ANIES Baswedan resmi menjabat gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Anies punya perhatian khusus kepada beberapa tokoh sejarah di negeri ini. Alih-alih menyebut “idola” dia lebih senang menyebutnya dengan “orang-orang yang dia perhatikan dengan saksama.” Ada beberapa yang dia perhatikan betul segala tindak-tanduknya sejak kecil.
Salah satu tokoh sejarah yang mencuri perhatiannya adalah Pangeran Diponegoro. Pangeran yang bernama asli Mustahar dan sejak kecil menyandang nama Raden Mas Antawirya itu terkenal karena mengobarkan Perang Jawa (1825-1830). Perang lima tahun itu telah menyebabkan Belanda kehabisan akal dan nyaris membuat Belanda jatuh bangkrut.
Frustasi menghadapi gempuran-gempuran Pangeran Diponegoro, Belanda menyusun siasat licik: mengundang Diponegoro untuk berunding. Tanpa curiga Diponegoro datang memenuhi undangan Belanda ke Magelang. Namun Belanda mengkhianati Diponegoro, menangkapnya saat perundingan sedang berjalan. Penangkapan Diponegoro sekaligus menandai berakhirnya Perang Jawa.
Berikut ini kutipan obrolan Historia dengan mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu tentang sosok tokoh sejarah yang diakrabinya.
Kapan pertama kali bersentuhan dengan kisah Pangeran Diponegoro?
Saat saya kecil, ada pengurus masjid di Kulon Progo datang ke rumah di Yogyakarta meminta bantuan untuk membangunkan sumur. Bapak (Rasyid Baswedan, alm.) dan ibu (Aliyah Ganis) menelpon ke Jakarta siapa yang mau menyumbang sumur. Ketika sumur sudah jadi, kami ke sana. Dan, di sebelah barat masjid itu ada makam yang tak pernah bertambah. Ternyata, itu makam laskar Sentot Prawirodirjo. Saya tak tahu siapa Sentot, sampai saya menonton film November 1928. Lalu, saat SMA saya sering mampir ke Padepokan Diponegoro di Tegalrejo, kebetulan dekat dengan lokasi sekolah saya, SMAN 2 Yogyakarta.
Baca juga: AR Baswedan Merajut Keindonesiaan
Sering mampir, apakah Anda juga pernah napak tilas jejak perjuangan Diponegoro?
Ya. Saya juga ke beberapa tempat yang dulu menjadi tempat pertempuran, seperti di Kulon Progo dan Sentolo. Saya pernah pula naik motor ke Magelang, ke lokasi penangkapan Diponegoro. Bahkan ketika ke Makassar pun saya akan berhenti di Rotterdam. Saya perhatikan persis setiap cerita. Kebetulan pernah membaca juga Babad Diponegoro.
Baca juga: Babad Diponegoro Jadi Warisan Ingatan Dunia
Seberapa sering Anda memikirkan Diponegoro ini?
Sering sekali, sampai-sampai saya pernah ingin menamai putra saya dengan Ahmad Diponegoro. Hampir. Tapi, setelah diskusi panjang dengan istri, nama itu berat sekali.
Apa yang membuat Anda begitu memerhatikan Pangeran Diponegoro?
Sederhana saja, bagaimana ada orang bisa melancarkan pergolakan melawan Belanda sampai Belanda bangkrut. Ya, sampai bangkrut. Gara-gara Diponegoro-lah muncul sistem tanam paksa. Akibat tanam paksa apa yang terjadi? Politik etis. Akibat politik etis apa? Orang pada sekolah. Akibat sekolah apa? Kemerdekaan. Selanjutnya sih tak perlu dijelaskan, karena sudah terang.
Jadi, Diponegoro itu hulunya kemerdekaan bangsa kita. Dia membawa efek sangat luar biasa dalam perjalanan bangsa kita. Yang menarik, dia bisa mengajak banyak orang terlibat, meskipun mereka bukan prajurit Sultan.*