Empat Selebriti Hollywood yang Berseragam Pasukan Israel
Dari Dan Gordon hingga Gal Gadot. Mereka tak hanya mendukung Israel tapi juga mengabdi di pasukan IDF.
PRAHARA yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina sejak 7 Oktober 2023 tak hanya “membelah” para tokoh dunia namun juga para selebriti Hollywood. Mereka yang membela Palestina bersimpati karena negeri itu terjajah selama puluhan tahun. Seperti kakak-adik supermodel Gigi dan Bella Hadid, Mia Khalifa, penyanyi Zara Larsson, aktor John Cusack, aktris Jessica Chastain, aktor Mark Ruffalo, ataupun Riz Ahmed. Mereka menyuarakan perlindungan penduduk sipil Gaza.
Tetapi di lain pihak, tak kalah banyak yang berdiri di barisan Israel. Mereka menggaungkan dukungan pada Israel baik di media massa maupun akun pribadi media sosial. Ramai-ramai mereka mengutuk serangan milisi Hamas sebagai aksi teror dan menyuarakan dukungan pada Israel, tak peduli negeri Zionis itu tak pandang bulu menyerang penduduk Palestina di Gaza.
Di antara para selebritis itu adalah aktor dan komedian Jerry Seinfeld, aktor laga Dwayne “The Rock” Johnson, aktris Natalie Portman, aktor cum komedian John Gad, aktris komedi Amy Schumer, komedian Sarah Silverman, penyanyi dan aktris Barbra Streisand, penyanyi Madonna, dan sosialita Kim Kardashian. Ada pula empat selebritis yang tak hanya mendukung tapi bahkan pernah jadi abdi negara di pasukan pertahanan Israel IDF. Mereka adalah:
Dan Gordon
Ia lahir di Southern California, Amerika Serikat pada 4 Mei 1947 dari keluarga Yahudi. Sineas Dan Gordon kemudian dikenal luas sebagai novelis, penulis naskah film dan televisi, hingga sutradara dan produser film serta televisi.
Ia mulai mendaki tangga sukses di Hollywood sebagai penulis naskah utama serial televisi Highway to Heaven (1984-1988), film laga Passenger 57 (1992), film biopik Wyatt Earp (1994) dan The Hurricane (1999), serta film laga Rambo: The Last Blood (2019). Ia juga aktif di organisasi Directors Guild of America (DGA) dan Writer’s Guild of Amerika (WGA). Tetapi Gordon belakangan mengundurkan diri dari WGA setelah merasa organisasi itu bungkam terhadap serangan Hamas.
“Saya menyerahkan keanggotaan saya di WGA Barat karena saya tak lagi ingin berjalan bersama orang-orang yang bersembunyi di balik tirai moral yang bangkrut dan busuk dan tetap bungkam di hadapan ideologi fanatik yang secara eksplisit berniat melakukan genosida terhadap orang Yahudi sebagaimana Nazi Jerman,” cetus Gordon, dikutip Deadline, Selasa (24/10/2023).
Baca juga: Lima Selebritis yang Terjun ke Perang Dunia
Masuk akal bila Gordon misuh-misuh. Sebab, ia pernah jadi prajurit IDF. Ia pernah terlibat di Perang Yom Kippur 1973 dan hingga kini masih menyandang pangkat kapten di pasukan cadangan IDF. Tak ayal ia menganggap serangan Hamas serangan teror untuk melakukan genosida terhadap Yahudi.
Di masa muda, ia sering bolak-balik Amerika-Israel. Masa SMA-nya dihabiskan di Israel seiring pindahnya orangtua Gordon ke salah satu kibbutz atau pemukiman komunal Israel. Ia balik lagi ke Amerika untuk melanjutkan sekolah film di University of California Los Angeles (UCLA).
Pada 1972, ia kembali lagi ke Israel untuk memenuhi wajib militer ke pasukan IDF dan ditugaskan di kantor juru bicara IDF selama Perang Yom Kippur (6-25 Oktober 1973). Baru pada 1983 ia kembali ke Amerika. Pada konflik Israel-Lebanon tahun 2006, ia kembali jadi sukarelawan IDF di biro yang sama.
“Saya tidak bisa mengatakan bagaimana cara IDF meng-handle semua arus media. Tetapi saya bisa katakan bahwa kesatuan tempat saya bertugas berisi orang-orang terbaik yang pernah saya temui. Jiwa korsanya luar biasa. Ada satu orang yang memegang situs City of David. Yang lainnya profesor sastra Prancis dan ada pula yang bertanggungjawab menjalankan perusahaan internet. Rekan sekamar saya bahkan penulis sejarah Michael Oren,” ujar Gordon kepada The Jerusalem Post, 12 Maret 2008.
