambang ke tempat aman dan membedah tangannya.

“Akhirnya tangan saya sembuh, dan bisa bertempur lagi,” kata Bambang seperti dikutip Mara Karma.

Setelah 1950, Ibnu dan Bambang terus berkarier di militer. Sejak 1950 hingga 1955, Kolonel Bambang Utojo adalah panglima Tentara dan Teritorium II (belakangan dikenal sebagai KODAM Sriwijaya), yang membawahi Sumatra bagian Selatan: Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Bangka-Belitung, dan Lampung. Ketika Bambang menjadi panglima, Ibnu menjadi kepala stafnya. Bambang bahkan pernah ditawari menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), namun gagal lantaran mendapat banyak penentangan.

Kondisi kesehatan Bambang terus memburuk dan membuatnya ingin keluar dari militer. Maka pada 11 Juni 1955, Kolonel Ibnu Sutowo menggantikannya menjadi panglima di TT II.

Ibnu menjadi panglima TT II hanya sampai 2 Juli 1956. Setelah itu, Ibnu ditarik ke pusat menjadi Asisten IV KSAD. Namun setelah 1957, Ibnu harus kembali ke Sumatra lagi karena Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) memberontak di sana. Di sana, Ibnu mengambil alih aset perminyakan dan dengan aset-aset itu dia membentuk cikal-bakal Pertamina.

Selama belasan tahun Ibnu menjadi orang nomor satu di perusahaan minyak Indonesia. Selain sebagai dirut Pertamina, pernah pula dia menjadi direktur jenderal dan menteri urusan minyak dan gas bumi.

Setelah Ibnu sibuk mengurusi minyak, Palembang kembali kedatangan pemuda Jawa. Dua dekade lebih muda daripada Ibnu Sutowo usianya. Pemuda ini lulusan Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad) di Bandung. Dia datang dengan pangkat letnan dua, namanya Try Sutrisno.

“Tepat tanggal 1 Oktober 1959 saya dan rekan-rekan taruna dilantik oleh Bapak Presiden, untuk diwisuda menjadi perwira dengan pangkat Letnan Dua Zeni. Setelah mengikuti aplikasi satu tahun, pada tahun 1960 tugas pertama kali saya menjabat danton Zipur 2 (komandan peleton Zeni Tempur 2) di Palembang (KODAM Sriwijaya),” aku Try Sutrisno dalam Jenderal Try Sutrisno Sosok Arek Suroboyo.

Tak lama setelah Try bertugas di Sumsel, Pangdam Sriwijaya Brigadir Jenderal Harun Sohar kedatangan seorang pejabat dari Jakarta. Sang tamu adalah Letnan Jenderal Djatikusumo, bekas kepala Direktorat Zeni Angkatan Darat.

“Kutitipkan Letda Try Sutrisno kepadamu. Arahkanlah Ia sebagai kader untuk pengganti kita yang sudah tua,” kata Djatikusumo kepada Harun Sohar.

Setelah lama di zeni, Try terus meningkat hingga dipercaya menjadi ajudan Presiden Soeharto. Setelah menjadi ajudan, Try sempat kembali ke Sumsel menjadi pangdam Sriwijaya. Try akhirnya menjadi KSAD dan puncaknya, panglima ABRI, sebelum dipilih Presiden Soeharto menjadi wakil presiden.

Ketika Ibnu Sutowo berhenti menjadi dirut Pertamina, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih seorang letnan dua. Dia baru lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) Magelang. Kariernya moncer di korps infanteri baret hijau. Pada 1996,  SBY yang sudah brigadir jenderal dipercaya menjadi kepala staf di KODAM Jaya, Jakarta. Beberapa waktu setelah Peristiwa Kudatuli—serangan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro pada 27 Juli 1996—SBY terbang ke Palembang. SBY dijadikan pangdam Sriwijaya. SBY meneruskan jejak Bambang Utojo, Try Sutrisno, dan tentu saja Ibnu Sutowo.

TAG

ibnu sutowo pertamina sriwijaya try sutrisno

ARTIKEL TERKAIT

Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Permina di Tangan Ibnu Sutowo Foya-foya Bos Pertamina Ibnu Sutowo Sungai yang Membangun Peradaban di Sumatra Angin Muson, Mesin Perkembangan Budaya Menjemput Berkah dari Situs Percandian Muarajambi Jejak Peradaban di Sepanjang Sungai Batanghari Saksi Bisu Dua Kekuatan Besar Sumatra Temuan Baru di Situs Muarajambi Mengingat Lagi Muarajambi