Olimpiade Tokyo Punya Cerita
Pandemi COVID-19 berimbas pada Olimpiade Tokyo. Seolah mengulang cerita kelam 80 tahun silam meski penyebabnya berbeda.
SEPERTI ajang-ajang olahraga lain, Olimpiade Tokyo 2020 turut terimbas pandemi COVID-19 (virus corona). Otoritas setempat akhirnya memutuskan olimpiade musim panas ke-32 yang mestinya dibuka pada 24 Juli 2020 itu ditunda tahun depan.
Penjadwalan ulang Olimpiade Tokyo 2020 itu diambil lewat keputusan bersama ketua komite panitia lokal Mori Yoshiro, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, dan Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach pada Selasa (24/3/2020). Pun dengan jadwal Paralimpiade Tokyo 2020 yang acap jadi agenda susulan olimpiade, yang sebelumnya dijadwalkan 25 Agustus-6 September 2020.
“Dalam pembicaraan dengan Perdana Menteri Abe via telefon kami menyepakati bahwa Olimpiade XXXII di Tokyo dan Paralimpiade 2020 harus dijadwalkan ulang setelah 2020, namun diharapkan waktunya tidak lebih dari musim panas 2021, demi menjaga kesehatan para atlet dan semua yang terlibat dalam olimpiade dan masyarakat internasional,” ungkap Bach dalam laman resmi IOC, Selasa (24/3/2020).
“Kami juga mengharapkan tahun depan dalam Olimpiade Tokyo akan menjadi selebrasi kemanusiaan, selepas mengatasi krisis pandemi COVID-19. Oleh karenanya obor olimpiade akan tetap berada di Jepang sebagai simbol komitmen kami dan juga simbol harapan,” lanjutnya.
Baca juga: Lorenzo Sanz, suprema Real Madrid korban pandemi COVID-19
Penundaan olimpiade juga pernah terjadi delapan dasawarsa silam di negeri yang sama. Namun, penyebab kejadian 80 tahun lalu itu berbeda dari hari ini. Jika Olimpiade Tokyo 2020 ditunda karena pandemi COVID-19, Olimpiade Tokyo 1940 ditunda, dialihkan, bahkan sampai dibatalkan gegara Perang Dunia II. Penundaan itu mengulang kejadian di Olimpiade Berlin 1916 akibat bergolaknya Perang Dunia I, dan kembali terulang di Olimpiade London 1944 karena Perang Dunia II masih membara di Eropa, Afrika Utara, dan Pasifik.
Olimpiade Pertama Bumi Timur
Syahdan pada 1932 pemerintah Jepang yang merasa olahraganya sudah maju sejak menggelar Far Eastern Games 1930 di Tokyo, merasa harus ikut dalam bidding penentuan tuan rumah Olimpiade 1940. Mengutip Sandra Collins dalam The 1940 Tokyo Games: The Missing Olympics, kala itu Tokyo bersaing dengan tiga kota lain: Barcelona (Spanyol), Roma (Italia), dan Helsinki (Finlandia).
Jepang juga merasa harus lebih mendekatkan diri dalam masyarakat dunia setelah dikecam gegara Insiden Mukden atau invasi militer Jepang ke Manchuria di timur laut China pada 18 September 1931 dan mendirikan negara boneka Manchukuo. Jepang menganggap olahraga sebagai wahana tepat untuk politik “cari muka” alias pendekatan diplomatis kepada negara-negara Barat di Liga Bangsa-Bangsa.
“Para politisi Jepang membayangkan Olimpiade Tokyo akan menjadi alat untuk mengalihkan pandangan dunia Barat terhadap sejarah dan budaya di Asia Timur. Utamanya setelah Jepang gagal memaksa Liga Bangsa-Bangsa mengakui negara boneka mereka, Manchukuo,” tulis Collins.
“Olimpiade Tokyo 1940 juga sangat penting bagi sejarah modern Jepang. Lebih jauh lagi, kota Tokyo dan pemerintah Jepang ingin merayakan berdirinya peradaban kuno Jepang ke-2600 (Kigen 2600nen) dengan menjadi tuan rumah Olimpiade 1940,” imbuhnya.
Jepang sendiri bukan “anak kemarin sore” di pesta olahraga terbesar itu. Sejak Olimpiade Stockholm 1912 negeri itu sudah rutin berpartisipasi. Sebagai wakil Asia, prestasi Jepang lumayan bagus. Di Olimpiade Los Angeles 1932, kontingen Jepang berisi 131 atlet membawa pulang masing-masing tujuh medali emas dan perak serta empat perunggu.
Kampanye bidding digulirkan pemerintah Jepang sejak 1932 kala IOC membuka kesempatan bagi negara-negara yang ingin mengajukan diri sebagai tuan rumah. Tokyo mulanya bersaing dengan Alexandria, Barcelona, Budapest, Buenos Aires, Dublin, Helsinki, Milan, Montreal, Rio de Janeiro, Roma, dan Toronto.
Baca juga: Etalase Nazi di Olimpiade
Namun seiring waktu, jumlah 12 kandidat menyusut sampai tinggal menyisakan Tokyo dan Helsinki. Menukil ulasan John E. Findling dan Kimberly D. Pelle dalam Encyclopedia of the Modern Olympic Movement, sebelumnya pihak Jepang menebar lobi-lobi, salah satunya Roma, untuk kemudian mendukung Tokyo dengan cara-cara politis.
