Masuk Daftar
My Getplus

Cagar Budaya Menuju Industri Kreatif

Pelestarian cagar budaya bukan sekadar merawat wujud bendanya. Tapi, bagaimana ia bisa menjadi ruang publik yang inklusif bagi masyarakat.

Oleh: Martin Sitompul | 12 Feb 2023
Kawasan Kota Lama Semarang yang menjadi cagar budaya nasional. (Wikimedia Commons).

Tiada ada yang menyangka bekas gudang percetakan dan perumahan karyawan Perum Peruri bisa disulap menjadi ruang publik yang digemari anak muda. Itulah M Bloc yang terletak di bilangan Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari lahan terbengkalai, kawasan cagar budaya ini bersalin rupa menjadi ruang kreatif, galeri museum mini, hingga pertunjukan musik. Sentuhan revitalisasi sejak 2019 tidak mengubah bentuk orisinal bangunan tersebut. 

Menurut Direktur Perlindungan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek Judi Wahjudin, cagar budaya dewasa ini bukan lagi terbatas pada domain kebudayaan. Ia sudah beririsan dengan berbagai pemangku kepentingan, baik vertikal maupun horizontal. Selain untuk edukasi, sambungnya, pemanfaatan cagar budaya untuk kesejahteraan masyarakat adalah keniscayaan.

“Tidak sedikit cagar budaya yang menjadi lokus dan inspirasi UMKM berbasis kearifan lokal,” katanya dalam seminar nasional “Sinergitas Penetapan dan Pelestarian Cagar Budaya” yang diselenggarakan Kemendikbudristek di Jakarta Selatan  pada 10 Februari 2023. Judi menyebut M Block menjadi salah satu percontohan cagar budaya yang menjadi ruang publik inklusif.  

Advertising
Advertising

Baca juga: M Bloc dari Gudang Kosong Jadi Tempat Nongkrong

Selain M Bloc, kawasan Kota Lama Semarang juga termasuk dalam kajian seminar tersebut. Sejak direvitalisasi menjadi ruang publik, kawasan yang terdiri dari Kauman, Pecinan, alun-alun, dan Kampung Melayu itu telah menjadi tempat pagelaran budaya ataupun festival masyarakat. Ia pun telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional sejak tahun 2020.

Seminar Nasional “Sinergitas Penetapan dan Pelestarian Cagar Budaya” yang diselenggarakan Kemendikbudristek di Jakarta Selatan (10/2). (Martin Sitompul/Historia.ID).

Namun, di daerah banyak ditemui berbagai persoalan dalam penetapan cagar budaya. Menurut data registrasi nasional cagar budaya, dari 100.633 objek yang terdaftar, baru 3.910 objek yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Itu artinya, terdapat kesenjangan selisih yang besar antara jumlah pendaftaran dan penetapan. Ditambah lagi jumlah Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang belum memadai di sejumlah daerah. Tercatat, masih ada delapan provinsi yang belum membentuk TACB, terutama provinsi baru di Indonesia kawasan timur.   

“Padahal, wilayah timur ini sangat kaya aset-aset kebudayaannya, baik benda maupun tak benda,” imbuh Judi.

Baca juga: Utamakan Nilai Ekonomi, Ancaman Bagi Situs Bersejarah

Sementara itu, Riono Suprapto, sekretaris Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, mengatakan kementeriannya andil dalam revitalisasi dan pemeliharaan cagar budaya. Akan tetapi, setelah diserahkan ke pemerintah daerah banyak yang terbengkalai. Selain itu, banyak cagar budaya yang terhimpit oleh pembangunan kota atau terdegradasi dalam kawasan kumuh. Ini mencerminkan masih rendahnya kepedulian terhadap nilai cagar budaya. Menurutnya, penting untuk membenahi perawatan cagar budaya dengan kualitas material yang terbaik, menambahkan estetika, hingga melibatkan masyarakat sekitar dalam industri kreatif. 

“Sedapat mungkin mempertahankan keaslian cagar budaya. Ini wajib, tapi tidak mudah,” ucapnya.  

Itulah sebabnya, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid dalam kesempatan yang sama mengharapkan terjalinnya kesamaan persepsi dan kesatuan komitmen berbagai pihak dalam pelestarian cagar budaya. “Cagar budaya merupakan salah satu entitas budaya yang tidak hanya sebagai identitas, namun juga ketahanan budaya dan diplomasi,” tandas Hilmar. 

Baca juga: Ronggeng Deli, Hiburan Orang Melayu yang Mati Suri

TAG

cagar budaya

ARTIKEL TERKAIT

Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Depresi Besar dan Kegilaan Menari di Amerika Ali Sadikin Gubernur Necis Bergaya Lewat Karung Dari Manggulai hingga Marandang Ranah Rantau Rumah Makan Padang Pahlawan Berbulu di Perang Dunia II Peristiwa PRRI Membuat Rumah Makan Padang Ada di Mana-mana Desa Bayu Lebih Seram dari Desa Penari Amerika, Hamburger, dan Perang Dunia I