BANK-bank umum mendirikan anak perusahaan bank syariah karena melihat potensi nasabah yang besar. Bagaimana sejarah munculnya bank syariah di Indonesia?
Pada suatu hari, Sekretaris Jenderal MUI Prodjokoesoemo dan M. Amin Aziz, pendiri Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), mendatangi Sukamdani Sahid Gitosardjono. Pengusaha perhotelan ini menjabat Penasihat Yayasan Dana Dakwah yang didirikan MUI. Mereka menyampaikan maksud mendirikan sebuah bank. Amin Aziz ditujuk sebagai project officer pendirian bank itu.
Sukamdani mengatakan bank yang sedang dirintis itu dinamakan bank tanpa bunga, yang didasarkan pada bagi hasil. Jadi tidak menyimpang dari hukum Islam: yang membungakan uang berarti riba.
“Di Indonesia, bank bagi hasil memang belum ada. Namun, kita belajar pada bank Islam yang menerapkan bagi hasil –membagi hasil dengan orang yang menyimpan. Begitulah percakapan saya dengan dua tokoh MUI itu,” kata Sukamdani dalam otobiografinya, Wirausaha Mengabdi Pembangunan.
Baca juga: Melacak Ekonomi Syariah di Indonesia
Langkah selanjutnya diadakan pertemuan untuk membahas pembentukan PT dan membuat rumusan yang lebih tepat tentang bank Islam.
“Dalam perundingan itu akan digunakan nama Bank Islam Indonesia, tapi nama tersebut kesannya terlalu berat,” kata Sukamdani. “Lantas dilakukan konsultasi dengan Pak Ismail Saleh, Menteri Kehakiman. Akhirnya disepakati nama Bank Muamalat Indonesia.”
Surat permohonan izin kepada Presiden Soeharto dikirimkan melalui Menteri Sekretaris Negara Moerdiono. Soeharto menyampaikan akan membantu bila rencananya sudah konkret.
Pada 13 Oktober 1991, MUI mengadakan pertemuan untuk membicarakan pembentukan Bank Muamalat Indonesia di Puri Hotel Sahid Jaya & Tower. Pertemuan yang dihadiri para pengusaha itu berhasil mengumpulkan dana Rp64 miliar. Hasil pertemuan dilaporkan kepada Presiden Soeharto.
Baca juga: Para Pemikir Ekonomi Syariah di Indonesia
Pertemuan kedua diadakan pada 1 November 1991 di Prambanan Room Hotel Sahid. Diputuskan bahwa modal dasarnya Rp500 miliar dan modal yang disetor Rp100 miliar. Saat itu, modal yang disetor sudah mencapai kurang lebih Rp82 miliar. Tanggal ini ditetapkan sebagai awal Bank Muamalat memulai perjalanan bisnisnya. Namun, bank syariah pertama di Indonesia ini baru resmi beroperasi mulai 1 Mei 1992 dan ditetapkan sebagai hari ulang tahun Bank Muamalat.
Pada 3 November 1991, atas prakarsa Presiden Soeharto, Bank Muamalat mengadakan pertemuan dengan masyarakat Jawa Barat dan para pengusaha nasional di Istana Bogor. Penjualan saham di Istana Bogor itu sukses. Seluruh saham yang terjual lebih dari Rp100 miliar.
Di akhir Desember 1991, Sukamdani bertemu dengan Direktur Utama Bank Muamalat, Zainulbahar Noor. Dia menyampaikan bahwa Bank Muamalat berjalan sesuai harapan.
“Kini di Bank Muamalat tercatat sekitar 5.000 nasabah. Bank dengan modal saham Rp500 miliar dan modal disetor hampir Rp90 miliar ternyata mempunyai kenaikan jumlah nasabah rata-rata 20 persen per bulan,” kata Zainulbahar Noor.
Baca juga: Sejarah Awal Bank BNI
Nasabah bank syariah terus tumbuh. Per Agustus 2018, total nasabah bank syariah berjumlah 23,18 juta, naik 13% dari tahun lalu sebesar 20,48 juta. Jejak Bank Muamalat pun diikuti bank-bank lain. Hingga kini terdapat 13 Bank Umum Syariah, 21 Unit Usaha Syariah, dan 167 Badan Perkreditan Rakyat Syariah di Indonesia.
Ironisnya, Bank Muamalat yang sempat disebut sebagai bank tersehat di Indonesia, sejak 2015 mengalami masalah permodalan. Pionir bank syariah itu tengah mencari investor baru. Setelah beberapa konsorsium investor gagal, kini Al Falah Investment Pte Limited, konsorsium bentukan Ilham Habibie, berniat mengakuisisi sekitar 50,3% saham. Prosesnya sedang berjalan dan dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.*