Masuk Daftar
My Getplus

Gerilyawan Tertolong Pohon Rambutan

Gegara buah rambutan, seorang anggota laskar berhasil lolos dari incaran serdadu Belanda.

Oleh: Martin Sitompul | 17 Mar 2020
Ilustrasi laskar yang dikejar tentara Belanda. Ilustrator: Betaria Sarulina/Historia

Setelah Belanda melancarkan agresi militer kedua, laskar rakyat di Sumatra Timur merapatkan barisan. Mereka sepakat untuk mengadakan perlawanan. Hari-H gerakan ditetapkan pada 29 Desember 1948 dengan sandi operasi: Melati.

Pukul 20.00 malam, laskar rakyat bergerak. Secara serentak setiap sektor melakukan perlawanan. Laskar Gerindo dan Napindo adalah beberapa kelompok laskar yang terlibat. Hasil serangan dadakan itu cukup bikin Belanda kelimpungan sekaligus berang.

Mesin pembangkit listrik pabrik Martoba di Pematang Siantar dirusak. Beberapa perkebunan teh di Martoba, Simbolon, Simpang Raya, Bahbutong, dan Marjanji dibakar. Kawat-kawat telepon di di Tanah Jawa, Pematang Raya, Kuala Namu, dan Tebing Tinggi diputus. Beberapa puluh hektare kebun tembakau yang sedang tumbuh subur di Deli Serdang dan Langkat pun tidak luput dari pengrusakan.

Advertising
Advertising

“Perlawanan rakyat digerakkan serentak  di seluruh Sumatra Timur sesuai dengan jangkauan yang memungkinkan, mendapat reaksi tajam dam keras dari NEFIS (Satuan Dinas Intelijen Belanda),” tulis Tukidjan Pranoto dalam Tetes Embun di Bumi Simalungun.

Untuk membalas aksi para gerilyawan, Belanda mengerahkan satuan polisi antigerilya bernama Troopen Intellegence Vor Gerilya (TIVG) yang dipimpin Mayor Van der Plank. Pasukan TIVG menguber beberapa pentolan laskar dari kampung ke kampung. Seturut dengan catatan Tukidjan, Hasan Zunaidi dan Kiyai Parman dari Gerindo tertangkap oleh TIVG dan kemudian ditembak mati. Sementara itu, beberapa anggota Napindo ditawan di Pematang Siantar.  

Baca juga: 

Teror Van der Plank di Tanah Karo

 

Dalam pengejaran ke kampung Karang Anyer, Simalungun, TIVG memburu pentolan gerilyawan dari Laskar Napindo bernama Sarino. Tidak jauh dari rumah Sarino di dekat masjid Karang Anyer, Ishak Lubis, staf komando Napindo sedang berada di rumah salah seorang anggota Napindo. Disini dimulailah kisah aksi “menyelamatkan diri” itu.

Ishak Lubis merasa terjebak begitu pasukan TIVG melakukan penggerebekan di kawasan rumah Sarino. Sadar berada dalam bahaya, Ishak Lubis buru-buru kabur dengan memanjat pohon rambutan di belakang rumah. Beberapa anggota TIVG memerhatikan Ishak Lubis yang sudah nongkrong di atas pohon. Tanpa sadar, Ishak Lubis langsung saja memetik rambutan lalu menawarkannya kepada serdadu Belanda di bawah sana.

“Bapak mau?” sapa Ishak Lubis sembari menutupi rasa gemetarnya di atas pohon rambutan.

“Iya,” sahut anggota TIVG.

Baca juga: 

Van der Plank dan Kejahatan Perang di Sumatra

 

Begitu mendapat jawaban dari bawah, Ishak Lubis segera menjatuhkan beberapa tangkai rambutan kepada para pengejar laskar itu. Setelah mengambil rambutan, pasukan TIVG melanjutkan tugasnya. Mereka berhasil meringkus Sarino dan membawanya dengan mobil jip ke Pematang Siantar. Dengan tertangkapnya Sarino, penggerebekan dan pengejaran selesai, Pasukan TIVG itu pun kembali ke markasnya. Sementara itu, Ishak Lubis luput dari pencidukan.      

“Ishak Lubis segera turun dan menemui pemilik rambutan dekat masjid itu, mengucapkan terimakasih dan selanjutnya dengan sepeda meninggalkan tempat itu,” demikian seperti dikisahkan Tukidjan.

TAG

lasykar

ARTIKEL TERKAIT

Ketika Wartawan Dipalak Laskar Sumatra Hikayat Amat Boyan dan Pasukan Cap Kampak Duel Preman Medan Zaman Perang Kemerdekaan Menumpas Pengikut Tan Malaka (1) Rosihan Tidur Berbantalkan Granat Membentuk Tentara Rakyat Gertak Sambal ala Timur Pane Gunung Semeru, Gisius, dan Harem di Ranupane Peliharaan Kesayangan Hitler Itu Bernama Blondi Kisah Sabidin Bangsawan Palsu