Sekali waktu, Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal M. Jusuf meninjau markas Komdak (kini Polda) Metro Jaya. Jusuf mendapat laporan mengenai kinerja kepolisian yang kurang memuaskan. Keluhan itu terutama ditujukan kepada aparat polisi yang bertugas di jalanan. Ia juga sekaligus hendak memeriksa kesiapsiagaan para polisi mengatasi keamanan di ibu kota. Inspeksi demikian lumrah sebab angkatan kepolisian masih berada di bawah ABRI. Jusuf sendiri baru saja menjabat menhankam/pangab.
“Kalau polisi lalu lintas itu jaga, harus dia jaga betul-betul. Jangan duduk-duduk di bawah pohon, nongkrong di tempat jual cendol atau merokok di kios rokok. Belum tentu rokoknya bayar lagi,” kata Jusuf dikutip Kompas, 8 Mei 1979.
Jusuf tidak memukul rata semua polisi lalu lintas berkelakuan minus. Menurutnya masih banyak polisi yang menjalankan tugasnya dengan baik. Tapi, dia selalu mendapati tingkah polisi yang aneh-aneh saban kali berangkat menuju kantornya pagi-pagi.
Baca juga: Aksi Semena-Mena Polisi
Di Bundaran Prapatan Kwitang, misalnya, Jusuf sering menyaksikan polisi yang sedang duduk di bawah pohon, merokok, atau ngobrol-ngobrol. Demikian pula di Bundaran Hotel Indonesia. Alih-alih menertibkan lalu lintas mereka malah berleha-leha. “Itu tidak baik, apalagi dilihat semua orang. Saya sendiri juga malu,” kata Jusuf.
Untuk menertibkan polisi lalu lintas pemalas, Jenderal M. Jusuf menerapkan kebijakan tegas. Kepada patroli militer, Jusuf menginstruksikan agar mereka langsung diangkut saja dengan mobil patroli. “Bawa dia ke markas dan beritahu bahwa kelakuan demikian salah,” ujarnya tegas.
Ketika memasuki Markas Komdak Metro Jaya, Jusuf lagi-lagi melayangkan teguran. Dua orang anggota Bharada barisan kehormatan pos jaga bikin ulah. Mereka mengenakan pakaian dinas hijau dari bahan kain yang mahal. Melihat penampilan polisi yang tampak glamor begitu, Jusuf tidak berkenan. Apalagi setiap prajurit ABRI sudah mendapat jatah pakaian dinas.
“Stelanmu malah lebih dari Menhankam sendiri. Belum apa-apa sudah begini. Bagaimana kalau kau jadi Kapolri nanti. Kau harus hemat dengan uangmu dan belilah menurut kebutuhan,” Jusuf mewejangi kedua bintara tersebut.
Baca juga: Ketika Para Perwira Mengkritik Penampilan Sukarno
Namun, para bintara itu masih belum selesai membuat Jusuf marah. Setelah mengecek senter perlengkapan wajib yang melekat di saku pinggang mereka, ternyata baterainya kosong. Dengan emosi yang terkendali, panglima ABRI itu menghardik, “Bagaimana ini kalau tiba-tiba ada pencuri?” keluhnya.
Tidak hanya di Jakarta, persoalan penampilan polisi yang tidak sesuai juga dijumpai Jusuf ketika inspeksi ke daerah. Seperti pengalaman saat berkunjung ke Komdak Balikpapan yang dituturkan Atmadji Sumarkidjo dalam biografi Jenderal M. Jusuf: Panglima Para Prajurit. Di sana, mata Jenderal Jusuf tertuju kepada pakaian dan sepatu yang dipakai oleh polisi yang berdiri siap.
“Ini kamu beli sendiri kan? Tidak boleh begitu,” kata Jusuf seraya menujuk baju yang dikenakan prajurit polisi itu. Jusuf berujar lagi, “Kau kan dapat satu tahun sekali, pakailah seperti yang ini,” ujarnya sambil menunjuk polisi lain yang berdiri di sebelahnya.
Baca juga: Gebrakan Anti Korupsi Ala Jenderal Jusuf
Tetapi baru saja menhankam/pangab mau melangkah, matanya tiba-tiba menyorot ke bawah. Ada yang ganjil pada sepatu yang dikenakan si polisi. Ternyata sepatunya bukan jenis sepatu pembelian dinas.
“Ini juga kau beli sendirikan,” kata Jusuf dengan nada keras. Si polisi hanya bisa berdiri gemetaran. “Jangan kau pakai-pakai yang begitu, kau kan terima sepatu setahun sekali?” Jusuf mengomentari sepatu model lars si polisi yang ditunjuknya pakai tongkat komando.
“Jangan pakai-pakai yang begitu, itu kan sepatu koboi yang kau pakai!” pungkasnya.
Baca juga: Jenderal Jusuf dan Para Wartawan
Menurut Atmadji, tema dan fokus pada kunjungan kerja Jusuf memang pada pakaian dan kelengkapan perseorangan para prajurit yang ditemuinya. Pada kesempatan seperti itu pula Jusuf sekaligus menyampaikan visi dan misi nya kepada para prajurit di berbagai daerah. Hal ini turut memberi kesan positif ke publik, sebab perhatian pers untuk meliput kunjungan kerja Menhankam/Pangab semakin besar.
“Paling tidak, wartawan melihat bahwa Menhankam/Pangab yang baru ini ‘agak lain’ dibanding pendahulunya,” ungkap Atmadji.