“Jepang lewat anggota IOC-nya Michimasa Soyeshima sukses bernegosiasi dengan (Perdana Menteri Italia, Benito) Mussolini, hingga sang Duce membatalkan proposal pengajuan Roma. Mussolini setuju mendukung Tokyo dengan imbalan Tokyo akan mendukung Roma untuk Olimpiade 1944,” ungkap Findling dan Pelle.
Pada rapat IOC 29 Juli 1936, sebelum pembukaan Olimpiade Berlin, kandidat yang tersisa hanya Tokyo dan Helsinki. Keduanya dianggap IOC paling sesuai dengan tema universalitas dalam olahraga. Helsinki sebagai ibukota negara kecil di Eropa, dan Tokyo sebagai perwakilan Timur jauh. Namun Tokyo punya satu “senjata” yang tak dipunya Helsinki.
“Tokyo menawarkan satu juta yen (USD500 ribu) subsidi perjalanan bagi para delegasi olimpiade. Juga menawarkan biaya akomodasi para delegasi olimpiade yang ditanggung penuh selama penyelenggaraan olimpiade,” tambah Findling dan Pelle.
Dalam pemilihan suara para anggota IOC, Tokyo menang 36 suara dibandingkan Helsinki yang mendapat 27 suara. Tokyo dinobatkan sebagai tuan rumah olimpiade pertama di bumi belahan Timur, sebelumnya olimpiade hanya dihelat di dunia belahan barat. Pemerintah kota Tokyo merayakannya dengan menggelar festival rakyat hingga tiga malam.
“Olimpiade Tokyo 1940 juga menjadi instrumen dalam melegitimasi retorika IOC bahwa misi olimpiade adalah olahraga yang universal. IOC kemudian mempromosikan bahwa olimpiade adalah ajang bagi semua bangsa, terlepas perbedaan ideologi politik,” sambung Collins.
Ditunda, Dialihkan, hingga Dibatalkan
Setelah terpilih menjadi tuan rumah olimpiade, Jepang bersiap diri. Pembangunan venue-venue secara kolosal dilakukan di Komplek Meiji Shrine Outer Garden. Upacara pembukaanya diputuskan di Stadion Meiji Jingu, sebagaimana presentasi panitia lokal Jepang yang diperlihatkan kepada Presiden IOC Henri de Baillet-Latour pada kampanye pengajuan tuan rumah 1932.
“Namun Biro Kuil Suci di Kementerian Dalam Negeri Jepang jelang persiapan pembangunan pada 1936 keberatan jika panitia lokal melakukan renovasi kolosal yang justru akan merusak keindahan kompleks kuil itu. Belum lagi mereka cemas rusaknya tempat-tempat keramat karena akan dibanjiri atlet-atlet asing. Setelah perdebatan selama setahun, pihak panitia akhirnya memindahkan rencana pembangunan komplek venue ke Komazawa Golf Park,” kata Finlding dan Pelle.
Baca juga: Stadion Rizal Memorial Dulu dan Kini
Untuk rute perjalanan obor olimpiade, IOC mengusulkan obornya dibawa oleh para pelari dan penunggang kuda secara relay dari Athena, Yunani ke Tokyo sepanjang 10 ribu kilometer. Rutenya menggunakan Jalur Sutra yang membentang di Asia Tengah.
Usul itu ditentang Jepang lantaran jalurnya melewati China, negeri yang masih terlibat pertikaian dengannya. Sementara, Komite Olahraga Jepang mengusulkan, obor olimpiade dibawa dari Athena ke Tokyo menggunakan kapal laut atau pesawat dengan rute Asia Selatan.
Namun belum juga rute obor olimpiade itu disepakati, ia dikacaukan oleh perubahan politik. Sejak kaum militer menguasai pemerintahan Jepang pada 1937, haluan politik internasional Jepang berubah. Utamanya setelah Perang Sino-Jepang II, 7 Juli 1937 atau Insiden Shanghai ke-2.
Akibatnya, Far Eastern Games 1938 pun dibatalkan. Sejumlah anggota legislastif Jepang mulai meminta pemerintah membatalkan pula Olimpiade 1940. Namun, Komite Olimpiade Jepang masih berupaya meyakinkan IOC dan negara-negara anggotanya bahwa perang akan segera berakhir dan olimpiade bisa tetap digelar atau setidaknya ditunda.
Namun, IOC didesak negara-negara Barat untuk memboikot atau membatalkan Olimpiade Tokyo 1940. Pada rapat IOC di Kairo, Mesir medio Juli 1938, diputuskan Tokyo kehilangan haknya sebagai tuan rumah. Helsinki yang sebelumnya bersaing ketat dengan Tokyo, dipilih sebagai tuan rumah alternatif Olimpiade 1940. Sialnya, Helsinki pun batal menggelar olimpiade ke-12 itu akibat meletusnya Perang Dunia II.
Baca juga: Kabaddi di Panggung Olimpiade Nazi
Tambahkan komentar
Belum ada komentar