Masuk Daftar
My Getplus

Mengenal Dwidjosewojo, Bapak Asuransi Indonesia

Tidak seperti tokoh-tokoh bank dan koperasi, tokoh asuransi ini kurang mendapat tempat. Apa saja gagasan Dwidjosewojo tentang asuransi?

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 24 Jan 2020
Dwidjosewojo (tengah) bersama dua pendiri OL Mij PGHB, sebuah usaha asuransi jiwa pertama untuk anak negeri pada 1912. (Repro Dwidjosewojo 1867–1943: Tokoh Pergerakan Nasional Pendiri Bumiputera 1912).

Empat perusahaan asuransi Indonesia terbelit masalah pada Januari 2020. Jiwasraya, Asabri, Taspen, dan AJB Bumiputera 1912. Tiga milik negara, satu lainnya kepemilikan bersama (mutual) di antara para pemegang polis. Masalah ketiganya berbeda. Dugaan kasus korupsi pada Jiwasraya dan Asabri, kejanggalan di Taspen, dan pembengkakan klaim dalam AJB Bumiputera 1912.

Masalah-masalah termaksud mencederai kepercayaan khalayak pada asuransi. Juga melenceng dari apa yang dicita-citakan oleh Dwidjosewojo, Bapak Asuransi Indonesia. Dwidjosewojo memulai pembentukan usaha asuransi untuk orang Indonesia pada 12 Februari 1912 melalui Onderlinge Levensverzekering Maatschappij PGHB (Perserikatan Goeroe Hindia Belanda), atau disingkat OL Mij PGHB, cikal bakal AJB Bumiputera 1912. Anggotanya sebermula berasal dari guru-guru anak negeri. 

"Asuransi itu dibentuk agar kebutuhan ekonomi para guru anggota PGHB terbantu, terutama menyangkut dana pensiun," kata Ari Kurniasari, sarjana sejarah lulusan Universitas Indonesia yang pernah meneliti sejarah asuransi di Hindia Belanda pada kurun 1912–1933.

Advertising
Advertising

Dwidjosewojo tidak memilih bentuk perseroan terbatas untuk usaha asuransinya, sebagaimana usaha asuransi milik orang Belanda. Dia justru mengambil bentuk usaha bersama atau onderlinge.

"Karena keyakinan yang kuat bahwa asas gotong-royong yang menjadi dasar budaya bangsa Indonesia di segala aspek kehidupannya itu, dapat dijadikan landasan usaha secara efektif," kata Sutamto dalam Dwidjosewojo 18671943: Tokoh Pergerakan Nasional Pendiri Bumiputera 1912.

Gagasan Dwidjosewojo untuk mendirikan asuransi bermula dari pembacaannya terhadap laporan keuangan tahunan Nederlandsch Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij (NILLMIJ). Ini perusahaan asuransi jiwa pertama di Hindia Belanda, berdiri pada 1859, dan kelak menjadi salah satu pembentuk Jiwasraya pada 1960-an.

Baca juga: Sejarah Bisnis Asuransi di Indonesia

Belum terang benar mengapa Dwidjosewojo bisa memperoleh laporan keuangan NILLMIJ tahun 1908. Sutamto menduga direksi NILLMIJ mengirimkan laporan itu ke Dwidjosewojo karena melihat kemungkinan menambah anggota dari kalangan anak negeri terdidik dan terpandang.

Dwidjosewojo adalah seorang guru lulusan kweekschool dan sekretaris I organisasi Boedi Oetomo (BO). Guru lulusan kweekschool bergaji lebih besar daripada guru anak negeri lulusan sekolah lainnya.

Anggota Boedi Oetomo kesohor berasal dari kalangan priyayi Jawa dan pangreh praja. Latar belakang ini menempatkan Dwidjosewojo berada di golongan elite anak negeri, baik secara ekonomi maupun sosial. "Dari segi manajemen pemasaran, Boedi Oetomo dianggap pasar yang potensial oleh NILLMIJ," ungkap Sutamto.

