Kasus Bank Vanuatu di Indonesia
Bank yang berbasis di Vanuatu ini berhubungan dengan keluarga Cendana. Dicabut izinnya di Jakarta karena bermasalah dengan bank asing.
Dragon Bank International Ltd. yang berbasis di Vanuatu membuka cabang di Jakarta pada awal Januari 1996. Bank ini membuat kejutan dengan mengumumkan akan menangani dua proyek bernilai miliaran dolar dengan mitra Indonesia dan Malaysia.
George Junus Aditjondro, dosen sosiologi korupsi di Universitas Newcastle, Australia, menyebut bahwa Vanuatu adalah negara kepulauan yang juga dikenal sebagai tax haven (tempat wajib pajak mengurangi atau menghindari kewajiban membayar pajak, red.) dan pusat pencucian uang di Samudra Pasifik.
"Di sinilah tempat kedudukan Dragon Bank International Ltd., lembaga keuangan milik PT. Harapan Insani, yang pada gilirannya bernaung di bawah Yayasan Harapan Kita [yang didirikan oleh Ibu Tien Soeharto]," tulis George dalam tulisannya "Mencermati Misi Muladi-Ghalib" di majalah Tempo, 30 Mei 1999.
Baca juga: Sejarah Lahirnya Bank Syariah di Indonesia
Dalam tulisannya yang lain, "Yayasan-Yayasan Soeharto" di Tempo Interaktif, 14 Mei 2004, George menguraikan proyek ambisius Dragon Bank dan PT. Harapan Insani bernilai lebih dari US$7 miliar. Rinciannya adalah bisnis telekomunikasi senilai US$4 miliar bekerja sama dengan Ghuangzhou Greatwall Electronic & Communication Co., Ltd. dari Republik Rakyat China, dan pembangunan satu gedung pusat perdagangan setinggi lebih dari 101 lantai di Arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, senilai US$3 miliar.
Selain di Indonesia, menurut George, kongsi Dragon Bank dan PT Harapan Insani juga menandatangani rencana kerja sama dengan Mara Holding Sdn. Bhd, satu perusahaan di bawah partai pemerintah Malaysia, UMNO, untuk membangun proyek perumahan dan hotel bernilai Rp200 miliar di resor pariwisata Pulau Langkawi, Malaysia.
Baca juga: Agen CIA Merampok Bank Indonesia
Richard Borsuk dalam laporannya di wsj.com, 31 Mei 1996, menyebutkan bahwa Dragon Bank, sebuah bank tidak terkenal yang berbasis di Vanuatu, mengumumkan bahwa pihaknya menandatangani perjanjian dengan dua perusahaan di Kuala Lumpur mengenai rencana untuk membangun sekitar 68 vila eksklusif di Pulau Langkawi, pulau lepas pantai barat laut Semenanjung Malaysia. Nilai proyek ini sebesar US$80 juta hingga US$85 juta.
Namun, rencana itu gagal karena Dragon Bank tersandung masalah. Standard Chartered Bank cabang Jakarta membekukan rekening salah satu perwakilannya karena dicurigai setorannya sebesar US$1,1 juta terkait dengan penipuan kredit sebesar US$42 juta di Hongkong and Shanghai Bank cabang Jakarta.
Baca juga: Sejarah Bisnis Asuransi di Indonesia
Sementara itu, George menyebut kasusnya adalah Dragon Bank tak mampu membayar utangnya kepada Standard Chartered Bank, padahal berlagak mau membangun berbagai megaproyek berharga jutaan bahkan miliaran dolar di Jakarta dan Langkawi, Malaysia.
Setelah diprotes Standard Chartered Bank dan Hongkong and Shanghai Bank, dua orang Taiwan (Yee Mei Mei dan Wang Zhi Ying) pengelola Dragon Bank diusir dari Jakarta.
"Protes oleh bank asing membuat pemerintah Indonesia menutup kantor perwakilannya pada Juni 1996," tulis George dalam Korupsi Kepresidenan.
Menteri Investasi/Ketua BKPM mencabut izin operasi Dragon Bank di Jakarta melalui surat No. 577/A.1/1996 tanggal 14 Juni 1996.
Setelah itu, menurut George, bos PT. Harapan Insani, Ibnu Widojo, diumumkan akan diperiksa oleh Mabes Polri. Siapakah Ibnu Widojo? Harian Neraca (18 Juli 1996) menyebut Ibnu Widojo adalah adik dari seorang pejabat tinggi pemerintahan Indonesia. Harian Sydney Morning Herald pada hari yang sama secara eksplisit mengatakan bahwa Ibnu Widojo adalah seorang ipar Presiden Soeharto. Majalah bisnis Warta Ekonomi (1 Juli 1996) lebih jelas lagi bahwa Ibnu Widojo adalah adik kandung Ibu Tien Soeharto.
"Setelah Ibnu Widojo, adik Nonya Tien Soeharto (alm.) yang jadi direksi PT. Harapan Insani, mulai diperiksa aparat kepolisian di Jakarta, mendadak kasus itu dipetieskan," tulis George. "Ibnu Widojo jelas-jelas tidak pernah diajukan ke depan meja hijau (pengadilan, red.)."
George menyebut bahwa setelah itu mendadak berita-berita tentang Dragon Bank lenyap, sama misterius dengan kedatangannya. Uang yang konon disalurkan oleh bank itu, lewat Vanuatu, juga lenyap tak berbekas. Pertanyaannya apakah betul Dragon Bank dan partnernya, PT. Harapan Insani, terlibat dalam pencucian uang, dan kalau betul, milik siapa uang yang mau dicuci itu, belum terjawab.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar