SEPERTI telah digaungkan kepada publik sebelumnya, sebanyak 288 benda cagar budaya Indonesia akhirnya pulang ke tanah air pada tahun ini. Namun, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan benda-benda warisan sejarah Indonesia masih banyak yang berada di luar negeri. Pernyataan itu disampaikan Nadiem dalam peresmian pembukaan kembali Museum Nasional Indonesia kemarin (10/1).
“Masih banyak sekali barang-barang kita di berbagai negara yang harus kita pulangkan kembali,” ujar Nadiem.
Pembukaan kembali Museum Nasional Indonesia (MNI) bertepatan dengan penyelenggaraan Pameran Repatriasi 2024, yang dihelat untuk publik mulai 15 Oktober-31 Desember 2024. Pameran repatriasi tahun ini mengangkat tema “Kembalinya Warisan Budaya dan Pengetahuan Nusantara”. Sebanyak 288 benda yang direpatriasi itu meliputi perhiasan Puputan Badung dari Bali dan empat arca dari zaman Hindu-Buddha: Arca Ganesha, Arca Brahmana, Arca Bhairawa, dan Arca Nandi. Dua arca terakhir diidentifasi berasal dari Candi Singhasari.
Baca juga: Belanda Kembalikan 288 Benda Warisan Nusantara ke Indonesia
Menurut Nadiem, kembalinya artefak-artefak tersebut dari Belanda adalah suatu momen bersejarah. Ini menjadi langkah penting dalam pemajuan kebudayaan yang telah menjadi agenda nasional dari tahun 2017. Begitupun apreasiasi terhadap pemerintah Belanda yang mendukung penuh pemulangan benda-benda tersebut ke Indonesia. Berkat dicanangkannya repatriasi sebagai program prioritas Dirjen Kebudayaan, sebanyak 760 benda cagar budaya telah berhasil dipulangkan dari rentang waktu 2003 sampai 2024.
Untuk itu, Nadiem menekankan komitmen pihaknya untuk terus melanjutkan repatriasi guna pemajuan kebudayaan. Dia mengharapkan kolaborasi antarpihak yang telah terjalin baik selama ini harus terus dilakukan.
“Semoga dengan upaya repatriasi ini bisa berjalan semakin baik sehingga lebih banyak benda warisan yang bisa kembali ke Indonesia,” pungkasnya.
Baca juga: Pameran Repatriasi Berlangsung Hari Ini
Menurut Ketua Komite Repatriasi Indonesia I Gusti Agusng Wesaka Puja, benda-benda koleksi repatriasi tahun ini telah melalui proses provenance research (penelitian asal-usul). Dari provenance research inilah diketahui informasi tentang seluk-beluk benda cagar budaya yang direpatriasi. Mulai dari narasi objek benda, kepemilikan, hingga migrasinya merentang dari masa ke masa. Riset mendetil ini selaras dengan kebijakan repatriasi yang fokusnya bukan sekadar memulangkan bendanya saja.
“Dalam provenance riset ada transfer pengetahuan, ada produk pengetahuan dan penciptaan pengetahuan. Pengetahun ini yang kemudian nanti harus bisa dikembangkan oleh siapapun yang berminat melihat sejarah masa lalu maupun objek sejarah masa lalu. Saya sendiri ketika membacanya juga tergelitik untuk mengetahui slot gacor malam ini lebih banyak lagi. Itulah pentingnya provenance research,” terang Puja yang juga merupakan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda.
Menanggapi animo publik, terutama warganet yang skeptis terhadap pengelolaan benda-benda repatriasi, Puja mengatakan pandangan itu akan berubah bila mereka meluangkan waktu untuk datang dan berkunjung. Menurutnya, mekanisme repatriasi dan pengelolaannya di museum memberikan banyak sekali insentif kepada masyarakat untuk lebih mencintai memori sejarah masa lalu bangsa. Apalagi dengan semakin majunya tata kelola museum lewat pemanfaat teknologi yang memudahkan pengunjung mengakses informasi.
Baca juga: Lebih Dekat dengan Museum Nasional
"Kita harapkan juga generasi muda, netizen, mulai lebih banyak meluangkan waktu untuk membaca provenance research. Pengetahuan mereka saya jamin akan sangat kaya, akan banyak sekali bertambah. Kalau mereka lihat museum sekarang setelah direnovasi total, luar biasa museum kita ini. Seharusnya skeptisme itu bisa terhapus setelah mereka bisa melihat dan berkunjung ke museum kita yang membanggakan betul sekarang ini. Enggak kalah dengan museum-museum di Belanda," ungkap Puja.