Si Jago Udara di Bawah Panji Swastika
Alkisah Werner Mölders, pilot jempolan Jerman yang mengembangkan taktik mutakhir pertempuran udara namun mati muda.
SEPANDAI-PANDAI tupai melompat, jatuh juga. Seberapapun jagonya pilot ace tempur Jerman Hauptmann (kapten) Werner Mölders dalam duel udara, akhirnya kena tembak jatuh juga di kawasan hutan Ferme du Villersau, Canly, Prancis pada 5 Juni 1940.
Sebelum nahas hari itu, Mölders tengah menjalani misi tempur ke-133 seiring invasi Jerman ke Prancis sejak 10 Mei 1940. Sebagai veteran Legiun Condor di Perang Saudara Spanyol, Mölders merupakan salah satu andalan sekaligus komandan wing tempur Jagdgeschwader 53 (JG 53) Luftwaffe (Angkatan Udara) Jerman.
Pada 5 Juni pagi itu, Mölders berangkat dengan pesawat serbu Messerschmitt Bf 109 ke wilayah udara Prancis. Ia baru seminggu lewat mengalungi Ritterkreuz (medali salib besi) yang dianugerahkan padanya. Tetapi ketika ia sudah mengantongi empat kemenangan duel udara dan langit Compiègne sudah memasuki petang, tanpa terduga tiba-tiba datang satu pesawat Dewoitine D.520 Prancis menembakinya.
“Pesawat Bf 109E-4 Mölders jatuh dan meledak di pinggiran hutan di Ferme du Villersau di Canly. Sementara sous-lieutenant (letnan satu) René Pomier Layrargues yang diyakini menembak jatuh Mölders, tak lama kemudian juga ikut ditembak jatuh pilot Jerman lain, Gerhard Homuth,” tulis Chris Goss dalam Jadgeschwader 53 ‘Pik-As’ Bf 109 Aces of 1940.
Baca juga: Michael Wittmann si Jago Tank Jerman
Layrargues yang jatuh di Marissel tewas di tempat. Sedangkan Mölders lebih beruntung. Ia masih sanggup keluar dari kokpit sebelum pesawatnya meledak. Namun setelah satu jam bersembunyi di dalam hutan Mölders akhirnya dikepung dan ditangkap pasukan Prancis.
Mölders menerima perlakuan kasar dari para penawannya. Medali Ritterkreuz yang dikenakannya juga dirampas. Namun ia beruntung hanya tiga pekan ditawan lantaran ia turut dibebaskan seiring gencatan senjata usai takluknya Prancis.
“Saat dalam penawanan, Mölders nyaris dianiaya. Medalinya juga disita. Tetapi datang seorang perwira, Kapten Giron mengintervensi, memastikan Mölders diperlakukan dengan baik dan mengembalikan medalinya. Usai Prancis dikuasai dan Giron ikut masuk daftar hukuman mati, Mölders mendatangi (Panglima Luftwaffe) Hermann Göring dan meminta pengampunan yang kemudian dikabulkan,” ungkap Ernst Obermaier dan Werner Held dalam Jagdflieger Oberst Werner Mölders: Bilder und Dokumente.
Baca juga: Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman
Jago Taktik Udara yang Mati Muda
Jika mesin-mesin perang darat Jerman dalam Perang Dunia II punya manuver blitzkrieg (serangan kilat) racikan Generaloberst Heinz Guderian dan Kriegsmarine (AL Jerman) punya rudeltaltik (kawanan serigala) yang diramu Großadmiral Karl Dönitz, Luftwaffe punya formasi schwarm vierfinger dan taktik crossover turn yang merupakan buah pikiran Werner Mölders. Taktiknya diakui ampuh dalam duel-duel udara dan bahkan ditiru oleh RAF (AU Inggris) sebagai lawan.
Sosok pendiam, introvert, dan penganut Katolik taat itu mulai mengembangkan taktik-taktiknya itu sejak terjun ke kancah Perang Sipil Spanyol (1936-1939). Mölders yang kelahiran Gelsenkirchen, 18 Maret 1913 ini mulai ikut pelatihan pilot di usia 21 tahun di Deutsche Verkehrfliegerschule di Cottbus. Ia lalu ditugaskan ke Legiun Condor, pasukan Jerman yang diperbantukan ke Perang Saudara Spanyol.
Oberstleutnant Mölders berkiprah di Spanyol medio April 1938 bersama Skadron ke-3 Jagdgruppe 88 (J 88). Nama besarnya mulai digoreskannya di sana via sejumlah kemenangan duel udara menggunakan pesawat bersayap ganda Heinkel He-51 dan kemudian Messerschmitt Bf 109 B-2. Di Spanyol pula Mölders berinovasi mengembangkan beberapa taktiknya yang sohor itu.
Baca juga: Kawanan Serigala Kriegsmarine Berburu Mangsa
Salah satunya, Schwarm Vierfinger atau finger-four. Taktik ini berupa sebuah formasi berisi empat pesawat meniru bentuk empat jari: telunjuk (flight wingman), jari tengah (flight leader), jari manis (element leader), dan kelingking (element wingman).
Konsep itu dikembangkan Mölders cs. dari taktik Oswald Boelcke, jago udara Jerman di Perang Dunia I. Boelcke berinovasi pada konsep “rotte” sebagai dasar sebuah unit tempur yang berisi dua pesawat, yakni rottenführer sebagai pemimpin formasi dan serangan serta katchmarek atau wingman yang terbang di samping leader sebagai pelindung serangan balik musuh.