Ayelet Zurer
Dari banyak aktor asal Israel yang berkarier di Amerika, Ayelet salah satu yang paling senior. Bahkan sosok kelahiran Tel Aviv pada 28 Juni 1969 itu lebih dulu jadi bintang di Israel sebelum mengadu nasib ke Hollywood.
Ayelet yang berkarier di dunia hiburan sejak 1992 langganan nominasi aktris terbaik Ophir Awards atau anugerah Israeli Academy Awards, Festival Film Yerusalem, hingga Israeli Television Academy Awards. Ia juga memenangi dua penghargaan aktris terbaik di film Nina’s Tragedies (2003) dan drama seri BeTipul (2005-2008).
Film Munich (2005) garapan sutradara kondang Steven Spielberg jadi titik tolak Ayelet ke pentas Hollywood. Nama Ayelet juga makin naik daun setelah beradu akting dengan Tom Hanks sebagai pemeran wanita utama di film Angels & Demons (2009) yang merupakan sekuelnya The Da Vinci Code (2006).
Ayelet juga tercatat ikut membintangi Man of Steel (2013) dengan berperan sebagai Lara Lor-Van yang merupakan ibu kandung pahlawan super Kal-El alias Superman, serta film epik Ben-Hur (2016). Belakangan ia masih eksis di film serial Daredevil (2015-2018) dan Money Heist (2019). Meski begitu tak banyak yang tahu bahwa sebelum Ayelet menceburkan diri ke perfilman, ia pernah berseragam IDF.
Baca juga: Lima Aktor Berjubah Superman
Ayelet berasal dari keluarga Yahudi Cekoslovakia-Rusia. Ibunya satu dari sedikit penyintas holocaust di Perang Dunia II (1939-1945). Di masa kecil Ayelet hidup di tengah keluarga kelas menengah. Bahkan bakat seninya ia asah bukan di sekolah seni melainkan di IDF.
Selepas lulus SMA, Ayelet masuk kemiliteran, tepatnya ke unit band dan musik di distrik militer Komando Utara IDF. Meski begitu ia jarang bicara soal masa-masanya bertugas karena merasa tak pernah berbuat apapun yang heroik selama berseragam militer. Sekadar menyumbangkan suara tiap kali unitnya menggelar acara.
“Setiap kali ada yang bertanya tentang pengalaman militer, wajah saya selalu berubah merah. Saya tak punya jasa apapun. Saya tak pernah menyandang senjata,” tutur Ayelet singkat, dilansir LA Times, 14 Mei 2009.
Lior Raz
Banyak dari prajurit IDF yang mengabdi mengikuti jejak ayahnya. Lior Raz tak terkecuali. Aktor dan penulis naskah kelahiran Ma’ale Adumim, Tepi Barat, Palestina pada 24 November 1971 itu masuk militer untuk turut jejak ayahnya yang veteran pasukan intai khusus Angkatan Laut (AL) IDF, Shayetet 13.
Mengutip artikel jurnalis David Remnick di kolom The New Yorker, “How Do You Make a TV Show Set in the West Bank?”, 28 Agustus 2017, Raz di masa kecilnya tinggal dekat Yerusalem Timur dan oleh karenanya fasih berbahasa Arab. Apalagi Raz kecil punya banyak teman-teman sebaya dari kalangan Arab.
Tetapi beranjak remaja, ia makin bulat pada tekadnya mengikuti jejak ayahnya masuk IDF. Maka pada usia 18 tahun, ia mulai mendaftar dan langsung memilih pendidikan militer untuk menjadi prajurit Brigade Komando Unit 217 Sayeret Duvdevan, sebuah unit kontraterorisme IDF, untuk kemudian setelah lulus ditugaskan ke markas perbatasan Ramallah.
“Kami menghabiskan waktu 15 bulan (di pendidikan) dengan perut kami dipukuli terus-menerus sebelum kami tidur di malam hari. Kami anak-anak 18 tahun dan Anda tak paham apa yang Anda lakukan. Saya pribadi mengira kami akan dilatih untuk menjadi seperti James Bond, mengenakan dasi hitam dan minum Martini dan menangkap orang-orang jahat,” kenang Raz dikutip Remnick.
Baca juga: Mossad dan Intelijen Indonesia
Nyaris dalam kariernya di kemiliteran tak pernah terlibat baku tembak berskala besar. Justru seringkali ia ikut mengawasi dalam setiap agenda-agenda pertukaran tahanan, sampai kemudian ia mengakhiri masa tugasnya pada 1993. Lantas ia merantau ke Amerika dan masuk agensi bodyguard, di mana ia kemudian disewa sebagai pengawal aktor Hollywood, Arnold Schwarzenegger.
“Perusahaan (agen bodyguard) itu menerima saya karena tahu latar belakang militer saya. Bagi saya itu pekerjaan paling glamor yang pernah saya lakukan, mengawal Schwarzenegger dan istrinya,” kata Raz kepada suratkabar Israel Hayom edisi 24 Maret 2017.
