Masuk Daftar
My Getplus

Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi dan Bhairawa

Di balik perjalanan arca yang sudah kembali dan yang masih tertinggal di Belanda.

Oleh: Randy Wirayudha | 07 Des 2023
Arca Prajnaparamita dari Candi Singhasari yang sudah dikembalikan Belanda sejak 1970-an (Museum Nasional/MCB)

SOSOK perempuan anggun yang diabadikan dalam arca setinggi 126 cm itu duduk bersila dengan sikap dharmachakra-mudra (sikap tangan perlambang pemutaran roda dharma). Arca indah yang berasal dari era Singhasari di abad ke-13 itu teridentifikasi sebagai arca Prajnaparamita meski masyarakat luas lebih mengenalnya sebagai patung Ken Dedes.

“Gambarnya juga banyak ditemukan dalam prangko, patung-patung replika di museum-museum daerah, serta reproduksi monumennya di sebuah taman di Malang. Meski bernama Prajnaparamita, seorang dewi (agama) Buddha yang melambangkan kebijsaksanaan, ia lebih dikenali masyarakat sebagai Ken Dedes, ratu pertama dari dinasti Singhasari dan nenek moyang para penguasa Singhasari dan Majapahit dua abad berikutnya,” tulis peneliti KITLV (Institut Kerajaan Belanda bidang Studi Asia Tenggara dan Karibia) Natasha Reichle dalam Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia.

Meski begitu, Reichle mendapati beberapa teori dan simpulan bukti tentang arca itu. Arca Prajnaparamita sejatinya bukanlah sosok Ken Dedes yang diabadikan dalam bentuk arca.

Advertising
Advertising

“Ada tiga argumen yang mendukung teori sebelumnya bahwa Prajnaparamita adalah Ken Dedes. Pertama, adalah narasi sejarah turun-temurun. Kedua, Ken Dedes diasosiasikan dengan sosok dewi Buddha karena ia putri dari seorang biksu Mahayana. Ketiga, gaya arca yang sangat mirip dengan arca lainnya di Candi Singhasari. Memang mungkin saja Ken Dedes yang wafat pertengahan abad ke-13 dibuatkan patung penghormatan selama masa Dinasti Singhasari,” sambungnya.

Baca juga: Ken Dedes Perempuan Utama

Namun, sambung Reichle, jika menilik beberapa isi teks Kakawin Nagarakrtagama, lain cerita. Dalam kitab itu, arca Prajnaparamita adalah penggambaran sosok ratu lain, Rajapatni dari Majapahit. 

“Bukti soal ini lebih konkret karena terdapat dalam beberapa teks yang spesifik Nagarakrtagama yang dipersembahkan untuk Rajapatni, di mana ia merupakan nenek dari Rajasanagara. Teksnya mendeskripsikan pemujaan terhadap sang ratu yang juga dikenal sebagai Gayatri di Bhayalango. Bhayalango dipercaya merupakan sebutan lama desa Boyolangu, tempat di mana ditemukan sebuah arca Prajnaparamita (lainnya) tanpa kepala,” terang Reichle.

Arca Prajnaparamita ditemukan oleh Asisten Residen Malang D. Monnereau pada 1818 (sumber lain menyebutkan 1819). Diduga Monnereau menemukannya bukan di bangunan utama Candi Singhasari, melainkan di sebuah candi lain yang berjarak 500 meter sebelah barat daya candi utama, yakni Candi Wayang.

“Monnereau kemudian menghadiahkannya kepada Raja Willem I melalui (Caspar Georg Carl) Reinwardt, kepala Natuurkundige Commissie di Batavia pada 1819,” ungkap Marieke Bloembergen dan Martijn Eickhoff dalam The Politics of Heritage in Indonesia: A Cultural History.

Baca juga: Puncak Seni Arca dari Candi Singhasari

Arca Prajnaparamita kemudian dikumpulkan di taman Institut Kerajaan Belanda di Amsterdam dengan sejumlah arca peninggalan Singhasari lain yang sebelumnya ditemukan Nicolaus Engelhard. Pada 1903, arca Prajnaparamita bersama arca-arca itu ditaruh di Museum Volkenkunde, Leiden (kini bagian dari Nationaal Museum van Wereldculturen).

