Masuk Daftar
My Getplus

Usaha SEATO Membegal KAA

Amerika Serikat jadi sponsor pakta pertahanan negeri-negeri Asia Tenggara tapi hanya dua negara Asia Tenggara yang jadi anggotanya. Kalah pamor dari KAA. 

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 22 Apr 2015
Delegasi Thailand sebagai tuan rumah konferensi SEATO di Bangkok, 1955. Thailand juga mengirimkan delegasinya ke KAA. Foto: National Archives/photius.com.

PRANCIS terdesak dalam perang Indocina pada Maret 1954. Pasukan Uni-Soviet dan Tiongkok bergabung dengan orang-orang Ho Chi Minh. Khawatir Prancis kalah dan komunisme menjalar dari Indocina ke Asia Tenggara, AS membantu Perancis. Demi membendung komunisme di Asia Tenggara, AS menggagas SEATO (South East Asia Treaty Organization) atau Pakta Pertahanan Asia Tenggara.

Gagasan AS mendapat tentangan dari Burma, Pakistan, Srilanka, India, dan Indonesia. Perdana Menteri (PM) dari lima negara tersebut lalu menggelar pertemuan di Kolombo pada 28 April-2 Mei 1954 untuk mencari solusi Indocina. Mereka memandang gagasan AS lebih mengarah ke perang, ketimbang mewujudkan perdamaian. Mereka juga menegaskan tak ingin bergabung ke salahsatu blok, baik Barat maupun Timur.

Menyadari campurtangan blok Barat dan Timur tak hanya terjadi di Indocina, Ali Sastroamidjojo, PM Indonesia, mengusulkan penyelenggaraan konferensi lebih besar dengan melibatkan lebih banyak negara di Asia-Afrika. Dia berusaha menghimpun negara di Asia-Afrika untuk bersama-sama meredakan ketegangan dunia.

Advertising
Advertising

John Foster Dulles, Menteri Luar Negeri AS, mengecam ketidakberpihakan negara-negara tersebut. “Kebijakan tersebut sebagai tindakan immoral,” kata Dulles, dikutip Ide Anak Agung Gde Agung dalam Twenty Years of Indonesian Foreign Policy.

Tanpa memerhatikan keberatan Indonesia dan Burma, AS membentuk SEATO pada 8 September 1954 di Manila, Filipina. SEATO terdiri dari AS, Perancis, Inggris, Australia, Pakistan, Thailand, dan Filipina.

“Kedelapan negara tersebut di atas telah bersepakat bahwa suatu serangan bersenjata atas daerah perjanjian akan membahayakan perdamaian serta keamanan negara-negara merdeka; karenanya mereka akan mengambil tindakan untuk menentang bahaya bersama tadi,” tulis Dunia Internasional, Desember 1954.

Keterlibatan Pakistan menyentak negara peserta pertemuan Kolombo, terutama India. Apalagi Pakistan bisa-bisanya mengusulkan perubahan tujuan awal SEATO: dari upaya membendung komunisme menjadi aksi bersama melawan negara penyerang anggota SEATO, tanpa menimbang keberpihakan negara penyerang.

Karuan reaksi negara peserta Konferensi Kolombo makin keras terhadap SEATO. Mereka bulat menilai negara-negara kuat di SEATO lagi memecah-belah persatuan negara di Asia-Afrika.

“Bagi Nehru (PM India-Red) Perjanjian Manila yang istimewa ini adalah berbahaya, karena melihat akan suasana pengaruh negara-negara kuat, yang akan memperalat SEATO bagi kepentingan mereka,” tulis Dunia Internasional. Nehru yakin keputusan dalam SEATO lebih banyak berasal dari tekanan negara kuat ketimbang negara Asia.

Berpikir SEATO ancaman nyata bagi persatuan negara di Asia dan Afrika, negara peserta pertemuan Kolombo tak mengucilkan Pakistan, Thailand, dan Filipina. Mereka sepakat tetap mengikutsertakan Pakistan dalam Konferensi Pancanegara (KPN) di Bogor pada 28-29 Desember. Hasil KPN berupa rencana menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada April di Indonesia. Panitia bakal mengundang pula Thailand dan Filipina.

Harian People’s World di San Francisco menyambut baik rencana KAA. “Pendek kata, konferensi bangsa Asia dan Afrika bermaksud untuk menyelesaikan mereka punya masalah-masalah yang bersifat baik, lebih dari pada bikinan angan-angan Dulles,” tulis People’s World, 30 Desember 1954.

Dulles belum mau menyerah. Dia berupaya menghambat rencana KPN menggelar KAA dengan mengadakan pertemuan anggota SEATO di Bangkok, Thailand, pada 23 Februari 1955. Dulles juga mendekati Indonesia dan Burma agar bergabung ke SEATO. Ajakan Dulles tak menarik bagi Indonesia dan Burma.

KAA tetap terselenggara. Bahkan Pakistan, Thailand, dan Filipina ikut menghadiri. Dulles pun kecut dan mengubah pandangannya pada negara di Asia-Afrika. “Amerika Serikat senantiasa mempunyai sikap yang simpatik terhadap Konferensi Bandung,” kata Dulles, dikutip Sunday Courier, awal Mei 1955.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky Eks Pesindo Sukses Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung