SATUAN Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) menyita tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya atas nama PT Bogor Raya Development, PT Asia Pacific Permai, dan PT Bogor Raya Estatindo. Total luas lahan 89,01 ha berikut lapangan golf dan fasilitasnya serta dua bangunan hotel, yang terletak di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Rabu, 22 Juni 2022. Perkiraan awal aset yang disita sebesar Rp2 triliun.
Satgas BLBI juga menyita Gedung The East Tower di Jalan Lingkar Mega Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan pada 24 Juli 2023. Aset yang disita berupa tanah seluas 8.247 m2 dan 177 bangunan satuan rumah susun di atasnya atas nama PT Gentamulia Infra. Nilai aset yang disita tersebut mencapai Rp786 miliar.
Aset yang disita tersebut milik obligor Hendrawan Harjono dan Setiawan Harjono, petinggi Bank Aspac. Nama terakhir adalah besan Setya Novanto, mantan petinggi Golkar dan ketua DPR RI yang kini dalam penjara karena kasus korupsi E-KTP.
Baca juga: Surya Darmadi Sebelum Menjadi Pengusaha Sawit
Dalam Tokoh Bisnis Uang: Kiat Manajemen & Kisah Sukses Bankir Berprestasi disebutkan, Setiawan Harjono alias Oei Yung Gie lahir di Serang pada 16 September 1943. Dia menghabiskan masa kecil di kota Semarang, di mana dia menempuh pendidikan dasar dan menengah. Setahun setelah lulus SMA, pada 1966 dia melanjutkan studi ke University of Hongkong untuk belajar financial (keuangan), suatu bidang yang diminatinya sejak kecil.
Setiawan berasal dari keluarga pebisnis dan dikenalkan bisnis sejak kecil. Ayahnya salah satu pemilik saham di pabrik kaos 777. Setelah beres kuliah di University of Hongkong, dia sempat ikut memegang manajemen perusuhaan kaos tersebut. Namun, dia mengundurkan diri karena beda pendapat dengan pemilik perusahaan dan tertahannya berbagai ide bisnisnya. Dia kemudian membangun bisnisnya sendiri.
Setiawan membuka bisnis jual-beli mobil pada 1960-an. Show room miliknya mampu menjual hingga seratus mobil tiap bulannya. Setelah bisnis mobil, dia kemudian terjun ke perbankan.
Baca juga: Tugas Negara Harry Tansil
Langkah penting dalam bisnis Setiawan terjadi pada 1972. Dia mengambil alih bank bermasalah, yaitu Bank Kesejahteraan Keluarga Anggota Angkatan Perang (Bankap). Bank milik keluarga ABRI itu berdiri sejak 1957. Dia mengembangkan bank tersebut dengan susah payah.
Setelah terjadi devaluasi rupiah pada 1978, bisnis mobilnya seret. Pada 1982, Setiawan menjual aset-aset show room dan fokus ke perbankan. Perubahan manajemen dan nama bank dilakukan pada 1990. Bankap diubah menjadi Bank Asia Pacific, disingkat Bank Aspac.
“Kita ingin mengubah image dari bank yang konservatif menjadi bank yang modern sesuai dengan perkembangan dunia ekonomi yang semakin bergerak cepat,” kata Setiawan dalam buku Tokoh Bisnis Uang.
Setiawan tidak ingin menghapus sejarah nama Bankap. Oleh karena itu, huruf AP tetap dipertahankan, tetapi tidak lagi kepanjangan dari Angkatan Perang melainkan Asia Pacific. “Dan kalau dieja tidak lagi AP, melainkan Aspac,” ujar Setiawan.
Setiawan menambahkan, nama Asia Pacific juga sesuai dengan tren perkembangan ekonomi dunia yang akan terkonsentrasi di wilayah tersebut. Segmen pasar pun diperluas, tidak hanya melayani consumer and retail banking, tapi juga corporate bussiness.
Strategi pelayanan pun dirancang yang intinya memberikan pelayanan maksimal kepada nasabah. Hasilnya: kantor cabang Bank Aspac meningkat tiga kali lipat lebih, dari tujuh pada 1989 menjadi 26 pada 1992. Bahkan, dalam corporate plan jangka menengah pada akhir tahun 1994 jumlah kantor cabang akan ditambah di kota-kota strategis.
Baca juga: Kasus Bank Vanuatu di Indonesia
Bank Aspac memberikan kredit untuk sektor industri dan sektor konsumsi seperti kredit kepemilikan rumah dan mobil. Selain tabungan, bank juga melayani pembayaran rekening listrik, telepon, dan pajak.
“Setiawan memang dikenal sukses membawa Aspac Bank ke jajaran elite perbankan nasional. Menurut survei majalah Info Bank terhadap 200 bank nasional, Aspac Bank menduduki peringkat ke-35 dengan total aset Rp649,955 miliar,” sebut buku Tokoh Bisnis Uang.
Setiawan belakangan berhasil merangkul PT Usaha Pembiayaan Pembangunan Indonesia (Uppindo). Bank Aspac berada di bawah Aspac Group. Dia juga memiliki dua kelompok bisnis lain, yakni Poli Group dan Jaya Manunggal Group.
Krisis moneter pada 1997-1998 memukul sektor perbankan termasuk Bank Aspac. Menurut Djony Edward dalam BLBI Extraordinary Crime pada 1998 Bank Aspac berada di bawah BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dalam program penyehatan bank.
Baca juga: Sejarah Awal BNI
Pada 1999, Bank Aspac kemudian diserahkan kepada Bank Indonesia dan dinyatakan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU). Jumlah BLBI yang diterima Bank Aspac tanggal 29 Januari 1999 sebesar Rp2.054.974 juta yang berasal dari saldo debet periode penyaluran 11 Januari sampai 29 Januari 1999.
Sebagai obligor BLBI, Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono memiliki utang kepada negara sebesar Rp3,57 triliun. Hendrawan divonis penjara satu tahun dan denda Rp500 juta, sedangkan Setiawan divonis enam bulan penjara.
Harold A. Crouch dalam Political Reform in Indonesia After Soeharto menyebut tidak seperti Samadikun dan David Nusa Widjaya, Hendrawan tidak melarikan diri. Sementara itu, Setiawan Harjono, adik Hendrawan, menjadi bankir BLBI pertama yang masuk penjara setelah hukuman awalnya dikurangi di tingkat banding menjadi enam bulan.*
Tulisan ini diperbarui pada 25 Juli 2013