Bersama beberapa benda bersejarah asal Indonesia yang lain, termasuk naskah Nagarakrtagama, arca Prajnaparamita masuk dalam daftar benda yang diminta untuk dikembalikan oleh sebuah komite Direktorat Kebudayaan RI yang diketuai Prof. Ida Bagus Mantra mulai 1968. Kesepakatan dengan pihak Belanda tercapai pada 1972 meski baru pada 1975 tiba di tanah air.

“Komite tahun 1975 yang diketuai Prof. Ida Bagus Mantra itu kan bisa mengembalikan (arca) Prajnaparamita, (lalu) tahun 1978 mahkota Lombok, dan beberapa milik Pangeran Diponegoro,” tutur I Gusti Agung Wesaka Puja, dubes RI untuk Belanda periode 2015-2020, dalam program “Dialog Sejarah: Ada yang Mau Pulang” di kanal Youtube Historia.id, 28 Juli 2023.

Kini, arca Prajnaparamita kembali ditampilkan bersama benda bersejarah lain yang direpatriasi pada 10 Juli 2023, dalam pameran “Repatriasi: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara” di Galeri Nasional, Jakarta, kurun 28 November-10 Desember 2023. Selain Prajnaparamita, ada empat arca sezaman: Durga, Mahakala, Nandiswara, dan Ganesha. Sementara, beberapa arca lain yang juga sezaman masih tertinggal di Belanda.

Baca juga: Empat Arca Warisan Singhasari Akhirnya Tiba di Tanah Air

Arca Bhairawa dan Nandi merupakan dua dari enam arca yang ditemukan dan dipindahkan pejabat kolonial, Nicolaus Engelhard, pada 1803 atau 15 tahun sebelum Monnereau menemukan arca Prajnaparamita di Kompleks Candi Singhasari. Empat arca lainnya adalah arca Durga, Mahakala, Ganesha, dan Nandiswara.

Reichle mengungkapkan, Engelhard memindahkannya ke kediamannya di Semarang dengan alasan untuk “melindungi” arca-arca itu. “Lagi pula orang Jawa sudah tak lagi menjadikannya berhala yang disembah, oleh karenanya harus dilindungi,” tulisnya.

Laporan penelitian repatriasi yang dihimpun tim ahli Comissie Koloniale Collecties, “Vier beelden uit het tempelcomplex Singasari”, menyebutkan keenam arca itu lantas dipindah ke Batavia (kini Jakarta) tapi kemudian sempat “berpisah” pada 1819. Arca Bhairawa, Nandi, dan Ganesha diangkut ke Belanda pada 1819; adapun arca Durga, Mahakala, dan Nadiswara ditempatkan di Lands Plantentuin Buitenzorg (kini Kebun Raya Bogor).

Pada 1828, tiga arca yang berada di Bogor itu dibawa ke Belanda sehingga keenam arca itu bersatu lagi dan ditempatkan di taman Institut Kerajaan Belanda di Amsterdam. Keenam arca itu plus arca Prajnaparamita jadi koleksi Rijksmuseum mulai 1841.

Empat dari enam arca itu (Durga, Mahakala, Nandiswara, Ganesha) masuk dalam daftar repatriasi pada 2022 dan tiba di tanah air pada Agustus 2023. Menyisakan arca Nandi dan Bhairawa yang tak masuk dalam daftar total 472 benda yang direpatriasi.

“Ternyata di museum (Belanda) masih ada dua patung bagian dari Candi Singhasari: Nandi dan Bhairawa. Ada juga kemungkinan patung Brahma dan Prasasti Damalung yang dalam konteks what next-nya dalam pembicaraan dan akan kita tambahkan lagi dalam list (rencana repatriasi),” tukas Puja yang juga merupakan ketua Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda.

Baca juga: Tantangan Mengembalikan Prasasti dari Inggris

TAG

pameran repatriasi singhasari candi singhasari arca

ARTIKEL TERKAIT

Menelusuri Jalur Rempah dari Nusantara Menuju Dunia Meminta Kembali Harta Karun Lombok Jarahan Belanda Pulangnya Keris Pusaka Warisan Puputan Klungkung Tongkat Kiai Cokro, Pusaka Pangeran Diponegoro untuk Perjalanan Spiritual Puncak Seni Arca dari Candi Singhasari Pelana dan Tombak Pangeran Diponegoro Punya Cerita Selayang Pandang Keris Kiai Nogo Siluman Repatriasi 472 Artefak dari Belanda dengan Modalitas Berbeda Klewang Pangeran Diponegoro di Gudang Museum Belanda Satu Episode Upaya Repatriasi di Masa Pandemi