Selepas di Cibogo, mantan Menteri/Panglima Angkatan Udara (Menpangau) Marsekal Omar Dhani menjalani penahanan di Instalasi Rehabilitasi Nirbaya. Dia menghuni rumah No.1 di Blok Amal. Sebagai penghuni pertama, dia hanya berteman sepi di ruang tahanan yang berukuran 5 x 6 meter. Prajurit-prajurit Corps Polisi Militer Angkatan Darat yang menjaganya tak bisa dijadikan kawan. Selain citra negatif AURI di mata personel Angkatan Darat kala itu, mereka juga tak berani melanggar aturan yang melarang interaksi berlebih dengan para tapol (tahanan politik).
Kesunyian itu sirna pada sekira Juni 1966, ketika Omar Dhani bertemu Bang Pi’i, jagoan Senen. Larangan tak saling berhubungan dari penjaga, hampir tak berlaku lagi. Perkenalan itu berlangsung selepas makan malam, saat seorang CPM penjaga mendatangi kamar Omar Dhani. Dia memerintahkan Omar Dhani agar ke pos. Di sana ternyata sudah ada beberapa orang, termasuk penjaga, sudah ada di sana.
“Pak Omar, kita kan tetangga di Kebayoran. Rumah saya di depan kiri rumah Men/Pangau, yang depannya ada pohon pisang kipas,” kata seorang pria yang ramah menyambut Omar Dhani, sebagaimana dimuat dalam buku pledoi Omar Dhani, Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran, dan Tanganku.
Pria agak pendek dan berkulit gelap itu adalah Imam Sjafii, lebih beken sebagai Bang Pi’i. Dia merupakan Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet Dwikora II atau Kabinet 100 Menteri. Namanya amat populer terutama di Senen.
Pii lahir di Jakarta tahun 1923. Ketika berusia lima tahun, ayahnya meninggal. Pii membantu ibunya untuk menghidupi empat adiknya. Sewaktu usianya 11 tahun, ibunya meninggal. Pii bekerja serabutan untuk menghidupi adik-adiknya.
Belum lagi usianya menginjak 17 tahun, Pii sudah berhasil mengorganisir pedagang, copet, dan preman Senen ke dalam sebuah wadah. Pada masa perang kemerdekaan, bersama Mat Bendot dia membentuk Oesaha Pemoeda Indonesia, yang saban hari bertempur melawan pasukan NICA. “Bang Pii memang selalu paling depan saat meletus pertempuran di Senen,” ujar Hendrik, adik ipar Mat Bendot, kepada Historia.
Pii kemudian menjadi tentara reguler Divisi Siliwangi. Setelah perang, dia mendirikan Cobra, organisasi pengamanan ibukota yang populer di tahun 1950-an. Pada 1966, Sukarno menunjuk Pii menjadi menteri untuk mengamankan ibukota yang kala itu sudah dirongrong demonstran-demonstran bentukan Ali Moertopo, tangan kanan Soeharto. Setelah mendapat Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966), Soeharto menahan 15 menteri Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, termasuk Omar Dhani dan Bang Pi’i.
Usai perkenalan singkat di pos jaga, Omar Dhani dan Pii langsung akrab. Obrolan seru mereka mengundang prajurit-prajurit jaga dari pos lain untuk ikut nimbrung. Dhani tak lupa, di tengah obrolan, Pii memerintahkan salah seorang prajurit jaga untuk membeli cemilan dan membagikan kepada para tahanan lain.
Hari-hari Omar Dhani tak lagi sepi. Kawan, terlebih penolong yang tulus, sejak itu ada di hadapannya. Ruang tempat penahanannya berhadapan dengan ruang penahanan Omar Dhani. Yang lebih penting, nama besar Pii punya pengaruh besar di sana sehingga dia bisa memerintah prajurit-prajurit jaga; aturan ketat tak boleh berhubungan antartapol pun menjadi longgar. “Tampaknya hampir semua tamtama dan bintara kenal dengan Pak Pei dan siap menjalankan apa saja bila diperintahkan Pak Pei,” kenang Omar Dhani.
Namun, hubungan itu hanya berjalan singkat. Pada 23 November 1966, Omar Dhani dipindah tempat penahanannya ke Rumah Tahanan Militer Budi Utomo.