“Selama di Spanyol, Mölders dan beberapa pilot Jerman lain mengembangkan formasi ‘finger-four’ yang meningkatkan medan pandang ke segala arah sekaligus membuat manuver schwarm (formasi standar) Luftwaffe lebih fleksibel. Di lain pihak juga mendorong inisiatif setiap pilot untuk saling melindungi,” tulis Tony Holmes dalam Spitfire II/V vs Bf 109F: Channel Front 1940-42.
Inovasi lainnya adalah crossover turn. Konsepnya berupa sistem dalam formasi schwarm vierfinger untuk menjaga jarak agar kemudian bisa berputar arah sampai 90 derajat dan bertukar posisi tanpa saling bertabrakan satu sama lain.
Inovasi-inovasi itu terbukti manjur. Total Mölders mencatatkan 14 kemenangan duel udara selama delapan bulan di Spanyol. Mölders yang sudah berpangkat kapten lantas ditarik kembali ke Berlin pada Desember 1938 untuk jadi instruktur di Inspektorat Juru Terbang Kementerian Penerbangan Jerman. Dia melatih taktik-taktiknya hingga menjadi konsep standar para pilot Luftwaffe, merangkap komandan JG 53.
Baca juga: Serbuan Blitzkrieg ke Prancis
Mölders kemudian mendapatkan medali Ritterkreuz-nya pada 29 Mei 1941, usai mengklaim kemenangan ke-20 seiring invasi Jerman ke Prancis dua hari sebelumnya. Usai Prancis dikuasai dan ia dibebaskan dari penawanan, Mayor Mölders kembali bertugas memegang komando JG 51 di kancah adu kekuatan Luftwaffe kontra RAF di Pertempuran Inggris Raya (10 Juli-31 Oktober 1940).
Kendati Luftwaffe gagal memenuhi ekspektasi diktator Jerman Nazi Adolf Hitler, Mölders tetap punya catatan cemerlang. Ia mengklaim 55 kemenangan, di mana 30 di antaranya didapat dalam duel-duel udara dengan para jago RAF.
Menjelang “Operasi Barbarossa” (Juni 1941), kecakapan Mölders dibutuhkan di front timur. Dengan menyandang pangkat baru, oberst (kolonel), Mölders diserahi komando JG 51 yang jadi bagian II. Fliegerkorps (Korps Udara ke-2), Luftflotte 2 (Armada Udara 2).
“Pada Juli 1941 dia melewati rekor 80 kemenangan legenda Baron (Manfred) von Richthofen dan bahkan kemudian dia menjadi pilot pertama di dunia yang menembak jatuh 100 pesawat musuh. Membuatnya jadi aset berharga hingga Göring melarangnya terbang untuk misi pertempuran lagi. Meski begitu, dia melanggarnya dan tetap terbang untuk menembak jatuh beberapa pesawat Rusia. Tetapi catatan itu hingga kini belum bisa terkonfirmasi karena adanya larangan terbang itu,” ungkap Kevin Brazier dalam The Complete Knight’s Cross: The Years of Victory 1939-1941, Volume 1.
Makanya tak heran hingga ia gugur beberapa bulan berselang, muncul beberapa klaim total angka kemenangan Mölders sejak ia mengudara di Spanyol. Sejarawan Peter Stockert dalam Die Eichenlaubträger 1939-1945 (2012) mengklaim 102 kemenangan. Sementara Andrew Matthews dan John Foreman dalam Luftwaffe Aces: Biographies and Victory Claims, Volume 3 (2015) –mengutip dokumen-dokumen Bundesarchiv (Arsip Nasional Jerman)– menyebut 108 kemenangan. Adapun sejarawan Amerika Serikat Mayjen David Zabecki dalam The German War Machine in World War II (2015) menuliskan 115 kemenangan.
Terlepas dari pengakuan sebagai ace paling jempolan di Perang Dunia II, umur Mölders tak panjang. Pada 22 November 1941, Mölders ikut melayat ke upacara pemakaman petinggi Luftwaffe, Generaloberst Ernst Udet dengan menumpang pesawat pembom-angkut Heinkel He 111. Pesawat berangkat dari markasnya di Krimea menuju Berlin.
Lantaran kondisi cuaca badai, pesawatnya mengalami kendala teknis dan jatuh saat hendak mendarat darurat di Breslau. Mölders mengalami luka parah dan kemudian tewas di tempat di usia 28 tahun.
“Pilot Obertleutnant Kolbe dan teknisi Oberfeldwebel Hobbie meninggal di tempat. Mayor Dr. Wenzel dan operator radio Oberfeldwebel Tenz selamat. Dr. Wenzel mengalami cedera patah tangan dan kaki, serta gegar otak. Tenz mengalami patah pergelangan kaki. Mölders mengalami luka kritis, termasuk patah tulang belakang dan tulang rusuknya tergencet badan pesawat dalam keadaan tak bernyawa,” tukas Kurt Braatz dalam Werner Mölders: Die Biographie.
Untuk mengenangnya, Kementerian Penerbangan Jerman menggelar upacara kenegaraan di Berlin pada 28 November 1941. Para atasannya seperti Oberst Johann Schalk dan Generalleutnant Adolf Galland yang meratapi kepergian sang jago udara muda itu ikut menjadi guard of honor. Jasad Mölders dikuburkan Taman Pemakaman Invalidenfriedhof, tepat di samping makam Jenderal Udet dan Baron von Richthofen.
Baca juga: Pesawat Berlambang Nazi di Bali
Tambahkan komentar
Belum ada komentar