Dwidjosewojo lekas kepincut dengan usaha asuransi jiwa sehabis membaca laporan keuangan NILLMIJ. Angka-angkanya cukup jelas sehingga menggambarkan pertumbuhan NILLMIJ waktu demi waktu.

"Dari laporan itu, dia mengetahui bahwa perusahaan asuransi jiwa telah memberikan keuntungan baik kepada perusahaannya maupun kepada para anggota tertanggung pemegang polisnya," catat Tim Yayasan Dharma Bumiputera dalam Sejarah dan Perkembangan Bumiputera 19121982.

Dwidjosewojo kemudian mengajukan gagasan itu kepada rekan-rekannya di Boedi Oetomo dalam sebuah rapat pada akhir 1910. Dia mengatakan, pendirian asuransi jiwa sejalan dengan misi Boedi Oetomo untuk memperbaiki kehidupan sosial-ekonomi anak negeri. Semua anggota Boedi Oetomo menyepakati usulannya secara aklamasi. Tetapi tidak ada tindakan konkret dari anggota Boedi Oetomo lainnya hingga dua tahun lamanya.

Baca juga: Gagasan Awal Pendirian Boedi Oetomo

Dwijosewojo mengalihkan gagasan itu kepada PGHB. Organisasi ini berdiri di Magelang pada 1 Januari 1912 untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan bagi guru-guru anak negeri. Kala itu nasib guru anak negeri jauh dari sejahtera. Gaji mereka berkisar 15–40 gulden per bulan, bergantung pada jenjang pendidikan keguruan mereka.

Gaji senilai 15–40 gulden per bulan tak cukup membiayai kebutuhan hidup rumah tangga guru anak negeri selama sebulan. Tak ada sisa tabungan atau dana darurat jika sekali waktu mereka sakit atau bahkan meninggal dunia. Mereka hidup dalam kecemasan akan hari depan diri dan keluarganya.

Sekarang bandingkanlah gaji guru anak negeri dengan gaji guru golongan Eropa. Orang Eropa menerima gaji minimal 100 gulden per bulan. Lebih dari cukup untuk hidup enak selama sebulan. Masih ada sisa untuk menabung dan mempersiapkan dana keadaan darurat. Kebanyakan mereka pun turut menjadi anggota asuransi jiwa milik orang Belanda.

Beralas pada kejomplangan hidup guru anak negeri dan Eropa, Dwidjosewojo memperkenalkan konsep asuransi jiwa pada guru-guru anak negeri di PGHB. Para guru menanggapi dengan senang konsep tersebut. Mereka memandang asuransi sebagai tabungan untuk keluarganya. Maka berdirilah usaha asuransi jiwa OL Mij PGHB di dalam struktur organisasi PGHB. Modalnya nol gulden alias nol pothol.

Baca juga: Pendiri Sekolah Guru Bumiputera Pertama yang Terlupakan

Dwidjosewojo duduk sebagai komisaris di OL Mij PGHB. Ketuanya M.K.H. Soebroto. Tetapi Dwidjosewojolah nyawa OL Mij PGHB. Dia tak pernah secara khusus mempelajari asuransi. Semua pengetahuannya tentang asuransi muncul dari bertanya kepada pelaku asuransi. Tak sedikit di antaranya berusia lebih muda daripada Dwidjosewojo yang saat itu berusia 45 tahun (lahir pada 5 Juni 1867)

Dwidjosewojo mengupayakan modal OL Mij PGHB berasal dari premi para anggotanya (tertanggung). Besaran premi terumus dalam anggaran dasar dan rumah tangga. Nilainya dari 0,75 gulden sampai 8,40 gulden.

Besaran premi mempengaruhi jumlah uang pertanggungan untuk keluarga tertanggung. Kian besar premi, kian besar pula uang pertanggungannya.

Sedikit demi sedikit guru-guru PGHB masuk menjadi anggota OL Mij PGHB. "Tiap bulan hanya 15 orang," kata Suratno Hadisuwito, mantan Direktur Utama AJB Bumiputera 1912 dalam Asuransi di Indonesia: Pandangan Tokoh-Tokoh Asuransi.