Hanya sekitar setahun ia jadi pengawal Schwarzenegger, untuk kemudian balik ke Israel dan mulai tertarik studi seni peran di Sekolah Drama Nissan Nativ di Tel Aviv. Mulai tahun 2000, nama Raz kian naik daun di perfilman Israel hingga akhirnya menembus jagat Hollywood untuk membintangi film Mary Magdalene (2018), Operation Finale (2018), 6 Underground (2019) dan Gladiator 2 yang rencananya akan tayang pada 2024.
Selain di layar perak, Raz juga malang-melintang di film-film serial. Salah satunya Fauda (2015-sekarang) yang saat ini juga masih ditayangkan di platform daring Netflix. Serial thriller bertema konflik dan misi-misi kontraterorisme yang sedikit-banyak terinspirasi dari masa tugasnya kala masih mengenakan seragam IDF.
Gal Gadot
Siapa yang tak mengenal Gal Gadot? Eks-model dan ratu kecantikan kelahiran Petah Tikva, Israel pada 30 April 1985 itu tak hanya jadi selebritis terbesar Israel tapi juga pernah menjadi aktris dengan bayaran termahal di dunia pada 2018 versi majalah Time.
Gal meniti jalan ke dunia hiburan dengan menjadi model sejak 2004, tahun di mana ia juga memenangi kontes kecantikan Miss Israel 2004 dan otomatis jadi salah satu finalis Miss Universe 2004. Adapun di dunia akting di pentas Hollywood, Gal mengawalinya dengan memerankan Gisele Yashar di salah satu film Fast & Furious (2009). Hingga 2023 pun ia masih dipertahankan di universe film itu, di mana terakhir ia tetap tampil beradu akting dengan Vin Diesel di salah satu seri terakhirnya, Fast X (2023).
Sampai hari ini setidaknya ia sudah membintangi 22 film box office. Satu dari sekian peran yang sangat melekat di antara penikmat film tak lain adalah perannya sebagai Diana Prince alias pahlawan super Wonder Woman di franchise DC, di antaranya Batman v Superman: Dawn of Justice (2016), Wonder Woman (2017), Justice League (2017), Wonder Woman 1984 (2020), dan The Flash (2023).
“Militer memberikan saya latihan dan persiapan yang bagus untuk (menuju) Hollywood. Kehidupan di ketentaraan tidaklah begitu sulit bagi saya,” tutur Gal kepada Fashion Magazine, dinukil Jerusalem Post, 7 Juli 2015.
Ya, nyatanya Gal merupakan purnawirawan IDF. Sembari menjalani karier di dunia modelling pasca-memenangi Miss Israel 2004, ia tercatat ikut bertugas sebagai prajurit kurun 2005-2007 dengan pangkat terakhir sersan.
Baca juga: Pesona Wonder Woman dalam Empat Wajah
Di masa kecilnya, Gal hidup di tengah keluarga dengan ekonomi menengah, di mana ayahnya seorang insinyur dan ibunya guru penjaskes. Kakek dari ayahnya juga tercatat sebagai salah satu penyintas holocaust yang pernah mendekam di kamp konsentrasi Auschwitz semasa Perang Dunia II.
Kadang untuk membantu ekonomi keluarga, Gal remaja bekerja di restoran cepat saji Burger King di kota Rosh HaAyin dan jadi pengasuh anak sembari menyelesaikan SMA Begin jurusan biologi.
Saat genap berusia 20 tahun, Gal pun masuk IDF. Karena Gal juga dikenal sebagai praktisi beladiri karate dan krav maga yang punya sabuk hitam, Gal lebih sering bertugas jadi pelatih bela diri dan instruktur tempur IDF, ketimbang penugasan di pos-pos perbatasan yang rawan konflik.
“Di Israel mengabdi (di IDF, red) adalah bagian dari menjadi seorang warga negara Israel. Anda harus punya bakti kepada negara. Anda harus mengabdi dua atau tiga tahun dan yang Anda alami selama itu segalanya bukan tentang Anda. Anda memberikan kebebasan Anda. Anda belajar disiplin dan rasa hormat,” ujar Gal, dikutip Jill Sherman dalam biografi Gal Gadot: Soldier, Model, Wonder Woman.
Background itu pula yang memudahkannya mendapat peran di sejumlah film laga di atas. Tetapi karena latar belakang yang sama itu pula setiap terjadi konflik Israel-Palestina, Gal yang paling sering bersuara lantang membela Israel sekaligus mengutuk Hamas, termasuk pada prahara terakhir di atas.
“Saya berdiri bersama Israel Anda juga harus. Dunia tak boleh sekadar berpangku tangan ketika aksi-aksi teror (Hamas) ini terjadi!” seru Gal di akun Instagramnya, @gal_gadot, 8 Oktober 2023.
Baca juga: Kombatan Yahudi Mantan Nazi
Tambahkan komentar
Belum ada komentar