Masuk Daftar
My Getplus

Makanan Tadi Malam

Cerita tentara remaja dari Akademi Militer Tangerang makan makanan kaleng yang ternyata daging babi.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 11 Jun 2022
Letnan Dua Achmad Marzoeki Soelaiman (kiri), Komandan Kompi 4 Batalion Kala Hitam Divisi Siliwangi, memimpin pasukannya tiba di Jakarta pada 23 Desember 1949. (Repro Buyung dari Betawi).

Konvoi pasukan Sekutu membawa logistik untuk tawanan perang dan interniran (APWI atau Allied Prisoners of War and Internees) di Bandung diadang dan diserang tentara dan pejuang. Penyergapan itu memaksa mereka kembali ke Jakarta.

Sekutu pun meminta bantuan pemerintah Indonesia agar pengiriman bantuan kemanusiaan tidak mendapat gangguan di perjalanan. Pemerintah mengerahkan siswa Akademi Militer Tangerang bersama para pembinanya. Pengiriman dilaksanakan dalam tiga misi. Misi pertama pada 11 Desember 1945 dipimpin oleh Mayor Daan Mogot. Sedangkan misi kedua pada akhir Desember 1945 dipimpin oleh Kapten Kemal Idris. Kedua misi ini berjalan dengan lancar.

Misi ketiga dilaksanakan pada pertengahan Januari 1946 di bawah pimpinan Kapten Islam Salim, anak Haji Agus Salim. Salah satu siswa Akademi Militer Tangerang yang ikut dalam misi terakhir ini adalah Achmad Marzoeki Soelaiman.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kesaksian dari Pertempuran Lengkong

Zaky Yamani dalam biografi Achmad Marzoeki, Buyung dari Betawi, menyebut bahwa Marzoeki lahir di Batavia pada 4 Juni 1929. Orang tuanya, Soelaiman gelar Datoek Radjomoedo dan Poeti Djailoen adalah orang Minangkabau dari daerah Lintau, Sumatra Barat. Ayahnya dari Tapi Selo, sedangkan ibunya dari Lubuk Jantan. Keduanya keturunan bangsawan. Sebelum dipindahkan ke Batavia, ayahnya tinggal dan bekerja pada departemen pekerjaan umum di Padang dan Bukittinggi.

Misi ketiga menuju Bandung diberangkatkan menggunakan kereta api dari stasiun Manggarai, Jakarta. Pasukan Sekutu tidak ikut mengawal, hanya menyaksikan keberangkatan kereta api. Penjagaan barang bantuan sampai Bandung sepenuhnya tanggung jawab tentara Indonesia.

Kereta api melaju menuju Cikampek. Tak ada penyergapan karena pemerintah telah mengabari Resimen Cikampek agar tidak melakukan pengadangan. Setelah lewat Cikampek, kereta api berhenti di Purwakarta untuk menginap semalam.

Baca juga: Pengorbanan Mahal di Peristiwa Lengkong

Para tentara remaja itu sepakat untuk mengambil beberapa kaleng makanan dan beberapa kotak rokok dari dalam gerbong. Mereka kemudian menyalakan api untuk memasak makanan kaleng itu.

“Enak sekali makanan ini. Tidak seperti makanan di Batu Ceper [Tangerang],” kata seorang tentara.

“Rokoknya juga nikmat betul,” timpal tentara yang lain.

“Tengah malam itu, semua pengawal memenuhi perutnya dengan makanan enak, dan melengkapinya dengan membakar rokok Eropa,” tulis Zaky.

Ketika fajar merekah, lanjut Zaky, para tentara itu sudah siap kembali untuk mengawal kereta api sampai Bandung. Tubuh mereka terasa segar karena semalam perut diisi dengan makanan yang bergizi dan berlemak.

Baca juga: Demam Kebal Peluru di Front Bandung

Seorang tentara penasaran dengan makanan tadi malam. Dia pun bertanya kepada Buyung, panggilan Marzoeki. “Hei, Yung. Tadi malam itu makanan apa sih yang kita makan?”

“Ya daginglah,” kata Marzoeki.

“Enak betul rasanya. Coba kau lihat lagi kalengnya, dari mana sih makanan itu datangnya.”

Marzoeki kemudian mengambil kaleng bekas kemasan makanan yang tercecer di dekat rel kereta api. Dia membacanya dengan saksama. Dahinya mengerut.

“Hei, kau pernah makan babi?” Tanya Marzoeki kepada tentara yang menyuruhnya mengambil kaleng makanan itu.

“Babi? Tidaklah. Haram.”

“Makanan tadi malam itu enak, tidak?” tanya Marzoeki.

“Wah, enak sekali. Kalau masih ada, aku mau makan lagi.”

“Yang tadi malam kita makan itu daging babi, tahu!” kata Marzoeki tertawa.

“Waduh, jangan bergurau, kau, Yung.”

“Benar. Nih, baca di kalengnya. Pork. Daging babi.”

Para tentara remaja itu saling berbisik. Ternyata makanan tadi malam yang mereka semua makan adalah daging babi.

“Jadi bagaimana ini?” tanya seorang tentara. “Babi kan haram.”

“Ya, mau bagaimana lagi?” jawab Marzoeki. “Sudah masuk perut. Enak pula.”

Baca juga: Babi dalam Masyarakat Nusantara

Mereka pun melanjutkan perjalanan. Sesampai di Bandung, semua isi kereta api diserahkan kepada perwakilan penghuni kamp konsentrasi Jepang. Dengan kereta api yang sama Marzoeki bersama seluruh pengawal bantuan kembali ke Jakarta, dan meneruskan perjalanan sampai Tangerang.

Setelah lulus Akademi Militer Tangerang, Marzoeki menjadi komandan Peleton 1 Kompi Markas Resimen IV Tangerang. Pasukannya kemudian berada di bawah Batalion VI Divisi Siliwangi.

Marzoeki terkena pecahan mortir dalam pertempuran melawan Belanda di Cianjur. Matanya sebelah kanan rusak. Setelah sempat bekerja sebagai staf di Brigade Suryakencana Divisi Siliwangi, dia kembali ke garis depan bergabung dengan Batalion Kala Hitam Divisi Siliwangi.

Baca juga: Ke Jakarta Kami Kembali

Sebagai komandan Kompi 4 Kala Hitam, Letnan Dua Marzoeki memimpin pasukannya tiba di Jakarta pada 23 Desember 1949 sebagai pasukan TNI pertama yang kembali ke kota Proklamasi. Dia kemudian diperbantukan pada Kolonel Alex Kawilarang yang sedang membentuk pasukan komando. Alex membentuk Kesko (Kesatuan Komando) TT III Siliwangi pada 16 April 1952 yang kemudian berubah nama menjadi KKAD, RPKAD, dan terakhir Kopassus.

Marzoeki sempat menjabat kepala staf RPKAD. Namun, dia kemudian diberhentikan dari ketentaraan karena bersama Mayor Djaelani, Komandan RPKAD, terlibat dalam Peristiwa Zulkifli Lubis yang gagal, yaitu rencana penculikan KSAD Kolonel A.H. Nasution.

TAG

babi makanan tni ad

ARTIKEL TERKAIT

Empat Hal Tentang Perang Jenderal Hobi Berburu Babi Kisah Chicken Kiev untuk Jenderal Moersjid Babi Guling Bali Selain Jadi Babi Ngepet Babi Ngepet, Mitos, dan Krisis Mengungkap Sejarah Babi Ngepet Makanan Kaleng Merentang Zaman Makanan Sederhana Presiden Pertama Melongok Dapur Kolonial