Guru-guru PGHB memilih premi paling kecil. Itu pun masih sering nunggak. Akibatnya total jumlah preminya hanya 3.704,27 gulden pada Juli 1913. "Profitability (keuntungan) bukanlah tujuan utama ketika itu," lanjut Suratno.

Nilai tersebut tak cukup aman jika sewaktu-waktu OL Mij PGHB harus membayar uang pertanggungan anggota dan biaya operasional OL Mij PGHB.

Dwidjosewojo menilai kondisi keuangan OL Mij PGHB berpotensi merugikan anggotanya. Dia mencari cara untuk menghindari OL Mij PGHB dari kebangkrutan. Caranya dengan mengajukan permohonan subsidi kepada pemerintah kolonial. Permohonannya kabul. Ol Mij PGHB menerima subsidi sebesar 300 gulden sebulan. Jumlah ini cukup membantu untuk membiayai operasional OL Mij PGHB.

Baca juga: Sejarah Lahirnya Bank Syariah di Indonesia

Lambat laun OL Mij PGHB berkembang. Seiring itu keanggotaannya tak lagi hanya mencakup guru, melainkan juga pegawai pemerintah dari anak negeri. Nama OL Mij pun berganti jadi OL Mij Boemipoetera pada November 1914. Mereka punya kantor sederhana dan sejumlah karyawan bergaji tetap. Dwidjosewojo dan pengurus lainnya tidak menerima gaji tetap, melainkan komisi 25 persen jika usaha asuransi tersebut beroleh cuan.

Dwidjosewojo mendapat banyak masukan dari rekan-rekannya untuk memperluas keanggotaan OL Mij Boemipoetera bagi kalangan swasta. Dia menyampaikan masukan ini ke Dr. Rinkes, Penasehat Kantor Urusan Pribumi. Tapi usulannya mental.

Rinkes menganggap perluasan keanggotaan akan merugikan OL Mij Boemipoetera. Menurutnya orang-orang anak negeri belum sadar betul tentang arti kesehatan. Angka kematian tinggi. Ini berarti akan membuat jumlah klaim usaha asuransi meningkat. Semakin banyak klaim, semakin seret keuangan usaha asuransi. Demikian pikiran Rinkes.

Dwidjosewojo tak putus akal. Dia membentuk satu usaha asuransi khusus untuk kalangan swasta anak negeri pada 9 Januari 1915. Namanya OL Mij Boemipoetera Merdika. Administrasinya terpisah dari OL Mij Boemipoetera, tapi pengurus dan tujuannya tetap sama.

Dwidjosewojo menyusun semua akta pendirian OL Mij Boemipoetera dan Merdika. Berkat usahanya, dua usaha asuransi itu memperoleh pengakuan badan hukum. Dwidjosewojo kemudian mengajak para tokoh penting di Boedi Oetomo, Kesultanan Yogyakarta, dan Kasunanan Surakarta untuk menjadi agen dua usaha asurani tersebut. Dia mempunyai jaringan di tiga lingkaran itu.

Dwidjosewojo terus giat mengembangkan asuransi untuk anak negeri. Usia tua tak menghentikannya. Dia bahkan masih berniat ikut rapat direksi/komisaris ketika usianya 76 tahun. Tapi maut mengurungkan niatnya. Dia beristirahat panjang untuk selamanya di Yogyakarta pada 19 Oktober 1943.  

TAG

asuransi

ARTIKEL TERKAIT

Sejarah Bisnis Asuransi di Indonesia Ayah Fariz RM Tepung Seharga Nyawa Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Cikal Bakal Bursa Saham Orang Pertama yang Menjual Saham VOC Kisah Mantan Pilot John F. Kennedy Perebutan yang Menghancurkan Timah dan Tuan Besar Asisten Rumah Tangga Jadi Pemilik Saham Pertama VOC