Masuk Daftar
My Getplus

Dokter yang Rajin Menulis

JA van Dijk tak hanya piawai di meja operasi. Ia juga mahir menuliskan pengalaman operasinya dalam jurnal medis.

Oleh: Nur Janti | 28 Mar 2019
Johannes Adrianus van Dijk.

SUATU pagi di hari Sabtu, 1917. Johannes Adrianus van Dijk, dokter KNIL yang baru ditempatkan di Batavia setelah setahun bertugas di Surabaya, memulai tugas baru dalam karier medisnya. Dia mengoperasi hati (liver) seorang pasien. Operasi itu membuka lembaran baru teknik medis modern di Hindia Belanda dan melambungkan nama Jan. 

Jan, panggilan akrab Johannes, lahir dari kelaurga kelas menengah atas yang tinggal di Hindia-Belanda. Ayahnya seorang pengusaha penerbitan yang punya kantor percetakan besar dan toko buku, De Javasche Boekhandel. Sejak dini, Jan terbiasa dengan dunia penerbitan.

Bersama Oscar, adiknya, Jan dikirim ke Belanda untuk belajar kedokteran setelah menamatkan sekolah menengah di Batavia. Jan lulus dari Leiden tahun 1905, di tahun yang sama dia menikah dan kembali ke Hindia-Belanda.

Advertising
Advertising

Begitu tiba di Batavia, Jan langsung mendaftar masuk KNIL sebagai petugas medis pendamping pasukan. Begitu diterima, dia berpindah-pindah tempat penugasan, dari Aceh, Batavia, Cimahi, Ambon, hingga Papua. Pada Perang Dunia I, Jan cuti untuk melanjutkan studi kedokteran di Amsterdam.

Baca juga: Mula Operasi Plastik

Setelah merampungkan studinya di Amsterdam, Jan ke Hindia Belanda dan ditugaskan di Surabaya sebelum dipindah ke Batavia setahun berikutnya. Di Batavia itulah Jan melakukan operasi pertamanya.  

Karier Jan menanjak sejak kepulangannya dari Amsterdam. Dia rajin menulis di Jurnal Medis Hindia Belanda Timur yang diterbitkan oleh perusahaan ayahnya. Salah satu artikelnya membahas buku bedah plastik pada wajah karya dokter bedah Inggris HD Gillies. Ulasan ini terbit tahun 1921 di Batavia, setahun setelah buku Gillies Plastic Surgery of the Face rilis. Jan sangat merekomendasikan karya Gillies sebagai acuan bedah rekonstruksi kala itu. Lewat tulisan inilah metode Gilles masuk ke Hindia-Belanda dan menjadi populer. Jan menjadi tokoh penting dalam penyebaran ilmu bedah medis di Hindia-Belanda.

Salah satu kasus penting yang pernah ditangani Jan ialah luka tersengat listrik yang dialami pelaut keturunan Denmark berusia 25 tahun. Sebelum tersetrmum, pria sedang mabuk di tengah panas terik. Tanpa sadar dia masuk ke ruang transformator tegangan tinggi dan tersengat listrik hingga mengalami luka bakar serius. Lengan kanan, telinga kanan, dan pelipis kanannya hangus. Pelaut itu sangat terkejut dengan kondisinya pascakecelakaan dan menginginkan bedah rekonstruksi.

Dibantu adiknya, Oscar, yang berperan sebagai ahli anestesi dan fotografi kedokteran, Jan mengoperasi dengan menambal luka di pelipis si pelaut dengan kulit kepala, menutup luka lengan, dan merekonstruksi telinga. Dia juga menggunakan bulu kuda sebagai bahan jahit karena halus dan tipis sehingga bekas operasi tak terlalu menonjol. “Jan van Dijk adalah ahli bedah yang sangat cermat dan kompeten dengan banyak kritik diri,” tulis Barend Haesekaer dalam “A Brief History of the Development of Plastic Surgery in the Netherlands East-Indies”.

Baca juga: Nasib Tragis Dokter Pembawa Metode Bedah

Keberhasilan mengobati si pelaut ditulis Jan dalam laporan panjang yang dilengkapi foto sebelum dan sesudah operasi. Tulisan itu dia presentasikan dalam pertemuan medis di Batavia pada 20 Juli 1922. Karya tulis itu tiga tahun kemudian diterbitkan dalam jurnal medis Belanda. Lewat praktik dan karya tulisnya ini Jan memperkenalkan metode bedah rekontruksi untuk telinga (tube flap pedicle) ke Hindia-Belanda.

Pada akhir 1922, Jan mengundurkan diri dari tim medis KNIL. Dia lalu bekerja sebagai pengawas medis dan ahli bedah di Rumahsakit Carolus Katolik Roma di Weltevreden, Batavia. Di tahun yang sama, Jan terpilih sebagai ketua Perhimpunan Ilmu Medis di Hindia Belanda dan menjabat selama tiga tahun. Bataviaasch Nieuwsblad April 1935 mengabarkan Jan diangkat sebagai dewan medis koloni.

TAG

Kedokteran kolonial

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Bupati Sepuh Menjegal Multatuli Tolo' Sang "Robinhood" Makassar Produk Hukum Kolonial Terekam dalam Arsip Menggoreskan Kisah Tragis Adinda dalam Lukisan Mengeksplorasi Max Havelaar lewat Karya-karya Seni Rupa Sepuluh Warisan Kolonial yang Meresahkan Thierry Baudet: Harusnya Indonesia Masih Jajahan Belanda Riwayat Erasmus Huis: Peran Baru Sebuah Pusat Kebudayaan (1970-Sekarang) Peran Calon Dokter dari Indonesia Timur dalam Kemerdekaan